Tautan-tautan Akses

BNPT Akan Pertemukan Mantan Teroris Dengan Korban Teror


Keluarga korban bom Bali 2002 menyalakan lilin untuk memperingati 13 tahun pemboman di Kuta, Bali, 12 Oktober 2015.
Keluarga korban bom Bali 2002 menyalakan lilin untuk memperingati 13 tahun pemboman di Kuta, Bali, 12 Oktober 2015.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memprakarsai pertemuan antara pelaku serangan teror dan korban serta kerabat korban pada 28 Februari mendatang di Jakarta.

Hal tersebut diampaikan oleh Kepala BNPT Komisaris Jenderal Suhardi Alius kepada para wartawan usai pertemuan dengan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan para tokoh umat Islam di Jakarta, Rabu (21/2).

Suhardi menambahkan pertemuan antara para pelaku terorisme dan korban-korban serangan teror itu akan digelar di Jakarta pada 28 Februari mendatang. Dia memperkirakan akan ada sekitar seratus pelaku terorisme yang hadir. Sedangkan dari pihak korban, lanjutnya, tergantung pada kerelaan mereka untuk hadir.

Dia enggan menjelaskan lebih rinci terkait apa saja yang akan dibicarakan dalam pertemuan itu.

Baca: Panglima TNI Minta Dilibatkan Dalam Revisi UU Anti-Terorisme

“(Dari pihak korban) sukarela. Ada korban yang masih bisa menerima, masih ada yang trauma. Kita nggak mau (memaksa mereka). Kita mau membangun suasana bahwa kita punya kesejukan. Dari sisi korban, jangan sampai ada korban-korban lainnya” kata Suhardi.

Namun Suhardi Alius mengaku tidak hafal siapa saja tokoh teroris yang akan hadir dalam pertemuan rekonsiliasi itu. Dia juga belum mau menyebut lokasi pertemuan, yang sudah pasti akan diadakan di Jakarta.

Suhardi menjelaskan BNPT lebih mengedepankan pendekatan lunak dalam menangani terorisme. Dia menambahkan saat ini, sebanyak 120 dari 600 mantan narapidana terorisme yang sudah dibebaskan dari lembaga pemasyarakatan, bergabung untuk bekerja sama dengan BNPT.

Seorang perempuan meletakkan karangan bunga untuk para korban pemboman hotel JW Marriott di Jakarta, 20 Juli 2009.
Seorang perempuan meletakkan karangan bunga untuk para korban pemboman hotel JW Marriott di Jakarta, 20 Juli 2009.

Suhardi menekankan isu terorisme melibatkan banyak hal. Bukan sekadar ideologi tapi juga ada hubungannya dengan masalah pendidikan dan ekonomi. Oleh karena itu, dia melanjutkan, dalam penanganan terorisme di Indonesia, BNPT mengajak 36 kementerian dan lembaga pemerintah terkait.

Dia menegaskan program deradikalisasi bukan hanya dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan, namun mesti pula dilakukan setelah mereka bebas. Dia meyakini kalau para mantan narapidana terorisme itu diasingkan atau dipinggirkan, potensi mereka untuk kembali menjadi teroris sangat besar.

Karena itu pula, Suhardi mengimbau masyarakat agar memberikan kesempatan bagi para mantan narapidana terorisme untuk berubah dan menjalani kehidupan normal seperti warga lainnya.

Baca: Pemerintah Perlu Evaluasi Program Deradikalisasi di Lapas

Sudirman Thalib, salah seorang korban pengeboman di Kedutaan Australia 2004, yang juga Wakil Ketua Umum Yayasan Penyintas Indonesia, mengatakan psikologi korban harus diperhatikan. Kata Sudirman, tidak semua korban mampu bertemu dengan mantan pelaku.

"Jangan sampai akan tumbuh masalah baru terhadap korban. Saya khawatir dengan bertemu mantan pelaku, korban akan makin sakit. Dia bisa saja menganggap siap, tetapi pada saat bertemu dia belum tentu siap. Makanya prosesnya harus diperhatikan benar-benar," ujar Sudirman.

Terdakwa pembuat bom panci, Dian Yulia Novi, tengah, diapit oleh suaminya Nur Solihin, kanan, dan perekrutnya Tutin dalam persidangan di Pengadilan Jakarta Timur, 23 Agustus 2017.
Terdakwa pembuat bom panci, Dian Yulia Novi, tengah, diapit oleh suaminya Nur Solihin, kanan, dan perekrutnya Tutin dalam persidangan di Pengadilan Jakarta Timur, 23 Agustus 2017.

​Pengamat Terorisme dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib menilai baik pertemuan tersebut. Pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat terkait pertemuan itu tambahnya bahwa damai itu indah.

Meski demikian, dia menilai, hal itu tidak menyelesaikan akar masalah dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Menurut Ridlwan, yang menjadi akar masalah adalah para teroris yang telah dipenjara tidak mau meninggalkan latar belakang ideologi kekerasan yang mereka miliki. Mereka berjumlah 50 orang yang tersebar di sejumlah penjara di Indonesia.

Para teroris ini bisa mengader orang di penjara dan merekrut orang-orang yang sebelumnya adalah pelaku kriminal biasa, kata Ridlwan. Orang-orang rekrutan baru ini akan diberi doktrin-doktrin pertobatan tentang surga dan neraka, kata dia menambahkan.

"Mereka bisa menjadi kader teroris baru yang dikader dari dalam penjara. Saya meyakini mereka yang mau ketemu dengan korban adalah mereka yang memang tidak ada masalah, mereka yang memang sudah baik-baik saja," kata Ridlwan. "Jadi hanya semacam mengirim pesan saja bahwa perdamaian itu penting, indah. Tetapi kemudian ini tidak akan bermanfaat secara taktikal dan strategi pada problem real pemberantasan terorisme di Indonesia. Problem real adalah mereka yang tidak mau terima itu," kata dia.

Ridlwan Habib menambahkan BNPT harus memikirkan terobosan agar 50 orang tersebut mau membuka diri dan mau diajak berdialog. (fw/lt)

BNPT Akan Pertemukan Mantan Teroris Dengan Korban
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:04:19 0:00

Recommended

XS
SM
MD
LG