Tautan-tautan Akses

Varian COVID-19 Inggris Diprediksi akan Melanda Seluruh Dunia


Pemerintah Inggris memasang pesan layanan kesehatan masyarakat di sebuah halte bus di tengah pandemi COVID-19 di London, Inggris, 27 Januari 2021. (REUTERS/Toby Melville)
Pemerintah Inggris memasang pesan layanan kesehatan masyarakat di sebuah halte bus di tengah pandemi COVID-19 di London, Inggris, 27 Januari 2021. (REUTERS/Toby Melville)

Seorang ilmuwan Inggris mengatakan varian virus corona yang pertama kali ditemukan di negara itu akhir tahun lalu telah “menyapu negara itu” dan “hampir pasti akan melanda seluruh dunia.”

Sharon Peacock, kepala konsorsium COVID-19 Genomics U.K, mengemukakan prediksi tersebut hari Rabu (11/2) dalam wawancara dengan BBC.

Jenis yang lebih mudah menular ini pertama kali dideteksi di Kent, Inggris Selatan, pada bulan September, dan sejak itu telah diidentifikasi di lebih dari 50 negara, termasuk AS.

Konsorsium COVID-19 Genomics U.K. melacak mutasi genetika virus corona. Peacock mengatakan vaksin-vaksin yang baru dikembangkan efektif terhadap mutasi sekarang ini, tetapi ia memperingatkan bahwa para ilmuwan akan melacak mutasi baru sedikitnya selama dekade mendatang hingga virus “bermutasi sendiri menjadi jenis yang ganas.”

Suatu penelitian baru menunjukkan steroid hirup yang biasa digunakan untuk mengobati gejala asma tampaknya akan mengurangi kebutuhan rawat inap seseorang yang terinfeksi COVID-19.

Para ilmuwan di Oxford University, Inggris, melakukan penelitian selama satu bulan terhadap 146 pasien dengan gejala awal virus corona. Separuhnya diberi obat hirup yang mengandung budesonide, sementara selebihnya menerima perawatan biasa.

Para ilmuwan mendapati mayoritas pasien yang diberi budesonide tidak hanya terhindar dari rawat inap, tetapi juga pulih lebih cepat dan memiliki lebih sedikit gejala yang tertinggal.

Penelitian yang belum mendapat penelaahan sejawat itu diluncurkan setelah para peneliti mendapat bahwa pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), secara signifikan kurang terwakili di antara pasien COVID-19 yang dirawat inap pada hari-hari awal pandemi.

Pimpinan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Dana Anak-anak PBB (UNICEF) mengimbau peningkatan produksi vaksin COVID-19 dan pendistribusian yang adil, seraya memperingatkan bahwa peluncuran vaksin global sangat tidak merata.

“Dari 128 juta dosis vaksin yang diberikan sejauh ini, lebih dari tiga perempat dari vaksinasi itu berlangsung di hanya 10 negara yang meliputi 60 persen PDB global,” kata Dirjen WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus dan Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore dalam pernyataan bersama hari Rabu. “Per hari ini, hampir 130 negara, dengan 2,5 miliar warga, belum menyuntikkan satu dosis pun.”

Jika ini berlanjut, mereka memperingatkan ini “akan menimbulkan korban jiwa dan mata pencaharian,” dan menciptakan kondisi-kondisi bagi virus untuk bermutasi dan menjadi resisten terhadap vaksin. Pemulihan ekonomi global juga akan melamban.

Seorang nakes menyiapkan dosis vaksin COVID-19 produksi Sinovac sebelum menyuntikkannya kepada seorang dokter di Jakarta, 19 Januari 2021. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)
Seorang nakes menyiapkan dosis vaksin COVID-19 produksi Sinovac sebelum menyuntikkannya kepada seorang dokter di Jakarta, 19 Januari 2021. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)

Para pejabat mendesak pemerintah negara-negara agar melihat keluar negara mereka dan menerapkan strategi vaksin yang akan mengakhiri pandemi serta membatasi kemunculan varian baru.

Mereka merekomendasikan memvaksinasi terlebih dulu petugas layanan kesehatan garis depan dan orang-orang yang rentan di seluruh dunia. Pimpinan WHO dan UNICEF dan itu juga mengimbau para produsen vaksin agar mengalokasikan pasokan terbatas mereka secara adil dan melakukan alih teknologi ke produsen-produsen lain yang dapat membantu meningkatkan pasokan global.

“COVID-19 telah menunjukkan bahwa nasib kita saling terkait,” sebut mereka. “Menang atau kalah, kita akan melakukannya bersama-sama.” [uh/ab]

XS
SM
MD
LG