Tautan-tautan Akses

Gedung Putih: Pengakuan Palestina oleh Beberapa Negara Eropa Tak akan Dekatkan ke Solusi Dua Negara


Seorang demonstran membawa atribut yang berisi seruan pembebasan Palestina dalam aksi protes menetang perangan Israel-Hamas di Gaza di kampus di Hattiesburg, Mississippi, pada 7 Mei 2024. (Foto: AP/Rogelio V. Solis)
Seorang demonstran membawa atribut yang berisi seruan pembebasan Palestina dalam aksi protes menetang perangan Israel-Hamas di Gaza di kampus di Hattiesburg, Mississippi, pada 7 Mei 2024. (Foto: AP/Rogelio V. Solis)

Penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, pada Rabu (22/5) bahwa pengakuan Palestina oleh beberapa negara Eropa tidak akan membawa kita lebih dekat kepada solusi dua negara.

"Saya belum mendengar logika bagaimana hal tersebut dapat berkontribusi [pada solusi dua negara]. Yang dapat saya sampaikan kepada Anda adalah kami percaya bahwa satu-satunya cara untuk mencapai solusi dua negara, yang memberikan manfaat bagi Israel dan Palestina, adalah melalui negosiasi langsung antara kedua belah pihak," ujar Sullivan.

Sullivan menyampaikan pernyataan itu setelah Norwegia, Irlandia dan Spanyol mengatakan mengakui negara Palestina, sebuah langkah yang disambut baik oleh warga Palestina sebagai sebuah penegasan atas perjuangan mereka selama beberapa dekade.

Israel sendiri merespons pengumuman tersebut dengan menarik pulang duta besarnya di ketiga negara tersebut.

Beberapa negara Uni Eropa dalam beberapa minggu terakhir menunjukkan bahwa mereka berencana untuk membuat pengakuan, dengan alasan solusi dua negara sangat penting untuk perdamaian yang langgeng di wilayah itu.

Sekitar 140 negara telah mengakui negara Palestina, lebih dari dua pertiga anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), namun belum ada satu pun negara besar di dunia yang mengakui secara resmi.

Israel dan Amerika Serikat telah menghadapi dampak yang tidak menyenangkan setelah jaksa penuntut utama dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC), meminta dikeluarkannya surat perintah penangkapan untuk para pemimpin Israel dan Hamas.

Krisis kemanusiaan di Gaza telah memuncak dalam dua minggu terakhir setelah Israel meluncurkan operasi militer ke wilayah selatan Gaza di Rafah, menutup perbatasan yang menjadi penyeberangan vital, dan bertekad akan memusnahkan seluruh pejuang Hamas. Pertempuran di Rafah memaksa ratusan ribu pengungsi Palestina yang berlindung di Rafah keluar dari kota itu untuk bergerak menuju ke lokasi yang lebih aman.

Perang Israel-Hamas berawal dari serangan kelompok militan Hamas ke selatan Israel yang menewaskan 1.200 orang. Hamas juga menculik sekitar 250 orang lainnya, yang sebagian sudah dibebaskan dalam perjanjian gencatan senjata pertama bulan November lalu.

Israel melancarkan serangan balasan lewat darat dan udara ke wilayah Gaza yang dikelola Hamas. Departemen Kesehatan Palestina mengatakan sedikitnya 35.000 orang tewas, sebagian besar perempuan dan anak-anak; sementara lebih dari 75.000 orang luka-luka. Sekitar 80% dari 2,3 juta warga Palestina telah dipaksa keluar dari wilayah itu, serigkali beberapa kali. [em/jm]

Forum

XS
SM
MD
LG