Tautan-tautan Akses

Analis: Pengakuan Palestina Bersejarah, Tapi Hanya Simbolis


Seorang pengunjuk rasa mengibarkan bendera nasional Palestina dalam aksi pro Palestina di kampus UCLA di Los Angeles, AS (foto: ilustrasi).
Seorang pengunjuk rasa mengibarkan bendera nasional Palestina dalam aksi pro Palestina di kampus UCLA di Los Angeles, AS (foto: ilustrasi).

Tiga negara Eropa mengakui negara Palestina. Analis mengatakan bahwa itu hanya simbolis. Sedangkan Gedung Putih percaya bahwa pengakuan itu tidak akan mencapai solusi dua negara.

Norwegia, Irlandia dan Spanyol Rabu lalu mengatakan akan mengakui negara Palestina. Ini langkah bersejarah namun sebagian besar bersifat simbolis, kata analis.

Dosen Politik dan Hubungan Internasional di University College London (UCL) Julie Norman menyatakan bahwa pengakuan itu justru akan semakin mengisolasi Israel setelah lebih dari tujuh bulan melancarkan perang sengit melawan Hamas di Gaza.

Israel langsung mengecam keputusan ketiga negara Eropa itu dan memanggil pulang duta besar-duta besarnya.

Para pejabat Palestina menyambut baik pengumuman itu sebagai penegasan terhadap upaya mereka selama puluhan tahun untuk mendapatkan status kenegaraan di Yerusalem Timur, Tepi Barat dan Jalur Gaza. Israel merebut ketiga wilayah itu dalam perang Timur Tengah pada 1967 dan menguasainya hingga kini.

Meskipun sekitar 140 negara – lebih dari dua pertiga anggota PBB – mengakui negara Palestina, rangkaian pengumuman yang dikeluarkan pada Rabu itu bisa membangun momentum pada saat bahkan sekutu dekatnya mengkritik tindakan Israel di Gaza.

Pengakuan itu mengejutkan, namun selama berminggu-minggu telah berlangsung berbagai diskusi di beberapa negara Uni Eropa mengenai kemungkinan untuk mengakui negara Palestina. Para pendukung berpendapat, perang telah menunjukkan perlunya dorongan baru menuju solusi dua negara, 15 tahun setelah negosiasi gagal antara Israel dan Palestina. Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menentang pembentukan negara Palestina.

Kepada kantor berita Associated Press, Julie Norman dari UCL mengatakan pengumuman ketiga negara itu "hendak memberi tekanan kepada pihak-pihak untuk mengakhiri perang."

"Israel menentang keras pengakuan ini. Ini jelas juga buntut dari dikeluarkannya surat perintah penangkapan Netanyahu dan (Menhan) Gallant oleh Pengadilan Kejahatan Internasional. Jadi, menurut saya, ini adalah minggu di mana warga dan tentu saja para pemimpin Israel merasa semakin terisolasi, mungkin dikeroyok secara internasional, dan benar-benar merasa dipojokkan," tukasnya.

Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan berpendapat pengakuan tersebut tidak akan lebih mendekatkan pada solusi dua negara.


Berbicara kepada wartawan Rabu lalu di Gedung Putih, ia mengatakan, “Kami percaya satu-satunya cara untuk mencapai solusi dua negara yang bermanfaat bagi Israel dan Palestina adalah melalui negosiasi langsung antara kedua pihak. Itulah yang sedang kami dorong, dan itulah strategi regional yang lebih besar yang melibatkan negara-negara Arab untuk mencoba menghasilkan momentum ke arah itu."

Sullivan menambahkan bahwa “negara-negara Arab, negara-negara Eropa, bahkan dunia, percaya pada solusi dua negara. Jadi ini bukan masalah bilateral antara AS dan Israel.”

Israel melancarkan perang di Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di mana militan menyerbu Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil dan menculik sekitar 250 orang.

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan serangan balasan Israel melalui darat dan udara telah menewaskan lebih dari 35.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Sekitar 80% dari 2,3 juta penduduk Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka dan menjadi pengungsi di wilayah tersebut, seringkali berkali-kali. [ka/em]

Analis: Pengakuan Palestina Bersejarah Tetapi Hanya Simbolis
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:04:00 0:00

Forum

XS
SM
MD
LG