Pemerintah Setujui Proyek Perlindungan Hutan

Foto udara hutan di Kalimantan Timur (foto: dok).

Pemerintah Indonesia menyetujui proyek perlindungan hutan pertama dengan skema penjualan kredit karbon, untuk hutan di Kalimantan.
Pemerintah Indonesia pada Rabu (5/12) menyetujui proyek konservasi hutan hujan seluas Singapura dan menghadiahi investor kredit karbon yang dapat diperdagangkan, sesuatu hal yang baru di negara ini.

Digodok selama empat tahun, proyek Penyelamatan Keanekaragaman Hayati Rimba Raya akan melindungi lahan seluas hampir 800.000 hektar, sebagian besar merupakan hutan rawa gambut yang kaya karbon dan berisiko dibabat menjadi perkebunan kelapa sawit.

Raksasa energi Rusia Gazprom dan perusahaan asuransi Jerman Allianz mendukung proyek ini, yang pertama di dunia untuk rawa gambut.

Seorang pejabat senior dari Indonesia mengemukakan persetujuan tersebut di sela-sela konferensi iklim PBB di Doha, Qatar. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan telah menandatangani surat pekan lalu yang menyatakan bahwa proyek tersebut telah lolos semua langkah kunci.

“Kami harap proyek-proyek seperti Rimba Raya akan membuka jalan untuk membuktikan bahwa konservasi dapat mengatasi kebutuhan pembangunan masyarakat pedesaan sambil melindungi hutan untuk generasi mendatang,” ujar Hasan dalam pernyataan tertulis.

Indonesia memiliki sepertiga dari hutan tropis dunia, namun luasnya terus berkurang karena dipakai bercocok tanam untuk menghasilkan makanan, serta oleh penebangan kayu dan pertambangan.

Dengan menyelamatkan hutan dan mengunci karbon yang memanaskan Bumi, para investor seperti Gazprom akan menerima kredit karbon yang dapat dijual untuk keuntungan atau dipakai untuk memotong emisi sendiri. Uang dari penjualan kredit juga dapat dipakai mendanai proyek kesejahteraan.

Wilayah proyek tersebut ada di Kalimantan Tengah. Rimba Raya adalah bagian dari skema yang dipimpin yang disebut pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD). Tujuannya untuk menunjukkan bahwa hutan dapat membayar dirinya sendiri dan bersaing dengan perusahaan kelapa sawit, pertambangan dan kayu yang berkuasa.

“Ini langkah kecil namun signifikan untuk berkontribusi pada upaya pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dan menunjukkan bahwa volue kredit karbon hutan yang lebih besar dapat dijual untuk pembeli yang kredibel,” ujar Andrew Wardell, direktur program kehutanan dan pemerintahan pada Pusat Riset Kehutanan Internasional (CIFOR).

Namun ia mengatakan proyek-proyek REDD masih mahal untuk dikembangkan dan divalidasi.

Untuk periode 30 tahun, Rimba Raya akan menghasilkan sekitar 104 juta kredit, masing-masing mewakili satu ton karbon. Secara total, itu sama dengan US$390 juta atau $650 juta berdasarkan tarif karbon REDD saat ini. (Reuters/David Fogarty)