Tautan-tautan Akses

Protes Antikudeta Myanmar Berlangsung Lagi Setelah Pemogokan Umum


Aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Indonesia di Yangon, Myanmar, 23 Februari 2021. (Foto: VOA Biro Yangon).
Aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Indonesia di Yangon, Myanmar, 23 Februari 2021. (Foto: VOA Biro Yangon).

Para pengunjuk rasa di Myanmar ambil bagian dalam demonstrasi menentang junta militer negara itu, Selasa (23/2), meskipun jauh lebih sedikit jumlahnya daripada kehadiran besar-besaran di banyak kota sehari sebelumnya.

Kerumunan demonstran yang marah berkumpul di depan Kedutaan Besar Indonesia di Yangon menyusul laporan Jakarta sedang menggalang dukungan dari negara-negara anggota ASEAN lainnya bagi rencana yang akan membuat junta memenuhi janji menyelenggarakan pemilu baru dalam waktu satu tahun.

Para demonstran menuntut agar Indonesia menghormati hasil pemilu November lalu, yang dimenangkan dengan meyakinkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi, partainya pemimpin yang disingkirkan, Aung San Suu Kyi.

Pengunjuk rasa memamerkan plakat saat melakukan aksi protes di dekat Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Yangon, Myanmar, Selasa, 23 Februari 2021.
Pengunjuk rasa memamerkan plakat saat melakukan aksi protes di dekat Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Yangon, Myanmar, Selasa, 23 Februari 2021.

Di Jakarta, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah membantah laporan itu. Hari Selasa (23/2) ia mengatakan kepada media bahwa “itu sama sekali bukan posisi Indonesia untuk mendukung pemilu baru di Myanmar. “

Teuku mengatakan Indonesia berkonsultasi dengan sesama anggota ASEAN untuk mencapai konsensus sebelum sidang khusus mengenai situasi di Myanmar.

Demonstrasi hari Senin (22/2), ditambah dengan pemogokan hari itu, berlangsung dengan membangkang peringatan yang disiarkan hari Minggu di televisi pemerintah Myanmar, yang memperingatkan para demonstran “kini menghasut orang-orang, khususnya remaja dan para pemuda yang emosional, ke jalur konfrontasi di mana mereka akan mengalami kehilangan nyawa.”

Protes rakyat telah berlangsung di berbagai penjuru Myanmar setiap hari sejak militer menahan Suu Kyi dan para anggota lain pemerintah sipil pada 1 Februari, dengan alasan kecurangan pemilu yang meluas, Tiga orang tewas akibat protes harian itu, termasuk dua yang tewas hari Sabtu di Mandalay, seorang di antaranya remaja lelaki, sewaktu polisi dan aparat keamanan menggunakan peluru tajam dan peluru karet, gas air mata, meriam air dan katapel terhadap demonstran.

AS dan negara-negara Barat lainnya telah menuntut pembebasan Suu Kyi dan rekan-rekannya, dan meminta junta untuk memulihkan kekuasaan kepada pemerintah sipil. Pemerintahan presiden AS Joe Biden telah memberlakukan sanksi-sanksi terhadap beberapa anggota junta, dengan dua di antaranya, Jenderal Moe Myint Tun dan Panglima Angkatan Udara Jenderal Maung Maung Kyaw, masuk daftar sanksi pada hari Selasa (23/2).

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Senin (22/2) mengemukakan melalui Twitter, “AS mendukung rakyat Myanmar yang menuntut pemulihan pemerintah yang terpilih secara demokratis.” Cuitan itu juga menyatakan penetapan itu “merupakan langkah lain untuk mendorong akuntabilitas bagi para pemimpin militer yang melakukan kekerasan dan berupaya menindas kehendak rakyat.”

Koresponden VOA untuk PBB, Margaret Besheer, melaporkan juru bicara presiden Majelis Umum PBB Selasa mengumumkan bahwa majelis akan mengadakan sidang informal hari Jumat mengenai situasi di Myanmar. [uh/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG