Tautan-tautan Akses

HRW: Militer Myanmar Hilangkan Paksa Ratusan Orang


Seorang demonstran yang terluka dirawat oleh petugas medis di rumah sakit Latha, Yangon, Myanmar (27/3).
Seorang demonstran yang terluka dirawat oleh petugas medis di rumah sakit Latha, Yangon, Myanmar (27/3).

Human Rights Watch (HRW) yang berkantor di New York, AS, hari Jumat (2/4) mengeluarkan laporan yang mengatakan bahwa militer Myanmar telah secara paksa menghilangkan ratusan orang – termasuk politisi, pejabat pemilu, wartawan, aktivis dan demonstran – dan menolak mengkonfirmasi lokasi mereka atau mengijinkan akses untuk didampingi pengacara atau anggota keluarga; hal yang melanggar hukum internasional.

“Penangkapan sewenang-wenang dan penghilangan paksa oleh junta militer Myanmar secara luas tampaknya dirancang untuk menimbulkan ketakutan di kalangan para demonstran anti-kudeta,” ujar Brad Adams, Direktur Human Rights Watch Untuk Asia.

“Negara-negara yang khawatir dengan hal ini seharusnya menuntut pembebasan setiap orang yang hilang dan menjatuhkan sanksi ekonomi yang ditargetkan pada pemimpin junta militer, hingga meminta pertanggungjawaban terhadap tindakan militer yang kejam ini,” tambahnya.

Krisis politik di Myanmar telah memuncak sepekan terakhir ini, baik dalam jumlah demonstran yang tewas, maupun serangan udara militer terhadap pasukan gerilyawan etnis minoritas Karen di wilayah mereka yang berbatasan dengan Thailand.

Warga menghadiri pemakaman remaja belasan tahun, Aung Kaung Htet yang tewas dalam aksi demonstrasi antikudeta militer di Yangon, Myanmar (foto: dok).
Warga menghadiri pemakaman remaja belasan tahun, Aung Kaung Htet yang tewas dalam aksi demonstrasi antikudeta militer di Yangon, Myanmar (foto: dok).

Menurut Free Burma Rangers, sebuah badan bantuan yang beroperasi di wilayah itu, daerah-daerah yang dikendalikan suku Karen, lebih dari sepuluh warga sipil telah tewas sejak Sabtu lalu (27/3) dan lebih dari 20.000 orang telah mengungsi. Sekitar 3.000 warga Karen melarikan diri ke Thailand, tetapi banyak yang kembali di tengah kondisi yang serba tidak menentu. Otorita berwenang di Thailand mengatakan mereka kembali secara sukarela, tetapi badan-badan bantuan mengatakan mereka merasa tidak aman dan banyak yang bersembunyi di hutan di Myanmar.

Kantor Badan PBB Urusan HAM Untuk Asia Tenggara menyerukan kepada negara-negara di kawasan itu “untuk melindungi semua orang yang melarikan diri dari kekerasan dan persekusi di Myanmar,” dan memastikan agar seluruh pengungsi dan migran yang tidak memiliki dokumen tidak dipaksa kembali ke negara mereka,” demikian ujar juru bicara PBB Stephane Dujarric pada wartawan di New York.

Dewan Keamanan PBB Kamis malam (14) mengutuk keras aksi kekerasan terhadap demonstran damai. Pernyataan pers itu dikeluarkan dengan dukungan secara bulat tetapi lebih lemah dibanding rancangan yang disiapkan, yang sedianya menyatakan “kesiapan untuk mempertimbangkan langkah-langkah lebih lanjut,” yang dapat mencakup sanksi-sanksi. Tiongkok dan Rusia, yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan pemasok senjata pada militer Myanmar, menentang dijatuhkannya sanksi.

Pernyataan itu disampaikan setelah Utusan Khusus PBB untuk Myanmar mengingatkan potensi terjadinya perang saudara di negara itu. Ia juga mendesak diambilnya tindakan yang signifikan guna menghindari risiko situasi di Myanmar terus bergulir menjadi sebuah "negara gagal". [em/pp]

Recommended

XS
SM
MD
LG