Tautan-tautan Akses

Perempuan Buruh Gendong Pasar Induk Giwangan Yogya Tidak Mampu Beli Kue Lebaran


Buruh gendong Suratmi dan Rubiah di Pasar Giwangan Yogyakarta (VOA/Munarsih Sahana)
Buruh gendong Suratmi dan Rubiah di Pasar Giwangan Yogyakarta (VOA/Munarsih Sahana)

Bagi para perempuan buruh gendong di pasar induk buah dan sayuran Giwangan Yogyakarta, Lebaran tahun ini harus rela tidak mengenakan baju baru atau menyiapkan kue Lebaran karena pendapatan mereka yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Suratmi, 41 tahun, ibu dari 3 anak asal Purworejo Jawa Tengah sudah bekerja sebagai buruh gendong di Pasar Induk buah dan sayuran Giwangan Yogyakarta selama 3 tahun. Suratmi yang menumpang tinggal di rumah sewa kakaknya di Yoyakarta, pagi buta setelah sholat Shubuh sudah mulai bekerja menggendong buah-buahan yang dibongkar dari truk milik pedagang besar untuk para pedagang eceran, dan baru selesai petang hari selepas Maghrib.

Lebaran tahun ini ia rela tidak mengenakan baju baru dan membeli kue lebaran karena uang yang ia dapatkan dengan susah payah ditambah hutang kiri-kanan harus dikumpulkan untuk biaya pendidikan anaknya yang diterima kuliah di Universitas Negeri Semarang.

Situasi yang sama dihadapi oleh Sumari, ibu 3 anak yang sudah 19 tahun menjadi buruh gendong yang harus melunasi uang pendaftaran ulang salahsatu anaknya yang naik ke kelas 2 Sekolah Menengah Kejuruan, SMK. Ia mulai bekerja sekitar pukul 3 sore dan baru selesai tengah malam. Pagi hari ia sudah harus keliling pasar untuk mengambil upah gendongan dari sejumlah pedagang. Ia menerima 2-ribu rupiah untuk setiap muatan dipunggungnya yang bisa mencapai berat 50 kilogram.

Itulah sebabnya, meski bekerja keras, uang yang ia hasilkan, ditambah penghasilan suami yang bekerja sebagai buruh serabutan tidak pernah cukup untuk menutup kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk ber-Lebaran.

Sementara itu Rubiyah, 47 tahun asal Bantul, ibu dari 4 anak, pendapatannya sebagai buruh gendong sayuran menurun selama bulan Ramadhan. Menurut Rubiyah, banyak keluarga tidak berbelanja sayuran dan hanya membeli sayur jadi di warung sebagai penyebab turunnya penghasilannya.

Salah satu anaknya berkebutuhan khusus menyebabkan suaminya harus meluangkan waktu lebih banyak untuk mengurusnya. Lebaran tahun lalu ia sakit, karena itu ia gembira Lebaran tahun ini sehat dan bisa membeli kue sekedarnya dari uang pinjaman.

Menurut Umi Asih, pendamping dari Yayasan Anisa Swasti (Yasanti) Yogyakarta, para buruh gendong umumnya mencukupi kebutuhan hidup dari cara gali lubang tutup lubang atau meminjam uang uang untuk menutupi hutang. Sejak peristiwa gempa besar Yogyakarta 2006, Yasanti mendampingi mereka. Di pasar Giwangan terdapat sekitar 120 buruh gendong yang menjadi anggota paguyuban Guyup Rukun dan membantu mereka melalui usaha simpan pinjam uang.

Atas bantuan berbagai pihak kini mereka memiliki bilik singgah di area pasar, dan tiap bulan para buruh gendong juga mendapatkan beragam kursus ketrampilan termasuk membaca dan menulis.

Recommended

XS
SM
MD
LG