Erdogan: Brenton Tarrant Tak Ada Bedanya dengan Teroris ISIS

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam kampanye di Istanbul, 19 Maret 2019.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, pembantaian massal Jumat lalu di dua masjid Selandia Baru tidak ada kaitannya dengan ajaran Kristen dan pelakunya tidak berbeda dengan teroris ISIS.

"Saya menolak gagasan yang mencoba menghubungkan serangan teroris pekan lalu dengan ajaran, moral dan prinsip dasar agama Kristen,” kata politisi Muslim itu dalam kolom opininya yang dimuat surat kabar The Washington Post, Rabu (20/3).

"Apa yang terjadi di Selandia Baru adalah produk menyesatkan dari ketidakperdulian dan kebencian.”

Pihak berwenang mengatakan, Brenton Tarrant, warga Australia pendukung supremasi kulit putih yang menjadi tersangka pembunuh 50 orang di dua masjid di Christchurch, tampaknya memiliki ketertarikan pada Islam dan perang-perang bersejarah Islam dan Kristen.

Mereka mengatakan, beberapa bulan sebelum melangsungkan serangan, Tarrant mengunjungi beberapa lokasi perang Kekasairan Ottoman atau Turki tempo dulu di Eropa. Nama-nama beberapa perang antara Muslim dan pengikut ajaran Kristen di Eropa Timur antara abad ke-14 dan abad ke-20 tertulis di magasin-magasin senapannya. Dalam manifesto online-nya, Tarrant mengecam para imigran di negara-negara Barat dan menyerukan pembalasan terhadap Muslim.

Erdogan menuduh Tarrant yang berusia 28 tahun, yang mengunjungi Turki dua kali pada 2016, berusaha melegitimasi pandangannya yang keliru dengan mendistorsi sejarah dunia dan ajaran Kristen. Ia menambahkan, Tarrant berusah menanamkan benih kebencian di kalangan umat manusia.

Presiden Turki itu mengatakan, Tarrant dan ISIS memiliki tujuan sama, yakni menundukkan Istanbul. ISIS, tulisnya, menyerukan untuk kembali menundukkan Istanbul, seperti halnya penyerang di Christchurch, yang dalam manifestonya bersumpah akan menjadikan kota itu kembali dikuasai Kristen.

Erdogan mengatakan ia dan para pemimpin Muslim lain bertekad melawan "segala upaya teroris untuk membajak agama kami" setelah serangan ISIS, tetapi "Islamofobia dan xenophobia, di antara praktik-praktik lain yang tidak sesuai nilai-nilai liberal, dibiarkan di Eropa dan bagian lain dunia Barat. Kita tidak bisa membiarkan ini lagi."

Menurut Erdogan, negara-negara Barat kini "bertanggung jawab khusus" setelah pembantaian Christchurch, mengimbau mereka "menolak normalisasi rasisme, xenophobia, dan Islamophobia, yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir."

Erdogan juga memuji Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern karena mendesak pemimpin Barat agar "merangkul Muslim yang tinggal di negara mereka masing-masing." [ab/ka]