Tautan-tautan Akses

Amnesti Internasional Tuduh Australia Bayar Penyelundup Manusia


Seorang demonstran dalam protes membela pengungsi di pusat kota Sydney. (Foto: Dok)
Seorang demonstran dalam protes membela pengungsi di pusat kota Sydney. (Foto: Dok)

Amnesty mengklaim para pejabat Australia telah membayar para penyelundup manusia US$32.000 untuk membawa kapal berisi pencari suaka ke pelabuhan Indonesia.

Amnesty International beriklan satu halaman penuh di koran-koran Australia hari Kamis (29/10), yang berisikan tuduhan terhadap pejabat-pejabat perlindungan perbatasan bahwa mereka secara ilegal membayar para penyelundup manusia, dan membahayakan banyak nyawa dalam upaya mencegah kapal-kapal pencari suaka mencapai negara itu.

Kampanye iklan besar di kota-kota terbesar Australia, Sydney dan Melbourne, dari kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London itu menyusul sebuah laporan hari Rabu yang mengutuk Operasi Kedaulatan Perbatasan pemerintah yang sangat rahasia, yang mencakup armada kapal yang menghentikan kapal-kapal pencari suaka.

Pemerintah Australia telah menolak laporan tersebut dan menyangkal melakukan kesalahan.

Mantan Perdana Menteri Tony Abbott, yang merasa penghentian kapal-kapal itu merupakan pencapaian terbesar pemerintahannya selama dua tahun sampai September lalu, menggunakan pidato di London minggu ini untuk mendesak Eropa memberlakukan metode-metode yang sama untuk menghentikan arus migran.

Amnesty mengklaim bahwa para pejabat Australia "terlibat dalam kejahatan transnasional" bulan Mei ketika mereka membayar para penyelundup manusia US$32.000 untuk membawa kapal berisi 65 pencari suaka yang menuju Selandia Baru ke pelabuhan Indonesia. Amnesty mengatakan hal ini bisa menjadi bentuk pendanaan ilegal perdagangan manusia.

"Para pejabat Australia beroperasi sesuai dengan undang-undang dalam negeri Australia dan sesuai dengan kewajiban-kewajiban internasional kami," ujar Menteri Luar Negeri Julie Bishop kepada wartawan.

Fairfax Media di Australia melaporkan bulan Juni bahwa penyelidikan polisi Indonesia menyimpulkan bahwa para penyelundup telah dibayar lebih dari $30.000 untuk membawa kapal berisi para pencari suaka kembali ke Indonesia.

Menteri-menteri pemerintahan saat itu menyangkal bahwa Pasukan Perbatasan Australia dan para pejabat pertahanan pernah membayar para penyelundup manusia. Namun penyangkalan itu tidak mencakup para pejabat intelijen, yang diketahui membayar informan kriminal untuk informasi. Pemerintah mengatakan tidak pernah berkomentar mengenai isu-isu intelijen atau keamanan.

Don Rothwell, ahli undang-undang internasional dari Australian National University, mengatakan bahwa jika para pejabat Australia telah membayar para penyelundup, mereka telah melanggar undang-undang.

Namun, jika uang tersebut dibayar oleh petugas-petugas intelijen, jaksa agung harus mengotorisasi tuntutan apa pun di bawah undang-undang Australia, ujarnya.

"Potensi untuk penuntutan berdasarkan undang-undang Australia sepertinya sangat jauh," ujar Rothwell.

Amnesty juga menuduh Australia membahayakan 65 pencari suaka dengan memaksa mereka pindah dari kapal dengan kelengkapan baik ke kapal-kapal yang penuh sesak dengan bahan bakar tidak memadai untuk perjalanan kembali ke Indonesia.

Di antara dugaan-dugaan lain, Amnesty mengatakan para pejabat Australia memukul para pencari suaka ketika ketika mengembalikan kapal-kapal mereka menuju Indonesia.

Ribuan pencari suaka telah terbang dari Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan dan Asia Tengah ke Indonesia untuk naik kapal nelayan buruk menuju Australia. [hd]

XS
SM
MD
LG