Tautan-tautan Akses

Akankah Hasil Pemilu Belanda Picu Efek Domino Populis?


Pemimpin Partai Kebebasan Belanda, Geert Wilders di Koblenz, Jerman, 21 Januari 2017. (Foto: dok).
Pemimpin Partai Kebebasan Belanda, Geert Wilders di Koblenz, Jerman, 21 Januari 2017. (Foto: dok).

Kemenangan mengejutkan Donald Trump pada pemilu Presiden AS tahun lalu mengisyaratkan adanya pergeseran politik ke kanan atau ke arah yang lebih konservatif.Kini Eropa sedang menghadapi tiga pemilu penting: pekan depan di Belanda, bulan depan di Perancis, dan musim panas mendatang di Jerman.

Mengingat demam anti-kemapanan di Eropa terbukti merupakan petunjuk pada pemilu di AS, muncul pertanyaan apakah akan ada efek Trump di Eropa yang menempatkan kandidat-kandidat populis pada kekuasaan.

Geert Wilders adalah Donald Trump Belanda. Politisi berambut pirang ini mengusung platform politik anti-imigran yang keras.Partainya, yang juga anti-Uni Eropa, kemungkinan merebut jumlah kursi yang signifikan di parlemen Belanda pada pemilu 15 Maret.

Belanda berada di persimpangan jalan, menurut Direktur Eksekutif Transatlantic Academy Stephen Szabo.

"Satu kemungkinan adalah kita akan menyaksikan semacam efek gelombang, atau efek ikut-ikutan di mana kandidat populis akan mendapat dukungan dari kemenangan Trump dan kemenangan Brexit, atau Anda akan menyaksikan adanya reaksi kontra yang mengatakan, 'ini bukan yang kami inginkan'. Jadi ini benar-benar pertanyaan terbuka. Sesuatu yang menarik untuk diamati, khususnya pada pemilu Perancis dan Belanda," kata Stephen Szabo.

Para pengamat mengatakan, tampaknya ada kemarahan di kalangan para pemilih di Eropa. Gus Valk, koresponden surat kabar Belanda Handelsblad di Washington, menjelaskan.

"Pertama adanya sentimen anti kemapanan, atauanti-elitis,di mana orang-orang merasa bahwa negara mereka sedang direbut dari mereka.Ini ada kaitannya dengan krisis pengungsi yang benar-benar mempengaruhi Belanda dan banyak negara lain di Eropa. Ini juga ada kaitannya dengan krisis ekonomi yang terjadi, krisis di Yunani yang menurut banyak pemilih di Belanda belum terselesaikan dengan baik. Dan utamanya, saya kira, ini ada kaitannya dengan ketidakpercayaan terhadap sistem politik, partai-partai politik," jelasnya.

Menurut pakar kebijakan luar negeri Edward Joseph, banyak warga Eropa mempertanyakan, "Apakah ini merupakan tempat di mana saya berada?Apakah ini masih negara kami?" Ia mengatakan, itu merupakan faktor penting pada pemilu-pemilu mendatang.

"Kebijakan yang ditetapkan Angela Merkel adalah kebijakan yang sangat menguntungkan migrasi.Ini menimbulkan kecemasan di kalangan para pemilih Eropa.Masalah kedua adalah globalisasi, serta krisis dan stagnansi ekonomi terkait yang berlanjut," imbuh Edward Joseph.

Sementara banyak orang tidak menyukai kebijakan-kebijakan partai-partai populis berhaluan kanan atau Presiden AS Donald Trump, tampaknyakebanyakan orang di Eropa sepakat bahwa lansekap politik telah berubah secara dramatis.

Menyimak apa yang terjadi pada pemilu AS, banyak pemilih di Belanda khawatir dengan apa yang diindikasikan oleh jajak-jajak pendapat.Banyak di antara mereka beranggapan jajak-jajak pendapat itu tidak bisa dipercaya.

Hasil pemilu 15 Maret di Belanda bisa menjadi petunjuk ke arah mana politik Eropa bergerak. [ab/lt]

XS
SM
MD
LG