Tautan-tautan Akses

Pengamat: ISIS dan Al-Qaeda Sedang Tunggu Momentum Untuk Lancarkan Serangan


Pasukan polisi antiteror bergerak dalam operasi penyerbuan sebuah rumah yang diduga terdapat teroris di dalamnya di wilayah Medokan Ayu, Surabaya, Jawa Timur, pada 15 Mei 2018. (Foto: Reuters/Sigit Pamungkas)
Pasukan polisi antiteror bergerak dalam operasi penyerbuan sebuah rumah yang diduga terdapat teroris di dalamnya di wilayah Medokan Ayu, Surabaya, Jawa Timur, pada 15 Mei 2018. (Foto: Reuters/Sigit Pamungkas)

Beberapa pengamat terorisme memperingatkan jaringan ISIS dan Al-Qaeda di Indonesia sedang menunggu momentum yang tepat untuk melancarkan serangan teror.

Dalam tiga pekan terakhir, Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah menangkap 21 tersangka teroris. Mereka terdiri dari lima tersangka teroris terkait jaringan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) dan 16 lainnya adalah bagian dari jaringan Negara Islam Indonesia (NII).

Kelima tersangka yang diduga pendukung ISIS ini bukan bagian dari Jamaah Ansharud Daulah (JAD). Mereka bergerak di media sosial dan ditangkap dalam serangkaian operasi sejak 9-15 Maret lalu di Kendal, Jakarta Barat, Lampung dan Tangerang Selatan. Sedangkan 16 teroris lainnya dibekuk Jumat (25/3) pekan lalu di dua daerah di Sumatera Barat, yakni Dharmasraya dan Tanah Datar.

Menanggapi perkembangan tersebut, Al Chaidar, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Aceh, pada Selasa (29/3), membantah keterangan polisi yang menyatakan 16 tersangka teroris yang ditangkap Jumat pekan lalu di Sumatera Barat adalah dari jaringan NII. Menurut pengamatannya, di wilayah Dharmasraya dan Tanah Datar tidak ada NII, yang ada hanyalah JAD.

Dia mengatakan jaringan NII itu berada di Padang, Bukit Tinggi dan Agam.

"Mungkin polisi hanya sekadar menangkap mereka dan kemudian mendengarkan pengakuan mereka. Karena mereka bisa saja mengakunya berbeda, dalam pengertian mungkin dia pernah mengikuti NII dulunya kemudian keluar dari situ dan masuk ke JAD. Setelah tertangkap, mereka nggak mau sebutkan JAD nya, yang disebut NII-nya," ujar Al Chaidar.

Al Chaidar menambahkan dirinya sudah mengecek langsung pada sumber-sumber jaringan NII di Sumatera Barat, yang memastikan bahwa 16 orang yang ditangkap itu bukan dari NII, namun bagian dari jaringan JAD.

Pengamat: ISIS dan Al-Qaeda Sedang Tunggu Momentum Untuk Lancarkan Serangan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:01 0:00

Menurutnya, jaringan NII di Indonesia – yang terdiri dari 14 faksi dan tersebar di 18 provinsi – masih ada, tetapi mereka dilarang untuk melakukan serangan teror. “Sampai sekarang belum keluar perintah bagi NII untuk berperang,” papar Al Chaidar. NII biasanya melakukan perang gerilya dan mereka dilarang membunuh masyarakat sipil, tambahnya.

Al Chaidar memperingatkan jaringan ISIS dan Al-Qaeda di Indonesia sedang menunggu momentum yang tepat untuk melancarkan serangan teror.

Polisi bersiap meledakkan bahan peledak di Sibolga, Sumatra Utara, pada 14 Maret 2019. Bahan peledak tersbeut ditemukan dari tersangka dalam tahanan polisi yang diidentifikasi sebagai anggota Jemaah Ansharut Daulah (JAD). (Foto: AFP/Rommy Pasaribu)
Polisi bersiap meledakkan bahan peledak di Sibolga, Sumatra Utara, pada 14 Maret 2019. Bahan peledak tersbeut ditemukan dari tersangka dalam tahanan polisi yang diidentifikasi sebagai anggota Jemaah Ansharut Daulah (JAD). (Foto: AFP/Rommy Pasaribu)

Sementara JAD dikenal sebagai kelompok teroris di Indonesia yang paling aktif menggunakan media sosial. Targetnya adalah para pengguna media sosial, terutama kaum milenial yang sangat terpengaruh oleh media sosial, dan fenomena ini sudah berlangsung lama, ujarnya.

Upaya Pencegahan

Diwawancarai secara terpisah, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib mengatakan penangkapan yang dilakukan Detasemen Khusus 88 itu bagian dari upaya pencegahan yang lebih maksimal.

"Sepanjang itu bisa dibuktikan, artinya ada alat bukti sesuai dengan undang-undang terorisme yang bisa disangkakan kepada mereka, nggak ada masalah, justru bagus. Itu berarti membuktikan Densus (Detasemen Khusus 88 Antiteror) menjadi lebih melakukan pencegahan daripada penindakan," kata Ridlwan.

Pengamat terorisme sekaligus Direktur dari Lembaga Kajian Strategis Keamanan Indonesian Intelligence Institute, Ridlwan Habib. (Foto: Dokumen pribadi)
Pengamat terorisme sekaligus Direktur dari Lembaga Kajian Strategis Keamanan Indonesian Intelligence Institute, Ridlwan Habib. (Foto: Dokumen pribadi)

Ketika ditanya mengenai NII, Ridlwan menyebutkan NII itu sebenarnya sudah vakum. NII yang ditangkap itu diyakininya telah berafiliasi ke faksi yang sudah ada, apakah ke JAD yang pro-ISIS atau Jamaah Islamiyah yang mendukung Al-Qaeda. Meskipun demikian sebagian sel NII tetap melakukan perekrutan demi memperoleh pendanaan.

Dia menambahkan Jamaah Islamiyah saat ini lebih memusatkan perhatian pada penataan organisasi dengan mendokumentasikan siapa saja anggota yang belum tertangkap. Sedangkan JAD masih aktif berkampanye di media sosial untuk memelihara sisa-sisa pendukung.

Polisi: Tersangka Berencana Menggulingkan Pemerintah

Dalam jumpa pers di kantornya, Kepala Bagian Penerangan Umum Markas Besar Polri Komisaris Besar Gatot Repli Handoko mengklaim 16 anggota NII yang ditangkap di Sumatera Barat Jumat pekan lalu berencana menggulingkan pemerintahan yang sah jika keadaan negara kacau.

"(Mereka) berkeinginan untuk mengubah ideologi negara, memiliki niat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah apabila NKRI sedang mengalami kekacauan," tutur Gatot.

Selain itu, lanjutnya, 16 tersangka teroris tersebut ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain, melakukan pelatihan ala militer secara rutin, mempersiapkan persenjataan, perekrutan anggota secara masif di Sumatera Barat dengan melibatkan anak-anak.

Enam belas tersangka teroris itu diketahui terhubung dengan kelompok teroris di Jakarta, Jawa Barat, dan Bali. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG