Tautan-tautan Akses

AJI Dukung Seruan UNESCO untuk Selidiki Kematian Wartawan Kalsel


Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay tiba di markas UNESCO, di Paris, 13 Oktober 2017. (Foto: dok).
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay tiba di markas UNESCO, di Paris, 13 Oktober 2017. (Foto: dok).

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendukung seruan UNESCO agar pemerintah Indonesia menyelidiki secara transparan tewasnya seorang wartawan Indonesia di tahanan Juni lalu.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendukung seruan UNESCO agar pemerintah Indonesia menyelidiki secara transparan penyebab kematian Muhammad Yusuf, wartawan yang meninggal di dalam tahanan 10 Juni lalu.

“AJI mendukung seruan UNESCO agar pemerintah Indonesia mengusut tuntas kematian Yusuf di tahanan Kejaksaan Kalsel. Harus diperjelas, apakah ia meninggal karena penyakit yang diderita sebelum ia ditahan atau memang karena tindakan kekerasan ketika ia ditahan polisi atau dititipkan di tahanan Kejaksaan Kalsel. Ini yang harus diklarifikasi,” ujar Ketua AJI Abdul Manan ketika dihubungi VOA melalui telepon Jumat (6/7) pagi.

Laporan Sengketa Lahan Berujung Maut

Muhammad Yusuf, yang berusia 42 tahun, ditahan setelah menulis laporan di media online “Kemajuan Rakyat” dan “Berantas News” tentang sengketa perebutan lahan antara perusahaan raksasa kelapa sawit, PT. Multi Sarana Agro Mandiri MSAM, dan masyarakat Pulau Laut.

Tulisan itu dinilai bermuatan provokasi, tidak berimbang dan mencemarkan nama baik MSAM. Ia dituntut dengan Pasal 45A UU RI No.19/Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No.11/Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik ITE dengan ancaman pidana penjara enam tahun dan denda maksimal satu miliar rupiah.

Direktur Jendral UNESCO Audrey Azoulay Kamis (5/7) waktu Amerika, menyerukan untuk mengungkap penyebab kematian Muhammad Yusuf, wartawan Indonesia yang meninggal di dalam tahanan pada 10 Juni lalu.

“Saya mengutuk pembunuhan Muhammad Yusuf dan menyerukan kepada otorita berwenang untuk melakukan penyelidikan transparan terhadap hal-hal terkait kematiannya,” ujar Azoulay.

Dalam pernyataan tertulis UNESCO, Kamis (5/7), “Muhammad Yusuf meninggal 10 Juni lalu setelah ditahan selama lima minggu di rutan Polres Kotabaru dan kemudian di Lapas Kelas II-B Kotabaru, di Kalimantan Selatan, sambil menunggu sidang pengadilan atas tuduhan melanggar UU tentang ujaran kebencian dan pencemaran nama baik.”

Tindak Lanjut Seruan UNESCO

Ketua AJI Abdul Manan mengakui bahwa profil dan laporan hasil liputan Muhammad Yusuf masih menjadi perdebatan karena tidak sepenuhnya memenuhi kaidah kode etik jurnalistik, tetapi soal kematiannya tetap tidak bisa dianggap remeh dan pemerintah Indonesia sedianya menindaklanjuti seruan UNESCO itu.

“Saya kira pemerintah berkewajiban mendengar dan menindaklanjuti seruan UNESCO karena ini menyangkut reputasi kita di mata internasional,” kata Abdul Manan.

“Ini soal nyawa orang yang seharusnya mendapat perhatian. Apalagi ini terkait dengan laporan yang dia tulis, terlepas bahwa laporan itu mengikuti kaidah jurnalistik atau tidak,” kata Abdul Manan menambahkan.

Abdul Manan mengatakan membuka secara transparan penyebab kematian Yusus akan berdampak baik.

“Jika memang belum dilakukan otopsi, ya lakukanlah sehingga bisa meyakinkan publik internasional maupun di dalam negeri. Jika memang ia meninggal karena penyebab alamiah, tentu bisa dipahami. Tetapi jika karena kekerasan maka ini harus diselesaikan secara hukum oleh pemerintah,” ujar redaktur majalah TEMPO ini.

Perlindungan Wartawan Indonesia Lemah

Sebelumnya Persatuan Wartawan Indonesia PWI Pusat dalam pernyataan yang dirilis sehari setelah kematian wartawan Kalimantan Selatan itu juga telah mendesak aparat penegak hukum untuk “mengusut tuntas kemungkinan terjadinya kekerasan.”

PWI mengatakan “kematian Muhammad Yusuf mencoreng citra Indonesia di hadapan masyarakat dan dunia internasional” dan bahwa kasus ini “dapat menimbulkan persepsi bahwa perlindungan terhadap profesi wartawan di Indonesia lemah dan rentan.”

Hingga laporan ini disampaikan VOA belum berhasil mendapatkan tanggapan dari otorita berwenang di Indonesia. [em/al]

Recommended

XS
SM
MD
LG