Tautan-tautan Akses

Perempuan Afghanistan Tentang Aturan Soal Burqa, Perpecahan di Taliban Semakin Dalam?


Seorang perempuan mengenakan burqa ketika melintasi sebuah pasar burung di Kabul, Afghanistan, pada 8 Mei 2022. (AP/Ebrahim Noroozi)
Seorang perempuan mengenakan burqa ketika melintasi sebuah pasar burung di Kabul, Afghanistan, pada 8 Mei 2022. (AP/Ebrahim Noroozi)

Aturan baru Taliban yang mengharuskan perempuan mengenakan pakaian yang menutup ujung kepala hingga ke ujung kaki – atau dikenal sebagai “burqa – menjadi pisau bermata dua, yang memicu kemarahan dan sekaligus ketakutan warga.

Beberapa hari setelah Taliban mengeluarkan dekrit atau aturan yang mengharuskan perempuan mengenakan burqa yang menutup tubuh dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, banyak perempuan di ibu kota Kabul terlihat mengenakan pakaian konservatif itu, namun masih memperlihatkan wajah.

Belum jelas apakah ini kebiasaan atau pembangkangan, dan pada titik mana pemerintah Taliban akan mulai menegakkan dekrit tersebut.

Seorang aktivis perempuan, Hamasa Mohammadi mengatakan pada Associated Press bahwa “dalam pandangan saya, hijab yang mereka (Taliban.red) tentukan bagi kami adalah hijab kesukuan mereka dan mereka ingin memberlakukan itu pada kami, yang tidak dapat diterima bagi perempuan Muslim Afghanistan.”

Hal senada disampaikan seorang aktivis lainnya, Hadisa Mohammadi. “Dalam pandangan saya, semua perempuan mengenakan hijab sesuai hukum Islam, sesuai aturan masyarakat kita, dan kami mematuhi hal itu. Mereka (Taliban.red) tidak perlu memaksakan pilihan pribadi mereka terhadap kami,” ujarnya.

Pembatasan baru pada perempuan Afghanistan ini telah menuai kritik tajam dari Barat, dan berpotensi memperdalam perpecahan dalam kepemimpinan Taliban, antara kelompok garis keras dan kelompok pragmatis.

Aturan yang diberlakukan oleh pemimpin garis keras Taliban Hibaitullah Akhunzada itu bahkan menyerukan kepada perempuan untuk tidak meninggalkan rumah kecuali sangat perlu dan menguraikan serangkaian hukuman bagi kerabat laki-laki dari perempuan yang melanggar aturan itu.

Aturan ini merupakan pukulan besar terhadap hak-hak perempuan di Afghanistan yang selama dua dekade terakhir relatif memiliki kebebasan, hingga saat pengambilalihan kekuasaan oleh Afghanistan pertengahan Agustus lalu, ketika Amerika dan pasukan asing lainnya mundur dari negara itu.

Seorang perempuan mengenakan burqa berjalan bersama seorang anak di Kabul, Afghanistan, pada 7 Mei 2022. (Foto: AFP/Ahmad Sahel Arman)
Seorang perempuan mengenakan burqa berjalan bersama seorang anak di Kabul, Afghanistan, pada 7 Mei 2022. (Foto: AFP/Ahmad Sahel Arman)


Akhunzada dikenal sebagai seorang pemimpin yang tertutup, yang jarang bepergian ke luar Kandahar selatan yang merupakan jantung kelompok utama Taliban. Akhunzada menyukai elemen-elemen keras dari kelompok yang berkuasa sebelumnya pada tahun 1990an, ketika sebagian besar perempuan dan anak perempuan dilarang bersekolah, bekerja atau terlibat dalam kehidupan politik.

Sebagaimana pendiri Taliban, Mullah Mohammad Omar, Akhunzada memberlakukan hukum Islam yang keras, yang mengawinkan agama dengan tradisi suku kuno, dan seringkali mengaburkan keduanya.

Para analis mengatakan Akhunzada mengadopsi tradisi-tradisi kesukuan di mana anak perempuan dikawinkan ketika memasuki masa pubertas, dan jarang meninggalkan rumah mereka. Ia menyebut hal itu sebagai tuntutan agama.

Ketika sedang berjuang melakukan transisi dari kelompok pemberontak menjadi badan pemerintah, Taliban terpecah antara kelompok garis keras dan kelompok pragmatis. Hingga saat ini kedua kelompok itu menghindari konfrontasi terbuka.

UNAMA Kecam Dekrit Baru Taliban

Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) mengatakan sangat prihatin dengan apa yang tampaknya merupakan arahan formal yang akan dilaksanakan dan ditegakkan. badan tersebut menambahkan bahwa mereka akan mencari klarifikasi dari Taliban tentang keputusan terbaru ini.

“Keputusan ini bertentangan dengan banyak jaminan tentang penghormatan dan perlindungan HAM semua warga Afghanistan, termasuk perempuan dan anak perempuan, yang telah dijanjikan Taliban pada masyarakat internasional selama perundingan beberapa dekade terakhir,” ujar Misi Bantuan PBB di Afghanistan dalam sebuah pernyataan.


Norwegia: “Meski Berkuasa, Taliban Terisolasi & Tidak Representatif”

Hal senada disampaikan Norwegia, yang memperingatkan bahwa penguasa baru Afghanistan mengarahkan negara itu menuju bencana kemanusiaan, ekonomi dan HAM.

“Saya marah mengetahui ada pengumuman yang memperingatkan bahwa perempuan di Afghanistan harus menutupi wajah mereka di depan umum, tidak bisa mengendarai mobil dan hanya meninggalkan rumah bila diperlukan,'' kata Henrik Thune, wakil Menteri Luar Negeri Norwegia, pada Minggu (08/05).

Thune mengatakan bahwa dekrit tersebut “sama sekali tidak dapat diterima'' dan menekankan bahwa meskipun Taliban berkuasa, “mereka masih merupakan pemerintah yang terisolasi dan tidak representatif.”

''Kebijakan Taliban terus menindas perempuan dan anak perempuan, bukannya mengatasi krisis ekonomi dan kebutuhan akan pemerintahan yang inklusif,'' katanya.

Norwegia menjadi tuan rumah pembicaraan tertutup selama tiga hari pada bulan Januari antara Taliban, para diplomat Barat dan delegasi-delegasi di pegunungan yang tertutup salju di atas ibu kota Norwegia, Oslo.

Pembicaraan itu, yang pertama di Eropa sejak pengambilalihan oleh Taliban, berfokus pada bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan dan HAM. Menteri Luar Negeri yang ditunjuk Taliban, Amir Khan Muttaqi, mengatakan diskusi "berjalan sangat baik". Pembicaraan itu juga termasuk diskusi antara Taliban dan anggota masyarakat sipil Afghanistan.

Thune mengatakan perlu untuk melakukan dialog, “meski jika Taliban memiliki nilai-nilai yang jauh berbeda dengan nilai-nilai yang kita junjung”. Ia menambahkan bahwa tanpa dialog, “kita tidak memiliki kesempatan untuk mempengaruhi mereka yang berkuasa.''

Ia mendesak Taliban untuk sekali lagi menepati janji mereka kepada perempuan dan anak perempuan Afghanistan. ''Perempuan dan anak perempuan Afghanistan sedang menunggu hak mereka untuk menikmati hidup sepenuhnya dan tidak dikucilkan dari masyarakat,'' katanya. [em/lt]

XS
SM
MD
LG