Tautan-tautan Akses

Jelang HUT OPM, Pemerintah Indonesia Kembali Didesak


Para pendukung Organisasi Papua Merdeka (OPM) membawa bendera "Bintang Kejora" di Paniai Timur, Papua, 17 Oktober 2008. (Foto: dok).
Para pendukung Organisasi Papua Merdeka (OPM) membawa bendera "Bintang Kejora" di Paniai Timur, Papua, 17 Oktober 2008. (Foto: dok).

Setelah surat terbuka dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) tak direspons pemerintah Indonesia, kali ini menjelang HUT OPM, kelompok separatis ini kembali mengeluarkan desakan untuk pemerintah Indonesia.

Menjelang HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang jatuh pada 1 Desember mendatang, ada desakan dari kelompok separatis tersebut kepada pemerintah Indonesia. Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-OPM (TPNPB-OPM), Sebby Sambom kepada VOA mengatakan mereka meminta pemerintah Indonesia agar bersedia berunding terkait dengan hak kemerdekaan bangsa Papua.

"Kami hanya minta pengakuan oleh pemerintah kolonial Republik Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas proklamasi 1 Juli 1971, karena secara de facto dan de jure, proklamasi kami telah diakui serta pernah buka kantor perwakilan di Senegal, Afrika Barat. Kami perang dengan tujuan Indonesia harus membuka diri untuk duduk di meja perundingan dengan tim juru runding TPNPB-OPM yang di bawah mediasi PBB," kata Sebby melalui pesan singkat, Senin (11/11).

Lanjut Sebby, desakan dari OPM terhadap pemerintah Indonesia bukan hanya kali ini saja. Tahun lalu OPM telah mengirimkan surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Indonesia, Joko Widodo. Namun, pemerintah Indonesia tak merespons surat terbuka tersebut. Diketahui isi surat yang ditandatangani oleh Kepala Staf Umum TPNPB-OPM, Mayor Jenderal Teryanus Satto itu berisi pernyataan penolakan pembangunan infrastruktur di Papua Barat.

"Kami punya taktik dan strategi untuk giring Indonesia ke meja perundingan. Itu akan kami lakukan dengan mobilisasi umum untuk lawan. Kami sebut 'Revolusi Total' akan kami lakukan, tahun 2021 ke atas. Kami belum keluarkan ultimatum perang revolusi total," ucapnya.

Masih kata Sebby, TPNPB-OPM saat ini sedang berjuang untuk memperoleh pengakuan hak politik kemerdekaan bangsa Papua yaitu right to self determination (hak menentukan nasib sendiri) atas proklamasi 1 Juli 1971. Menurutnya, proklamasi tersebut menolak Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969.

"Oleh karena itu TPNPB-OPM berjuang sesuai dengan agenda, guna memperoleh kemerdekaan penuh dari tangan pemerintah kolonial Republik Indonesia," tuturnya.

Peringatan HUT OPM pada 1 Desember biasanya dirayakan di markas-markas TPNPB-OPM dengan melakukan pengibaran bendera Bintang Kejora. Sementara bagi sebagian orang Papua yang tinggal di wilayah perkotaan memperingatinya dengan cara melakukan ibadah doa disertai kegiatan diskusi atau seminar.

"Kami lakukan selama puluhan tahun dan itu akan berjalan terus. Setiap tahun kita lakukan perayaan, 1 Desember itu bukan hari proklamasi, melainkan hari di mana para tokoh Papua, dan pemerintah Belanda umumkan embrio negara. Setelah itu proklamasinya terjadi pada tanggal 1 Juli 1971, makan OPM berjuang untuk pengakuan ini," jelas Sebby.

Sementara itu, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel Cpl Eko Daryanto saat dihubungi VOA mengatakan pihaknya tidak berencana menggelar ada pengamanan secara khusus menjelang HUT OPM.

"Namun kita tetap menginstruksikan kepada seluruh jajaran untuk meningkatkan kesiapsiagaan, kewaspadaan satuan petugas yang ada di seluruh wilayah Papua. Kepada masyarakat kami mengimbau untuk tidak mudah termakan oleh isu-isu provokatif," tutur Eko.

Bukan hanya itu masyarakat di Papua juga diminta untuk menghindari wilayah rawan seperti daerah pegunungan dan kawasan yang merupakan basis OPM. Daerah rawan tersebut termasuk Kabupaten Nduga, dan distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua.

"Imbauan itu untuk mengeleminasi kerugian secara personel atau yang dapat berdampak kepada situasional yaitu terjadinya instabilitas situasi keamanan," kata Eko. [aa/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG