Sejak Pandemi, KDRT Meningkat di Belasan Kota di AS 

Foto ilustrasi iklan stop kekerasan terhadap perempuan. (Foto: Tijana Bosnjakov/Pexels)

Satu hasil kajian baru mengkonfirmasi laporan terkait kekerasan dalam rumah tangga di sedikitnya 14 kota di AS menunjukkan peningkatan tajam sejak pandemi Covid-19.

“Semua orang selalu mengatakan, 'oh, kenapa korbannya tidak pergi saja?' Tanpa disadari, para korban 'menyukai' perlakuan tersebut Kenyataannya, kekerasan rumah tangga itu menjadi sebuah siklus.”

Demikian ungkapan yang dirasakannya, seorang korban kekerasan dalam rumah tangga. Lebih lanjut ditambahkan bahwa ia bagai hidup dengan bom waktu.

“Pada akhirnya saya sampai pada titik di mana saya merasa, jika saya tidak keluar dari pernikahan ini maka dalam waktu setahun saya juga akan mati baik karena dibunuh suami, saya mungkin bunuh diri, atau saya merasa hidup dalam situasi yang begitu tertekan sehingga saya akan mengidap kanker atau penyakit semacam itu," katanya tanpa mau namanya disebut untuk alasan keamanan.

Itu situasi sebelum pandemi. Perempuan itu bekerja sebagai karyawan tetap di kantor. Kesempatan untuk ke kantor, bertatap muka dengan sejumlah teman dan kerabat, membantunya keluar dari bahaya kekerasan tersebut.

Sekarang, di tengah pandemi Covid-19, semakin sulit bagi para korban kekerasan rumah tangga untuk dapat bebas dari ancaman tersebut.

Foto ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Foto: Tumisu/Pixabay)

“Kami mengamati, lebih banyak pelaku kekerasan menjadikan Covid sebagai strategi untuk menguasai dan mengendalikan korban. Jadi, mereka tidak akan membiarkan korbannya pergi meninggalkan rumah. Mereka juga mengancam: 'kalau kamu pergi, kamu tidak boleh pulang karena kamu akan tertular Covid.' Atau, dengan tegas, pelaku melarang korban keluar," kata Amanda Katz dari Jewish Coalation Against Domestic Abuse.

Direktur Montgomery County Family Justice Center, Thomas Manion, mengatakan situasi para korban yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga semakin membahayakan. Ia melihat semakin banyak kasus pencekikan dan penggunaan senjata api maupun senjata lain.

“Kami perhatikan, kami melayani korban dengan jumlah yang sama, namun kini situasinya jauh lebih berbahaya," katanya.

Sedikitnya 14 kota telah mengalami peningkatan laporan kekerasan dalam rumah tangga, menurut tim peneliti.

BACA JUGA: Perempuan Kenya Laporkan Lebih Banyak Pelecehan Selama Covid-19

Emily Leslie, seorang ekonom dari Brigham Young University, membandingkan jumlah telepon ke polisi selama tahun 2020 dengan jumlah telepon selama tahun 2019.

“Kenaikan sekitar 7,5% terjadi selama bulan Maret, April dan Mei 2020. Kami temukan sebagian besar wilayah dan kebanyakan kelompok berdasarkan ras dan jumlah pendapatan memiliki dampak yang hampir sama. Data yang terkumpul membuktikan peningkatan besar dalam rumah tangga yang baru," katanya.

Yang lebih mengkhawatirkan bagi sejumlah petugas adalah para korban, terutama anak di bawah umur, tidak dapat mencari bantuan. Hal tersebut dikemukakan Debbie Feinstein dari bagian khusus penanganan korban di Montgomery County, Maryland.

“Anak-anak yang seharusnya bersekolah dan kemungkinan melaporkan apa yang terjadi dalam rumah mereka, sekarang belajar secara online. Jadi, tidak ada kesempatan berbicara dengan pihak sekolah yang dapat dipercaya dan memberitahu apa yang mereka hadapi atau alami di rumah," kata Debbie.

Namun demikian, bantuan tetap ada.

BACA JUGA: Kasus Perkosaan dan Kekerasan Seksual di Nigeria Naik Selama Lockdown Covid-19

Ada layanan telepon bagi para korban. Mereka bisa meminta perlindungan kepada pihak berwenang. Kelompok terapis seperti Doorways bisa dihubungi secara online.

“Kami mengupayakan rencana keselamatan untuk mengidentifikasi faktor pemicu kekerasan dan keluar dari tempat yang tidak aman. Jika mereka melihat pasangan mulai marah, dan ketika itu berada di dapur, segera keluar dari sana karena di sana mungkin ada senjata," kata Natalie Wade dari Doorways for Women and Families.

Salah seorang korban yang selamat mengungkapkan ada peluang untuk pulih. Namun, membutuhkan keberanian dan kesabaran untuk keluar dari siklus yang penuh kekerasan.

“KDRT dapat menghancurkan jiwa. Membuat kita tidak percaya diri. Yang ingin saya sampaikan adalah bersikap baiklah pada diri sendiri. Jangan pernah berpikir ada yang salah pada diri kita jika keluar tiga bulan lalu, dan kita tidak berbahagia. Perlu waktu yang sangat lama. Saya masih dalam proses pemulihan, seperti halnya kita semua.” [mg/ka]