Tautan-tautan Akses

Amnesty International Ungkap Dugaan Kejahatan Perang di Libya


Pasukan keamanan memeriksa lokasi serangan udara yang mengenai daerah permukiman di Tripoli, Libya, 14 Oktober 2019.
Pasukan keamanan memeriksa lokasi serangan udara yang mengenai daerah permukiman di Tripoli, Libya, 14 Oktober 2019.

Kelompok HAM Amnesty International mengatakan pihaknya memiliki bukti potensi kejahatan perang yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bertikai untuk menguasai Ibu Kota Libya, Tripoli.

Dalam laporan yang dikeluarkan pada Selasa (22/10), kelompok HAM yang berkantor di London itu mengatakan sejumlah kombatan telah membunuh dan melukai puluhan warga sipil. Mereka melancarkan serangan tanpa pandang bulu dan menggunakan “sejumlah bahan peledak yang tidak akurat” di daerah-daerah perkotaan yang padat penduduk, tambah Amnesty International.

“Sejumlah warga sipil telah tewas dan luka-luka ketika kedua pihak menggunakan segala jenis senjata, mulai dari roket tidak terarah era Gadhafi hingga rudal berpemandu yang diluncurkan oleh pesawat nirawak modern dalam serangan yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang,” ujar Brian Castner, penasehat senior bidang senjata dan operasi militer saat krisis di Amnesty International.

Amnesty International menambahkan bahwa anggota-anggotanya telah melakukan penyelidikan mendalam yang pertama di semua garis depan sejak meletusnya pertempuran di Tripoli pada 4 April lalu.

Tim penyelidik ini mengunjungi 33 lokasi serangan udara dan darat, di dan sekitar Tripoli, dan mewawancarai sejumlah saksi, korban, anggota milisi, pejabat lokal dan pekerja medis. Mereka mendapati bahwa sedikitnya 100 warga sipil telah tewas atau luka, dan 100.000 lainnya terpaksa mengungsi.

Pertempuran itu terjadi ketika panglima perang yang berbasis di bagian timur, Jendral Khalifa Haftar, memerintahkan Tentara Nasional Libya LNA untuk bergerak ke Tripoli sebagai bagian dari ‘’pawai kemenangan’’ untuk melawan Pemerintah Hasil Kesepakatan Nasional GNA pimpinan Perdana Menteri Fayez al Sarraj, yang menguasai wilayah barat laut Libya.

GNA adalah pemerintah Libya yang didukung PBB dan diakui masyarakat internasional.

Sementara LNA dibentuk setelah perang saudara 2011 yang menggulingkan mantan diktator Moammar Gadhafi dan menjerumuskan negara itu dalam kekacauan. LNA mencakup mantan gerilyawan dan mantan anggota Tentara Nasional Libya.

Amnesty International mengatakan tidak ada pejabat dari kedua pihak yang berkonflik itu menanggapi pertanyaan tentang temuan laporan tersebut. [em/pp]

XS
SM
MD
LG