Tautan-tautan Akses

Wartawan Indonesia yang Separuh Buta: ‘’Tuhan Memberi Saya Kesempatan untuk Mencari Keadilan’’


Veby Mega Indah, jurnalis asal Indonesia, saat diwawancarai Associated Press di kawasan Wan Chai, Hong Kong, 4 Desember 2019. (Foto: AP)
Veby Mega Indah, jurnalis asal Indonesia, saat diwawancarai Associated Press di kawasan Wan Chai, Hong Kong, 4 Desember 2019. (Foto: AP)

Hampir dua bulan lalu, wartawan Veby Mega Indah sedang meliput protes anti-pemerintah di Hong Kong, ketika ia merasakan sengatan tajam di bola mata kanannya.

“Saya sedang melakukan live-streaming, dan sebelum saya menyadari apa yang terjadi, saya mendengar dua letutan senjata yang sangat keras, dan saya melihat asap putih dari tangga di mana polisi berada,” ujarnya kepada VOA.

Veby lalu terjatuh. Sejumlah wartawan lain segera datang membantunya.

“Ia (seorang wartawan lain.red) memeluk saya dan kami jatuh ke lantai,” ujar Veby, yang berusia 39 tahun.

“Berkat dirinya, saya tidak mengalami cedera otak atau lainnya. Kami langsung jatuh ke lantai dan ia tetap memeluk saya. Saya tidak bisa membuka mata saya lagi. Saya tidak bisa merasakan wajah saya,” tambahnya.

Veby Mega Indah menceritakan pengalamannya kepada media (foto: dok).
Veby Mega Indah menceritakan pengalamannya kepada media (foto: dok).

Veby diyakini terkena peluru karet ketika sedang melakukan live-streaming demonstrasi dari salah satu sudut jembatan penyebrangan bagi pejalan kaki.

Rekanan editor “Suara Hong Kong News” – sebuah outlet berita bagi warga migran asal Indonesia – pada Minggu siang (29/9) itu justru menjadi bagian dari laporan demonstrasi.

Ketika berita tentang cedera yang dialaminya menarik perhatian media internasional, Veby menyadari bahwa tidak seperti ratusan atau bahkan ribuan orang yang luka-luka dalam demonstrasi itu, ia ketika tertembak sedang berada dalam posisi mendekati polisi, tanpa menghadapi risiko untuk ditangkap.

“Banyak orang yang luka-luka di Hong Kong tidak dapat melakukan apa yang saya lakukan karena jika mereka melakukannya, mereka dapat dituntut,” ujarnya.

"Jadi hal ini saya lakukan bukan untuk diri saya sendiri…Tuhan memberi saya kesempatan untuk mencari keadilan,”lanjutnya. “Jika saya tidak melakukannya, saya merasa malu terhadap diri saya sendiri.”

Proyektil yang menghantam Veby telah membuat mata kanannya tidak dapat melihat lagi.

Kota di bawah kekuasaan China itu telah diguncang aksi demonstrasi selama lebih dari enam bulan, yang sesekali bergulir menjadi aksi kekerasan, ketika para aktivis menyerukan sejmlah tuntutan, antara lain demokrasi yang lebih luas dan penyelidikan independen terhadap tindakan polisi.

Polisi, yang telah membubarkan demonstrasi dengan gas air mata dan peluru karet, mengatakan mereka telah menahan diri menghadapi terus meningkatnya aksi kekerasan.

Veby, yang belum dapat kembali bekerja, kini diwakili oleh pengacara HAM Hong Kong yang berkantor di Inggris, Michael Vidler. Suratkabar “The South China Morning Post” melaporkan Veby telah mengajukan permohonan bantuan hukum untuk membiayai kasusnya. (em/pp)

Recommended

XS
SM
MD
LG