Tautan-tautan Akses

Gadis Kecil yang Tewas di Tahanan Imigrasi AS, Dikembalikan ke Guatemala


Warga desa, keluarga dan kerabat menyambut peti mati Jakelin Caal (7 tahun) di San Antonio Secortez, Raxruha, Guatemala, Senin (24/12).
Warga desa, keluarga dan kerabat menyambut peti mati Jakelin Caal (7 tahun) di San Antonio Secortez, Raxruha, Guatemala, Senin (24/12).

Peti mati kecil berwarna putih yang membawa jenazah Jakelin Caal (7 tahun), gadis kecil Guatemala yang meninggal ketika berada di dalam tahanan Amerika mengakhiri perjalanan sedihnya ketika tiba di rumahnya Senin subuh (24/12), yang terletak di sebuah desa kecil sekitar 354 kilometer di utara ibukota negara itu.

Warga desa menangis dan menyaksikan dengan penuh rasa ingin tahu ketika peti mati itu tiba di rumah kakek-nenek Jakelin Caal di San Antonio Secortez, di mana kerabatnya telah membuat sebuah altar kayu sederhana yang diapit dua vas yang dipenuhi bunga, foto-foto Jakelin dan sebuah pesan tulisan tangan “kami merindukanmu.”

Ibu gadis itu, Claudia Maquin, menutup kedua matanya dan merintih menahan kepedihan ketika akhirnya dapat melihat langsung jenazah putri kecilnya. Ketika kenyataan memilukan itu tak lagi dapat dihindari, ia menutup wajahnya dan menangis tersedu sedan.

Di belakang rumah itu puluhan perempuan menyiapkan tamale dan kacang, hidangan sederhana bagi mereka yang datang melayat.

Kemiskinan Picu Warga Desa Lakukan Migrasi

Kematian Jakelin ketika berada dalam tahanan Badan Patroli Perbatasan Amerika awal bulan ini suatu hal tragis yang mengingatkan akan nasib migran Amerika Tengah yang berjalan kaki melalui Meksiko untuk mencari suaka di Amerika. Mereka datang ketika warga Amerika sedang terpecah belah dengan kebijakan imigrasi Presiden Trump yang keras.

Perjalanan tragis gadis kecil itu dimulai dan berakhir di desa berpenduduk sekitar 420 orang, yang tidak memiliki jalan beraspal, aliran listrik atau air bersih. Warga desa itu mengatakan kepada Associated Press bahwa penurunan hasil panen dan kurangnya lapangan kerja beberapa tahun terakhir ini telah mendorong banyak warga desa bermigrasi.

Warga Desa Bahu-membahu Beri Sumbangan Sambut Peti Mati Jakelin

Kakek Jakelin, Domingo Caal, mengatakan keluarga mereka tidak mampu melakukan perjalanan ke ibukota untuk menjemput peti mati itu ketika tiba. Warga sekitar mengumpulkan uang dan memberikan gandum kepada keluarga yang sedang berduka itu, ketika rombongan yang membawa peti mati melintasi desa demi desa untuk mencapai tujuannya.

Jakelin dan ayahnya, Nery Gilberto Caal Cuz, melakukan perjalanan bersama sekelompok migran yang berjumlah 163 orang, yang kemudian ditangkap di dekat perbatasan New Meksiko pada 6 Desember lalu. Sang ayah menandatangani formulir berbahasa Inggris yang menyatakan bahwa Jakelin berada dalam kondisi sehat, tetapi belum jelas apakah ia memahami apa yang dinyatakan dalam formulir yang ditandatanganinya itu.

Beberapa jam kemudian, keduanya dibawa dengan sebuah bis dari pintu masuk perbatasan Antelope Wells menuju Lordsburg, yang memakan waktu sekitar 90 menit. Ketika itu, menurut pernyataan Badan Perlindungan Perbatasan dan Bea Cukai CPB, suhu tubuh Jakelin mencapai 105,7 derajat Fahrenheit – atau sekitar 40,9 derajat Celsius. Tim medis darurat berupaya membuatnya tetap sadar.

Ia diterbangkan ke sebuah rumah sakit di El Paso, Texas, di mana ia akhirnya meninggal dunia.

Kemlu Guatemala Kirim Nota Diplomatik ke Deplu AS

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Guatemala Marta Larra mengatakan pihaknya telah mengirim nota diplomatik ke Departemen Luar Negeri Amerika agar dapat memantau kasus itu dan mengetahui penyebab kematian Jakelin.

Domingo Caal mengatakan putranya, Nery Gilberto Caal Cuz, harus datang ke pengadilan pada 3 Januari nanti untuk mengetahui status migrasinya. (em)

XS
SM
MD
LG