Tautan-tautan Akses

Angka Kebutaan Tinggi, Indonesia Bentuk Asosiasi Dokter Mata


Banyak kasus kebutaan di Indonesia yang sebenarnya bisa dicegah (Foto: R. Teja Wulan/ VOA Indonesian)
Banyak kasus kebutaan di Indonesia yang sebenarnya bisa dicegah (Foto: R. Teja Wulan/ VOA Indonesian)

Angka kebutaan di Indonesia masih cukup tinggi. Sebagian besar kebutaan disebabkan oleh katarak yang tidak hanya menyerang orang lanjut usia atau dewasa, namun juga anak-anak. Selain menghambat aktivitas, kebutaan juga menjadi salah satu penyebab kemiskinan.

Angka kebutaan di Indonesia masih cukup tinggi, khususnya di Jawa Barat. Salah satu upaya memberantas kebutaan itu, Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung pun membentuk Asosiasi Dokter Mata Indonesia, bersamaan dengan peringatan World Sight Day 2014, yang jatuh pada 9 Oktober kemarin.

Direktur Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, Hikmat Wangsaatmadja, SpM, Mkes, MM mengatakan, secara nasional jumlah kebutaan mencapai 1,5% dari total penduduk. Namun di Jawa Barat angka kebutaan ini di bawah rata-rata nasional, yakni 1,1% atau sekitar 480.000 orang. Jumlah pengidap di atas satu persen ini dapat dikatakan tinggi.

Padahal sebenarnya kasus kebutaan merupakan hal yang bisa dicegah. Presentase kesembuhannya bahkan bisa mencapai 60% sampai 80%. Sehingga menurut Hikmat, kasus tingginya angka kebutaan ini bukan lagi hanya masalah kesehatan tapi sudah mencakup masalah sosial.

“Masih banyak ketidaktahuan dari yang sakitnya untuk datang memeriksakan diri, untuk datang mau berobat. Kita berantas kebutaan ini untuk menghilangkan kemiskinan, karena orang buta tidak sekolah. Tidak bekerja ya miskin,” kata dr. Hikmat Wangsaatmadja.

Penyebab tertinggi kebutaan di Indonesia adalah katarak. Penyebab kebutaan lainnya yaitu infeksi, kelainan refraksi, gangguan retina, dan glaucoma. Pada umumnya kelainan mata terjadi dengan sendirinya. Meskipun ada faktor lain seperti genetik, makanan, dan lainnya. Misalnya katarak. Kini katarak tidak hanya menyerang orang lanjut usia dan orang dewasa, namun juga anak-anak, bahkan bayi juga bisa terserang katarak. Namun katarak masih bisa disembuhkan. Hanya saja pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai penyakit katarak ini masih sangat minim.

“Kurang dari tiga meter untuk melihat kurang itu sebetulnya sudah masuk kriteria buta menurut WHO. Jadi bukan hanya yang gelap sama sekali, bukan itu. Tapi yang penglihatannya kurang dari tiga meter itu sudah bisa dikatakan buta.” kata dr. Mayasari Wahyu Kuntorini, SpM, Dokter Spesialis Mata.

Seorang penderita katarak, yang juga seorang buruh tani asal Majalaya, Kabupaten Bandung, Yani mengatakan, sebelumnya ia tidak tahu jika katarak bisa disembuhkan. Namun setelah mendapat penyuluhan dari relawan penyuluh Pusat Mata Nasional, Yani akhirnya menjalani operasi katarak di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung secara gratis.

“Dulu waktu sebelum umur 30-an kenanya (katarak), masih agak muda lah. Pertamanya (mata) yang kanan kena katarak, yang kirinya menyusul, kata Yani.

Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo terus berupaya mendidik warga untuk melakukan tindakan preventif dan memberikan penyadaran mengenai kebutaan. Selain itu, para petugas kesehatan di level yang bersentuhan dengan masyarakat, seperti puskesmas juga harus melakukan penyuluhan. Karena masalah kebutaan sudah masuk ke dalam ranah masalah sosial, sehingga harus dibentuk suatu komisi kebutaan.

Pentukan asosiasi mata ini diikuti oleh delapan rumah sakit mata di Indonesia, yaitu dari Jakarta, Surabaya, Bali, Yogyakarta, Bandung, dan Makassar. Asosiasi ini akan fokus mengatasi kebutaan yang terjadi di Indonesia.

XS
SM
MD
LG