Tautan-tautan Akses

Amnesty International: 2014 Tahun Malapetaka


Sergei Nikitin, direktur Amnesty International untuk Rusia, menunjukkan laporan mengenai situasi HAM di Moskow (24/2). (AP/Ivan Sekretarev)
Sergei Nikitin, direktur Amnesty International untuk Rusia, menunjukkan laporan mengenai situasi HAM di Moskow (24/2). (AP/Ivan Sekretarev)

Laporan lembaga itu menunjukkan bahwa jumlah pengungsi di dunia tahun lalu melebihi 50 juta orang untuk pertama kalinya setelah akhir Perang Dunia II.

Tahun 2014 merupakan "malapetaka" bagi jutaan orang di seluruh dunia, menurut sebuah lembaga hak asasi manusia, Rabu (24/2).

Amnesty International merilis laporan tahunan yang menuduh pemerintah-pemerintah di dunia gagal melindungi warga sipil dari kekerasan oleh negara dan kelompok bersenjata, dan menyebut respon global "memalukan dan tidak efektif."

Laporan itu mengatakan bahwa jutaan warga sipil tewas dari Suriah sampai Ukraina, Gaza sampai Nigeria, sementara jumlah pengungsi di seluruh dunia melebihi 50 juta orang untuk pertama kalinya sejak akhir Perang Dunia II.

Lembaga itu mengkritik respon Uni Eropa terhadap empat juta warga Suriah yang harus mengungsi karena konflik dalam krisis pengungsi terburuk dunia itu. Pada akhir 2014, hanya 150.000 pengungsi Suriah yang tinggal di negara-negara Uni Eropa, menurutnya, sementara 3.400 pengungsi dan migran telah tewas di Laut Mediterania mencoba untuk mengungsi ke Eropa.

"Sangat mengerikan melihat bagaimana upaya-upaya negara-negara kaya untuk mencegah pengungsi masuk menutupi upaya mereka untuk menyelamatkan nyawa manusia," ujar Sekretaris Jenderal Amnesty International, Salil Shetty.

Amnesty menunjuk Dewan Keamanan PBB yang disebut Shetty secara parah gagal melindungi masyarakat sipil.

Lima anggota permanen Dewan Keamanan -- Inggris, China, Perancis, Rusia dan AS -- "secara konsisten menyalahgunakan" hak veto mereka untuk "mempromosikan kepentingan politik atau kepentingan geopolitik mereka di atas kepentingan untuk melindungi warga-warga sipil," ujar Shetty.

Laporan itu mengatakan bahwa ancaman veto Rusia membuat Dewan Keamanan mustahil mengambil tindakan atas peristiwa-peristiwa di Ukraina.

Amnesty mendesak kelima negara itu untuk menyerahkan hak veto mereka dalam kasus-kasus terjadinya genosida dan pembunuhan massal.

Laporan itu menyebutkan bahwa kelompok-kelompok bersenjata melakukan kekerasan di setidaknya 35 negara -- dari 160 yang disurvei -- pada 2014, dan menyebut munculnya Negara Islam (ISIS) sebagai kekhawatiran khusus.

Sejumlah besar senjata dikirim ke Irak, Israel, Rusia, Sudan Selatan dan Suriah pada 2014, meski ada kemungkinan senjata itu digunakan melawan warga sipil, menurut Amnesty.

Laporan itu juga menyoroti bagaimana beberapa negara, termasuk Kenya dan Pakistan, bereaksi terhadap ancaman-ancaman keamanan dengan taktik-taktik "represif dan kejam."

Shetty mengatakan para pemimpin dunia "memiliki kekuasaan untuk mengurangi penderitaan jutaan orang" dengan memberikan cukup sumber daya politik dan finansial."

"Prospek global situasi hak asasi manusia tampak gelap, tapi ada solusi. Para pemimpin dunia harus mengambil tindakan cepat dan tegas untuk mencegah krisis global," ujarnya.

XS
SM
MD
LG