Ada orang Muslim di Amerika, yang mengalami tindak kekerasan, diskriminasi di tempat kerja, dan sikap dingin orang lain. Insiden anti Muslim meningkat 70 persen pada tahun 2003, dibandingkan setahun sebelumnya.
Angka angka itu diungkapkan dalam hasil kajian yang diumumkan belum lama ini, dan dapat dilihat di website CAIR, Council on American Islamic Relations, atau Dewan Hubungan Islam Amerika. CAIR menyebut fenomena ini sebagai Islamophobia.
Jurubicara CAIR, Ibraham Hooper, mengatakan alasan utama Islamopobhia tampaknya adalah emosi dan retorika sehubungan dengan perang Irak.
Sangat memprihatinkan, kata Hooper, bahwa serangan karena kebencian, seperti melemparkan sebuah bom ke sebuah mobil di Chicago, seorang siswa Muslim di Kalifornia yang dihajar selagi dipanggil sebagai Osama, dan hal hal lain seperti itu, meningkat tajam.
Tetapi Hooper percaya, masyarakat Muslim Amerika yang jumpahnya diperkirakan antara enam sampai tujuh juta orang, bertekad untuk ikut berpartisipasi penuh dalam kehidupan di Amerika, dan akan terus berusaha terlibat dalam penyusunan kebijakan umum.
Satu bukti adanya tekad itu adalah berdirinya organisasi seperti CAIR, dan American Muslim Council atau Dewan Muslim Amerika, yang mengorganisasi agar kaum Muslim di Amerika terlibat dalam urusan politik.
Ujian besar bagi pengaruh politik Muslim tahun ini adalah pemilihan presiden. Menurut sebuah artikel Internet berjudul A Portrait of Detroit Mosque, sebuah jajak pendapat menunjukkan, sampai 85 persen Muslim akan menolak Presiden Bush.
Ini adalah perubahan tajam dari pemilihan presiden tahun 2000, di mana sekitar dua pertiga Muslim di Amerika memilih George W. Bush. 40 ribu orang Muslim memberikan suara di Florida untuk pertamakalinya, dan sebagian besar memilih Presiden Bush. Karena hasil di Florida menentukan kemenangan Presiden Bush, dengan selisih suara hanya 500 dari hampir enam juta suara, dapat difahami bahwa masyarakat Muslim Florida merasa telah memegang peran penting bagi terpilihnya George W. Bush.
Semua itu mungkin telah berubah. Invasi Bush ke Irak, anggapan masyarakat Muslim bahwa Presiden Bush memihak Israel dalam persengketaan dengan Palestina, dan Undang Undang Patriot yang membuat beberapa orang Muslim ditahan, semua itu menimbulkan citra negatif bagi Presiden Bush di mata Muslim Amerika.
Sekarang ini tidak jelas berapa banyak warga Muslim yang berhak memberikan suara. Ada yang memperkirakan, dari ke-105 juta orang yang berhak memberikan suara di Amerika, tiga juta di antaranya adalah Muslim. Tampaknya, itu bukan jumlah yang besar. Tetapi di negara bagian besar yang belum tentu siapa pemenangnya, George W. Bush atau John Kerry, seperti Michigan dan Florida, suara kaum Muslim dapat menjadi sangat penting.
Masyarakat Muslim Amerika tampaknya bangkit semangatnya. Warga Amerika keturunan Arab, yang merupakan sekitar 30 persen dari seluruh Muslim di Amerika, sekarang terlibat dalam proses politik di hampir semua tingkat. Kata James Zogby, seorang tokoh Arab Amerika, mereka siap memetik hasil jerih payah mengorganisasi diri selama lebih dari 20 tahun.
Seorang warga Amerika keturunan Pakistan mengatakan kepada harian Los Angeles Times belum lama ini, pemilihan presiden tahun ini, yang pertama sejak 11 September 2001, sangat penting bagi Muslim Amerika. Layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi keluarga, katanya, juga penting bagi kehidupan Muslim Amerika.
Tampaknya, masyarakat Muslim Amerika menanggapi masa sulit dengan meningkatkan tekad untuk lebih berpartisipasi dalam politik.
Alih bahasa oleh Djoko Santoso