Tautan-tautan Akses

KONSUMSI MINYAK ASIA AKAN SEGERA LAMPAUI AMERIKA


Amerika adalah konsumen energi terbesar di dunia. Selama puluhan tahun, Amerika mengimpor minyak yang diperlukannya tanpa pernah menghadapi masalah. Tetapi dominasi Amerika sebagai konsumen energi mendapat tantangan dari Asia.

Penggunaan minyak dan gas oleh Asia naik tajam, dan akan terus membubung selama 25 tahun yang akan datang. Cina telah melampaui Jepang sebagai konsumen energi terbesar nomor dua di dunia, dan India menyusul tidak jauh di belakangnya.

Cina, Jepang dan India adalah pengguna energi yang sangat besar karena populasinya yang juga sangat besar. Keperluan energi Cina saja akan meningjat dari tiga juta barel sehari menjadi lebih dari 11 juta barel sehari. Negara-negara Asia lain juga akan memerlukan lebih banyak minyak dan gas untuk mendorong perekonomian mereka. Seluruhnya, impor minyak Asia dapat melejit dari 14 juta barel sehari menjadi 36 juta barel sehari pada tahun 2030.

Pakar minyak Asia Mikkhal Herberg mengatakan dalam sebuah konferensi di Washington belum lama ini, lonjakan impor sebesar itu aka menjadi beban berat bagi sistem minyak dan gas dunia yang sudah semakin ketat. Herberg meramalkan bahwa ketegangan ekonomi dan politik akan meningkat antara Amerika, Jepang, Eropa dan negara-negara lain, sementara begitu banyak negara berusaha mendapatkan minyak yang mereka perlukan. Minyak adalah komoditas paling berharga di dunia, dan persediaannya bukan tanpa batas.

Sudah ada beberapa contoh drama politik minyak yang semakin meningkat antara Asia dan Amerika.

Cina dan Jepang bersaing membantu Rusia membangun pipa gas dari Siberia ke Cina atau ke pantai timur Rusia untuk pemasokan ke Jepang. Jepang menjanjikan milyaran dolar untuk membantu pembangunan pipa gas itu, dan bersedia menginvestasi milyaran dolar untuk pembangunan industri di kawasan yang terkucil itu. Ketika Rusia memilih jalur ke Jepang, Cina menuduh Amerika berkomplot dengan Jepang untuk menghambat pembangunan Cina.

Ada lagi contoh lain. Amerika mengusahakan sanksi PBB terhadap Sudan karena tragedy kemanusiaan di Darfur. Tetapi Cina dan Rusia mengisyaratkan akan merintangi sanksi itu. Sebabnya, tak lain dan tak bukan adalah politik minyak. Cina telah membangun pipa minyak sepanjang 1.650 kilometer untuk menyalurkan minyak Sudan ke Laut Merah, agar dapat lebih mudah dimuat ke dalam kapal-kapal tangki minyak Cina.

Masih ada contoh lagi. Cina menandatangani perjanjian 25 tahun untuk membeli minyak dengan Iran, pada saat Amerika dan banyak negara Barat lain berusaha mengucilkan Iran karena berusaha membuat senjata nuklir.

Cina khawatir bahwa Amerika dapat merintangi aksesnya ke Amerika Latin melalui Terusan Panama. Karena itu, bulan Desember yang lalu, Cina menyusun rencana untuk membangun pipa minyak, untuk menyalurkan minyak Venezuela ke Samudera Pasifik, sehingga tidak harus bergantung pada Terusan Panama.

Birma dikenai sanksi Amerika dan Eropa karena negara itu dikuasai dictator militer. Tetapi Birma memiliki cadangan minyak, yang mungkin dapat dieksplorasi. Karena itu, Singapura, Thailand, Malaysia, Korea Selatan dan Cina mengabaikan sanksi itu, dan mendanai pembangunan pipa minyak Birma. Sekali lagi, ini politik minyak.

Ada cara-cara yang dapat ditempuh agar Amerika dan Asia dapat bekerjasama untuk membatasi ketegangan. Tetapi politik minyak sangat rumit, dan susah ditemukan solusi yang mudah untuk itu. (voa/howell/djoko)

XS
SM
MD
LG