Presiden Berhentikan Akil Mochtar sebagai Ketua MK

Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar berpose setelah upacara pengukuhan dirinya (20/8).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono resmi memberhentikan Akil Mochtar dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konsitusi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberhentikan sementara Akil Mochtar sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, menyusul penetapan status tersangka dan penahanan terhadap Akil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap penanganan perkara pemilihan kepala daerah di Kalimantan dan Banten.

Usai rapat konsultasi dengan para pemimpin lembaga tinggi negara di Istana Negara Jakarta, Sabtu (5/10), Presiden Yudhoyono mengatakan pemberhentian sementara Akil Mochtar sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi ini sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Untuk diketahui oleh rakyat Indonesia, saya dengan kewenangan yang saya miliki telah memberhentikan sementara saudara Akil Mochtar dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Dan ini saya lakukan dengan ketentuan dan mekanisme yang berlaku,” ujarnya.

Presiden Yudhoyono juga menyampaikan lima butir hasil pertemuan dengan pimpinan lembaga negara yang disebutnya sebagai agenda penyelamatan Mahkamah Konstitusi, salah satunya adalah menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) untuk diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat.

“Perpu antara lain akan mengatur persyaratan, aturan dan mekanisme seleksi dan pemilihan hakim konstitusi. Ini penting. Sesuai semangat yang ada dalam UUD 1945 maka, materi atau substansi perpu ini perlu mendapatkan masukan dari tiga pihak, Presiden sendiri, DPR dan MA, karena dalam UUD sebenarnya yang diberikan kewenangan hakim MK adalah DPR, presiden dan MA,” ujarnya.

“Oleh karena itu, kalau kita mau menata perpu menjadi undang-undang maka tiga pihak inilah yang bertanggungjawab. Saya berharap bila perpu ini diberlakukan, kemudian dilakukan kajian yudisial di MK sendiri, kemudian dibatalkan atau di gugurkan, maka tidak ada yang bisa dilakukan koreksi dan perbaikan.”

Perpu ini, tambah Presiden, juga akan diisi aturan tentang pengawasan terhadap proses peradilan di Mahkamah Konstitusi. Presiden juga menekankan perlunya ada audit di internal MK oleh lembaga yang berwenang.

Praktisi hukum tata negara Refly Harun menyambut baik langkah penyelamatan MK oleh Presiden, khususnya pemberhentian sementara Akil Mochtar sebagai ketua MK. Ia menyarankan agar perpu yang tengah disusun oleh pemerintah ini bisa kembali menghidupkan kembali Komisi Yudisial untuk dapat melakukan pengawasan hakim-hakim konstitusi.

“Jadi perpu tersebut salah satunya mengatur tentang pengawasan hakim MK oleh Komisi Yudisial. Tapi ini lebih pada sebuah mekanisme eksternal dimana pihak-pihak yang misalnya ingin melaporkan perilaku menyimpang hakim konstitusi bisa memiliki sarana atau media untuk melaporkan,” ujarnya.

“Kalau yang ada saat ini, jika kita menemukan perilaku menyimpang saat ini kita melaporkannya ke MK itu sendiri. Kalau istilahnya ya jeruk makan jeruk. Karena itu kita membutuhkan mekanisme eksternal. Kita sudah mempunyai lembaga pengawas hakim yang namanya komisi yudisial. Jadi saya kira tinggal difungsikan saja.”

Akil Mochtar ditahan di rumah tahanan KPK sejak tertangkap tangan pada Rabu (2/10). Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan di Lebak, Banten.