Sudah sering diberitakan bahwa Islam adalah agama yang paling cepat berkembang di dunia sekarang ini, tetapi merupakan agama yang paling kurang difahami oleh Barat. Konflik berabad-abad antara dunia Islam dan Barat telah menyebabkan timbulnya prasangka pada kedua belah pihak. Namun, sisi spiritual Islam mungkin dapat membantu menjembatani jurang yang ada, ketika sisi Islam itu sekarang secara tak diduga mengalami kebangkitan justru di negara-negara Barat. Wartawan Suara Amerika/VOA, Brent Hurd akan menjajagi sisi Islam ini yang menawarkan pesan tentang keselarasan dan cinta kasih.
Sisi spiritual Islam ini sering disebut sebagai bunganya Islam. Lembut, introspektif, dan sangat spiritual, itulah sufisme, tradisi mistik Islam yang mengajarkan cinta-kasih, perdamaian dan toleransi yang bersifat universal. Sheikha Fariha adalah seorang guru Sufi terkemuka di kota New York. Ia mengatakan:
”Sufisme adalah jantung Islam. Inilah intisari berlian Islam. Tanpa Sufi, Islam tidak lengkap. Islam akan kering.”
Sudah tentu itu adalah pendapat seorang yang mempunyai kepercayaan sangat kental terhadap ajaran Sufi. Menurutnya, inti kandungan kitab suci Al Quraan adalah pesan sederhana mengenai cinta-kasih dan rasa syukur kepada Tuhan dan semua mahluk.
Kabir Helminski, seorang pakar Sufi yang buku-bukunya telah mempopulerkan Sufisme di Barat, mengatakan Al Quraan mendukung pandangan sentral Sufisme, bahwa manusia harus senantiasa ingat dan memuji keagungan Tuhan dalam hatinya. Ia mengatakan:
”Al Quraan menyebutkan tentang pentingnya hati manusia sebagai alat persepsi. Juga dikatakan dalam kitab suci itu bahwa dengan mengingat Tuhan maka hati akan menemui ketenangan. Al Quraan mengingatkan dengan cara yang sangat sederhana agar kita menempatkan Tuhan sebagai pusat dalam kehidupan kita. Orang-orang Sufi berusaha untuk membuat dirinya selalu menyadari akan kehadiran Tuhan setiap saat. Apa yang dilakukan oleh orang-orang Islam dengan melakukan sembahyang lima kali sehari adalah untuk selalu menyadari akan kehadiran Tuhan itu, sehingga setiap hari fokus kita adalah pada Tuhan.”
Helminski menambahkan bahwa kaum Sufi berusaha untuk menjaga pencerahan spiritualnya tanpa melupakan kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut kaum Sufi, kepercayaan kepada Tuhan dipelihara setiap saat melalui meditasi, uluran tangan kepada orang lain, musik dan puisi.
Gerakan Sufi tidak dimulai oleh seorang pendiri dan pada mulanya tidak merupakan dimensi terpisah dari Islam. Pada abad ke 8, beberapa orang Islam mulai meninggalkan kenikmatan-kenikmatan duniawi pada saat empirium Islam terguyur kemakmuran lewat perdagangan. Mereka berpendapat kepentingan-kepentingan duniawi, jika tidak dijaga pada tingkat minimum, dapat menyingkirkan kecintaan mereka kepada Tuhan dan merusak jiwa mereka.
Orang-orang Muslim ini kemudian muncul sebagai orang-orang Sufi yang mempunyai filsafat kehematan dan kesederhanaan, yang mereka anggap merupakan kunci kesejahteraan. Kata “sufi” sendiri dalam Bahasa Arab artinya bulu domba, bahan pakaian mereka,sebagai lambang kesederhanaan, dibanding dengan bahan-bahan sutra dan bahan-bahan halus lain yang dikenakan oleh mereka yang pada waktu itu suka bermewah-mewah.
Tidak semua Muslim mendukung sufisme. Mereka mengatakan ajaran sufisme memberi kesan seolah-olah Islam sendiri kurang mengandung spiritualitas. Ajaran-ajaran lainnya seperti musik dan tari-tarian yang merupakan bagian penting dalam praktek orang-orang Sufi, tidak pula disetujui oleh golongan Muslim lainnya.
Kabir Helminski mengatakan banyak Muslim yang tidak menyadari bahwa Sufisme dan Islam itu berjalin berkelindan. Katanya:
”Tidak semua Muslim mengerti bahwa Sufisme pada hakekatnya adalah jantung Islam. Sufisme bukanlah sesuatu yang terpisah dari Islam. Dan dapat dipastikan ini bukan sesuatu yang bertentangan dengan Islam. Tetapi memang ada orang yang kurang terbuka untuk menerima berbagai tingkatan pengalaman spiritual.”
Penolakan oleh segolongan Muslim tertentu telah memaksa pengikut-pengikut Sufi bergerak di bawah tanah, terutama di negara-negara yang diperintah oleh rejim-rejim keras seperti Iran atau Afghanistan semasa Taleban berkuasa. Sufisme kuat di banyak negara Muslim, terutama di Asia Selatan, Afrika Utara, Eropa dan Asia-Pasifik.
Puisi dan tradisi bercerita merupakan alat pengajaran utama untuk meneruskan pengetahuan ke-Sufi-an selama berabad-abad. Puisi ke-Sufi-an, terutama karya filsuf Persia abad ke 13, Jalaluddin Rumi, menjadi sumber inspirasi bagi jutaan umat Islam. Buku-buku Rumi yang banyak tersebar di dunia Barat, termasuk Amerika Serikat sekarang ini, mungkin ikut mendorong kepopuleran Sufisme di Barat.
Sheikha Fariha mengatakan Sufisme memenuhi kebutuhan spiritual orang-orang Amerika. "Kami melihat Sufisme mulai berakar kuat dan terbuka di Amerika. Negri ini menganut kebebasan beragama. Amerika merupakan tempat tumbuh yang alami bagi Sufisme karena Amerika adalah negara yang rakyatnya memiliki kepercayaan-kepercayaan mistik.”
Menurut Prof. Yvonne Haddad dari Universitas Georgetown di Washington, DC, banyak anak muda Amerika yang kehidupan spiritualnya terombang-ambing pada tahun 60-an dulu, masuk Islam, terutama Islam-Sufi. Di Amerika juga terdapat kelompok-kelompok Sufi yang berasal dari Muslim imigran dari Asia dan Afrika. Di antara beberapa pusat Sufi di Amerika, menurut Prof. Haddad, yang paling besar adalah Bawwa Muhayyiddin Fellowship yang berpusat di Philadelphia. Lainnya terdapat di kota-kota seperti Albuquerque, New Mxico, New York, Texas, California dan Michigan.