Tautan-tautan Akses

Pengawasan Internal di KPK Jauh Lebih Kuat Sebelum Ada Dewan Pengawas


Kantor KPK. (Foto: Humas KPK)
Kantor KPK. (Foto: Humas KPK)

Sejumlah kalangan menilai keberadaan Dewan Pengawas semakin memperlemah pengawasan internal di dalam tubuh KPK. Benarkah demikian?

Keberadaan Dewan Pengawas KPK yang dibentuk tahun 2020 lalu berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 sudah menjadi polemik sejak awal.

Sebelum keluar putusan Mahkamah Konstitusi, salah satu kewenangan yang dimiliki Dewan Pengawas adalah mengizinkan atau menolak rencana penyadapan terhadap seseorang yang diduga akan terlibat korupsi. Dewan Pengawas juga berwenang mengizinkan atau menolak penggerebekan terhadap rumah atau kantor tersangka kasus korupsi.

Karena itu, banyak pihak melihat keberadaan Dewan Pengawas justru semakin memperlemah pengawasan internal di dalam tubuh KPK.

Sebelum ada Dewan Pengawas, KPK telah memiliki Deputi Bidang Pengawasan dan Penindakan.

Dalam diskusi membahas kinerja Dewan Pengawas KPK yang digelar oleh Indonesia Corruption Watch, mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi KPK Sujanarko mengatakan berdasarkan Peraturan KPK Nomor 6 Tahun 2004, lembaga antirasuah tersebut menetapkan nilai-nilai yang wajib dimiliki oleh pimpinan KPK yakni terbuka, kebersamaan, berani, berintegritas, tangguh, dan unggul.

Kemudian di zaman kepemimpinan Abraham Samad, KPK merilis nilai-nilai yang sedianya dimiliki seorang pimpinan yaitu relijius, integritas, keadilan, profesionalisme, dan kepemimpinan. Namun, lanjut Sujanarko, nilai religiusitas oleh Dewan Pengawas KPK pada tahun lalu diubah menjadi sinergi.

Di samping itu, KPK periode pertama juga membentuk lembaga khusus bernama Piagam Audit.

Pengawasan Internal di KPK Jauh Lebih Kuat Sebelum Ada Dewan Pengawas
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:53 0:00

"Piagam Audit di KPK cukup unik karena mungkin satu-satunya lembaga yang fungsional pengawas internal itu secara langsung boleh memanggil, memerintahkan pimpinan untuk diperiksa dan wajib dihadiri. Betapa di KPK, sebelum ada Dewas (Dewan Pengawas) sangat kuat banget (pengawasannya) karena ada Piagam Audit. Piagam Audit itu ditandatangani oleh lima pimpinan (KPK)," kata Sujanarko.

Sujanarko menambahkan berdasarkan undang-undang yang lama, pengawas internal di KPK biasanya para fungsional yang sudah sangat senior, tidak pernah melanggar kode etik, dan orang-orang yang sangat tegas.

Saking tegasnya penegakan kode etik di KPK masa lalu, lanjut Sujanarko, seorang direktur pernah dinonaktifkan dari jabatannya karena menginap di Wisma KBRI di ibu kota Canberra ketika bertugas ke Australia dan bukan menginap di hotel.

Menurut Sujanarko, keberadaan Dewan Pengawas KPK sejak tahun lalu malah menimbulkan sejumlah persoalan sangat serius. Dia menyebutkan perubahan nilai religiusitas menjadi sinergi di KPK dibuat tanpa melalui kajian akademis.

Selain itu, status pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara secara kultur dan nilai sangat berbeda dengan nilai dan kultur yang dibangun oleh KPK.

Sujanarko mengatakan keberadaan Dewan Pengawas juga seperti anomali dalam hal untuk mengurusi Dewan Pengawas diperlukan keputusan Sekretariat Jenderal yang secara fungsional berada di bawah pimpinan KPK, seperti kalau meminta fasilitas, biaya operasional, dan pegawai administrasi.

Sujanarko juga menyoroti budaya baru di KPK sekarang yaitu pimpinan melaporkan pegawai ke Dewan Pengawas terkait pelanggaran kode etik. Padahal secara struktural, pimpinan bisa menegur atau memberikan sanksi langsung kepada KPK.

Sujanarko juga pernah memiliki pengalaman pribadi. Dirinya dilaporkan ke Dewan Pengawas oleh seorang pimpinan KPK karena pimpinan itu disuruh oleh seorang menteri.

Warkhatun Najidah, akademisi Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. (Foto: VOA)
Warkhatun Najidah, akademisi Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. (Foto: VOA)

Pada kesempatan yang sama, dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Warkhatun Najidah mengatakan KPK secara substansi, aparaturnya, dan kebiasaan-kebiasaan sebelumnya telah mengalami penurunan yang luar biasa.

Dia menambahkan nyali semua anggota Dewan Pengawas juga dipertanyakan dalam kewajibannya mengawasi kinerja pimpinan KPK.

Mengutip hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lanjut Warkhatun, KPK memiliki kelemahan dalam hal pencegahan korupsi sehingga BPK merekomendasikan agar peraturan internal di KPK diperbaiki.

"Ketika sebuah lembaga diusulkan untuk memperbaiki peraturan, berarti ada yang tidak bagus dalam substansi legal lembaga tersebut. Ada aturan yang tidak layak dalam konteks penyelenggaraan penegakan hukum, penegakan administrasi, yang ada di dalam tubuh KPK itu sendiri," ujar Warkkhatun.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri. (Foto: KPK)
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri. (Foto: KPK)

Sementara itu Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri mengatakan keberadaan Dewan Pengawas KPK salah satunya berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi.

Menurutnya pengaduan masyarakat terhadap Dewan Pengawas KPK pada tahun 2020 berjumlah 302 laporan yang terdiri 272 pengaduan terkait degan pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dan juga 30 laporan terkait kode etik dan pedoman perilaku.

Sementara pada tahun ini, terdapat 144 laporan yang terdiri dari 113 terkait pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dan 31 pengaduan terkait dugaan pelanggaran kode etik serta pedoman perilaku.

“KPK memandang bahwa laporan masyarakat sebagai bentuk kepedulian dan pemahaman terhadap eksistensi, keberadaan dan juga tugas pokok fungsi dari dewan pengawas KPK itu sendiri,” ujar Ali Fikri.

Menurut mantan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko, independensi badan antirasuah itu kunci dalam pemberantasan korupsi terutama di negara yang tingkat korupsinya sangat tinggi, sangat akut, dan bahkan telah mengakar di semua cabang kekuasaan negara: legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

"Sehingga upaya pemberantasan korupsi tidak dipengaruhi oleh agenda-agenda politik atau agenda-agenda kelompok tertentu yang memang begitu banyak kepentingannya untuk mempengaruhi kerja-kerja badan antikorupsi, termasuk seperti KPK di Indonesia," tutur Dadang.

Dadang menambahkan kalau KPK menjadi lembaga independen secara penuh maka KPK memiliki potensi besar untuk menjangkau oligarki, korupsi yang bukan hanya administratif tapi juga korupsi politik. Karena itu di APBN, APBD, pengelolaan sumber daya alam, pengadaan publik, kuota perdagangan, perpajakan, dan di sektor energi.

KPK yang independensinya penuh akan menyasar pejabat publik terpilih dan pejabat tinggi, termasuk para pebisnis yang berada di sekeliling mereka. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG