Terapkan PPKM Darurat, Pemerintah Targetkan Kasus Harian COVID-19 Turun di Bawah 10 Ribu

Spanduk pelaksanaan PPKM Mikro di Jakarta. (Foto: VOA/Indra)

Pemerintah berharap kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat bisa menekan angka kasus harian COVID-19 sampai di bawah 10.000.

Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menargetkan kebijakan PPKM Darurat yang berlaku dari tanggal 3 hingga 20 Juli di Jawa dan Bali bisa menurunkan kasus positif harian corona sampai di bawah 10 ribu. Adapun jumlah kasus positif baru corona pada1 Juli mencapai 24.836, sehingga menjadikan kasus kumulatif COVID-19 di tanah air menembus 2,2 juta dengan 253.826 kasus aktif.

“Kita berharap dengan waktu itu, kita bisa menurunkan (kasus) sampai di bawah 10.000 atau mendekati 10.000,” kata Luhut dalam telekonferensi pers, di Jakarta, Kamis (1/7).

Ia menjelaskan, lonjakan kasus positif COVID-19 memang sangat tinggi dalam beberapa waktu terakhir ini. Angka keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) di ruang isolasi dan ICU bagi pasien corona di rumah sakit lebih besar dibandingkan pasca liburan Natal dan Tahun Baru lalu.

Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan dalam telekonferensi pers di Jakarta, Kamis (1/7) menargetkan PPKM Darurat bisa turun kasus harian covid di bawah 10.000 kasus. (Foto: VOA)

Maka dari itu, pihaknya telah menyusun 14 aturan implementasi dalam PPKM Darurat ini yang diharapkan dapat dijalankan oleh seluruh elemen masyarakat. Aturan-aturan tersebut, diantaranya, mewajibkan sektor non esensial untuk mempekerjakan 100 persen pegawainya rumah atau working from home (WFH). Sektor esensial dapat mewajibkan 50 persen pekerjanya bekerja di kantor atau working from office (WFO) dengan protokol kesehatan yang ketat, sementara sektor kritikal dapat mengharuskan 100 persen pekerjanya bekerja di kantor dengan protokol kesehatan yang juga ketat.

Cakupan sektor esensial meliputi keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi, dan komunikasi. Sektor kritikal meliputi energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya.

Kegiatan belajar mengajar juga masih dilakukan secara daring, sementara untuk supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari dibatasi operasionalnya sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung maksimal 50 persen.

Your browser doesn’t support HTML5

Terapkan PPKM Darurat, Pemerintah Targetkan Kasus Harian COVID-19 Turun di Bawah 10 Ribu

“Kegiatan pada pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan ditutup sementara. Jadi mall tidak ada yang buka sampai tanggal 20 Juli,” tegas Luhut.

Restoran atau rumah makan, ujarnya, untuk sementara waktu tidak melayani makan ditempat, namun masih bisa menawarkan layanan pengiriman (delivery service). Tempat ibadah dan fasilitas umum seperti taman dan tempat wisata juga ditutup untuk sementara.

Pelaku perjalanan yang menggunakan moda transportasi jarak jauh, seperti pesawat, bis dan kereta api,harus menunjukkan kartu vaksin. Hasil tes negatif PCR minimal dua hari sebelum keberangkatan diwajibkan untuk penerbangan dengan pesawat, sementara tes negatif swab antigen H min 1 diwajibkan untuk moda transportasi jarak jauh lainnya.

Petugas Palang Merah Indonesia menyemprotkan cairan disinfektan di kawasan Daan Mogot di tengah lonjakan kasus COVID-19 di Jakarta, Rabu, 30 Juni 2021. (Foto: Willy Kurniawan/Reuters)

Menurut Luhut, daerah yang tidak termasuk ke dalam kawasan pelaksanaan PPKM Darurat, akan tetap memberlakukan PPKM Mikro, terutama pada daerah yang termasuk ke dalam kategori zona merah. Ia juga menekankan, para kepala daerah berhak melarang segala bentuk kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan orang banyak. Ia menegaskan, bagi kepala daerah yang tidak patuh terhadap kebijakan PPKM Darurat ini, akan dikenai sanksi.

“Dalam hal gubernur, bupati dan walikota, yang tidak melaksanakan ketentuan pengetatan aktivitas masyarakat selama periode PPKM darurat dikenakan sanksi administrasi, berupa teguran tertulis dua kali berturut-turut, sampai dengan pemberhentian sementara sebagaimana diatur dalam pasal 68 ayat 1 UU no 23 tahun 2014, tentang pemerintah daerah,” ujar Luhut.

Dalam kesempatan ini, Luhut mengatakan bahwa pemerintah akan kembali meluncurkan bantuan sosial kepada masyarakat yang membutuhkan sebagai kompensasi i diberlakukannya kebijakan tersebut. Namun, ia tidak menjelaskan dengan seksama bentuk bansos apakah yang akan diterima oleh masyarakat nantinya.

BACA JUGA: Redam Lonjakan COVID-19, Jokowi Berlakukan PPKM Darurat 3-20 Juli

“Presiden memberikan instruksi ini bukan sekedar untuk penanganan COVID-19, tapi juga penanganan khususnya rakyat bawah atau marjinal supaya mereka penderitaannya jangan bertambah-tambah. Jadi, jangan sampai rakyat menderita berkelanjutan. Oleh karena itu tadi kita sudah rapat mengenai bansos. Karena jujur kita tidak tidak pernah memprediksi setelah Juni ini, terjadi lonjakan lagi, jadi banyak ketidaktahuan kita mengenai COVID-19, dan ternyata setelah Juni kenaikannya luar biasa. Oleh karena itu, kami sepakat bansos akan digulirkan lagi. Jadi tadi Ibu Risma, Ibu Menkeu, Gubernur BI , dan sudah sepakat untuk kita bantu lagi,” katanya.

Kemenkes Perkuat Strategi Penanganan Pandemi
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya akan memperkuat strategi penanganan pandemi terutama dalam hal testing dan tracing, hingga empat kali lipat dari sebelumnya.

Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya akan meningkatkan testing dan tracing hingga empat kali lipat di dalam kebijakan PPKM Darurat (Foto: VOA)

“Jadi kita bisa harapkan mungkin dari sekitar saat ini 100 ribuan, bisa naik sampai 500 ribu testing per hari. Kita sudah memberikan guidance sesuai dengan WHO standar, kalau positivity rate di bawah lima persen, hanya 1 per 1.000 per minggu, kalau 5-15 persen 5 per 1.000 per minggu, dan seterusnya. Jadi banyak daerah-daerah , klaster-klaster yang sudah tinggi positivity rate-nya, kita harus naikkan itu sampai 15 kali lipat atau 15 tes per 1.000 populasi per minggu,” jelas Budi.

Menurutnya, prioritas testing juga akan diperbaiki yakni untuk testing epidemiologi di mana pihaknya akan melacak seseorang yang dinyatakan sebagai suspek dan yang mempunyai kontak erat dengan pasien positif.

Lanjutnya, pihak Kemenkes akan melakukan beberapa intervensi kepada rumah sakit yang tingkat BOR-nya sudah tinggi, yakni dengan memastikan yang di rawat di rumah sakit adalah pasien COVID-19 dengan gejala sedang hingga berat dan kritis. Ia menekankan kepada pasien positif yang merupakan orang tanpa gejala (OTG) atau gejala ringan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing, atau dirawat di isolasi terpusat seperti di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta.

Seorang pasien COVID-19 sedang menerima oksigen di tenda gawat darurat di sebuah rumah sakit di Jakarta, Kamis, 24 Juni 2021. (Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/Reuters)

“Kemudian untuk daerah-daerah seperti Jakarta yang tekanannya sangat tinggi sehingga banyak sekali orang yang diisolasi mandiri, kita akan segera mengeluarkan aturan mengenai telemedicine. Sehingga baik RS, layanan lainnya yang nanti akan kita tentukan, bisa melakukan layanan secara telemedicine untuk orang-orang yang isolasi mandiri, termasuk pemberian paket obatnya, sehingga orang yang terkena, dia tidak bisa akses RS, dia bisa dilayani tetap dengan dokter dan diberikan obat. Nanti dokternya akan mengecek statusnya sehingga bisa diarahkan kapan yang bersangkutan harus masuk ke RS, atau tidak,” terangnya.

Percepatan Vaksinasi

Pemerintah pun terus menggenjot pelaksanaan program vaksinasi massal COVID-19. Budi menjelaskan sebanyak 50 persen dari setiap kedatangan vaksin akan diarahkan kepada wilayah-wilayah yang termasuk ke dalam PPKM Darurat, dan zona merah. Hingga hari ini, kata Budi, setidaknya pemerintah sudah menyuntikan sebanyak 43 juta dosis vaksin untuk 30 juta orang.

Vaksinasi COVID-19 Sinovac di Rumah Sakit Adam Malik di Medan, Sumatera Utara, Indonesia, Rabu, 30 Juni 2021. (AP)

“Kita sudah tembus dua kali suntikan di atas 1 juta (per hari). Yaitu di hari Sabtu kemarin 1,4 juta, dan di kemarin tembus 1 juta. Sehingga diharapkan percepatan vaksinasi ini bisa dilakukan terutama sesuai dengan arahan Pak menko di lokasi-lokasi yang merah yang PPKM darurat diterapkan,” tuturnya.

Ahli: PPKM Darurat Diprediksi Tidak Efektif

Kepada VOA, Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan kebijakan PPKM Darurat belum mencerminkan respons terhadap situasi yang sudah sangat darurat dalam masa pandemi ini. Jika melihat kepada aturan pengetatan ini, menurutnya tidak berbeda jauh dengan aturan yang ada sebelumnya. Ia mencontohkan kebijakan WFO seharusnya hanya diberlakukan untuk sektor kritikal tanpa terkecuali.

Epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

“Makanya saya sampaikan prediksi saya kemarin bahwa kalau seperti saat ini responnya dan masuk ke PPKM darurat, kita akan menghadapi lebih dari 200 ribu -500 ribu kasus per hari puncaknya. Ya tentunya Indonesia kalau tes cuma segini ya tidak akan bisa mendeteksi. Tapi, di masyarakat terjadi, dan kematian bisa sampai 2.000 per hari. Dan yang menjadi masalah di Indonesia adalah kalau kita meresponnya masih sama, kemudian di PPKM darurat ini “3T” nya ya masih normatif, ya kita tidak bisa menghindari puncak yang akan semakin membuat orang panik, meluluh lantahkan sistem kesehatan,” ujar Dicky kepada VOA.

Lanjutnya, untuk mengurangi beban di fasilitas kesehatan, seharusnya kebijakan PSBB yang sangat ketat tanpa modifikasi diperluas cakupannya, dan diberlakukan minimal selama satu bulan. Apabila mobilitas masyarakat masih tinggi, potensi kenaikan kasus tidak bisa dihindari, yang bisa berdampak tidak baik bagi sistem pelayanan kesehatan di tanah air. Ia menekankan, kombinasi strategi dalam penanganan pandemi yakni penguatan testing, tracing, isolasi, karantina, vaksinasi dan karantina wilayah atau lockdown seharusnya bisa dilakukan oleh pemerintah saat ini.

“Jadi kalau PPKM darurat tanpa pembatasan pergerakan atau pun interaksi manusia ya itu namanya bukan darurat, ya biasa saja. Artinya peningkatan kasus seperti yang diprediksi, akan terjadi dengan puncak di akhir Juli yang sangat tinggi, dengan periode yang panjang sampai September dan ini akan memakan banyak korban jiwa. Harusnya ada respon yang lebih kuat,” pungkasnya. [gi/ab]