Pakar: Untuk Perkuat Toleransi, FKUB Perlu Perpres

Sekelompok orang berunjuk rasa menolak diskusi buku Ahmadiyah di Bandung, Januari 2019, dengan pengawalan ketat kepolisian. (Foto: VOA/Rio Tuasikal)

Setara Institute mendorong terbitnya peraturan presiden (Perpres) untuk memperkuat status Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Dengan Perpres, FKUB diharapkan lebih kokoh dalam upaya pemajuan toleransi.

FKUB dibentuk pada 2006 atas peraturan bersama menteri (PBM) menteri agama dan menteri dalam negeri.

Menurut Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, dasar hukum itu tidak terlalu kuat. Akibatnya, dukungan pemerintah di tiap daerah pada FKUB berbeda-beda.

“Semua tergantung pada pimpinan daerah. Kalau pimpinan daerahnya emmang mendukung dan ingin menjaga kemajemukan, tentu saja dia akan mendukung FKUB,” ujarnya usai diskusi di Jakarta, Minggu (24/11) sore.

Setara Institute dalam tiga tahun terakhir bekerjasama dengan FKUB dan kelompok sipil di 10 kota untuk memajukan toleransi. Berdasarkan evaluasi bersama, tugas FKUB tidak sebanding dengan dukungan anggaran dan peningkatan kapasitas anggota FKUB.

Your browser doesn’t support HTML5

Pakar: Untuk Perkuat Toleransi, FKUB Perlu Perpres

Karena itu, Bonar meminta FKUB naik kelas dengan Perpres. “Karena selama ini kan dasar hukumnya dianggap lemah oleh teman-teman FKUB. Karena itu lah pemerintah daerah tidak sungguh-sungguh mendukung,” tambahnya.

Setara meminta pemerintah mengucurkan pendanaan yang memadai dan berkelanjutan. Selain itu, pemerintah perlu memperkuat kapasitas anggota FKUB dalam mediasi dan resolusi konflik.

Dukungan Pemerintah Dorong FKUB Melesat

Dukungan pemerintah dirasakan krusial bagi FKUB, ujar Noor Rofiq, Ketua FKUB Kota Salatiga, Jawa Tengah. Noor mengatakan, anggaran pemerintah mengantarkan kota itu ke posisi puncak Indeks Kota Toleran (IKT) beberapa tahun terakhir.

Setiap tahunnya, pemkot Salatiga mengucurkan 200 juta Rupiah untuk FKUB menjalankan kegiatan seperti karnaval lintas-etnis dan bakti sosial.

Bahkan, ujar Rofiq, FKUB mengajukan Pesona Wisata Religi Salatiga senilai 70 miliar.

“Itu pemerintah sangat antusias sekali. Dan kami juga mendorong agar Salatiga yang tidak punya tempat wisata ini punya tempat untuk wisata,” terangnya kepada VOA dalam kesempatan yang sama.

Puluhan siswa-siswi peserta tur berkunjung ke GKP Kampung Sawah, Selasa (30/4) siang. Mereka mengunjungi lima rumah ibadah dan mengenal ajaran agama yang berbeda dalam wisata toleransi. (Foto: VOA/Rio Tuasikal)

FKUB juga mengusulkan pendirian perpustakaan agama-agama dunia.

“Agar supaya peneliti-peneliti khususnya di Indonesia yang berkaitan dengan agama bisa meneliti di Salatiga. Dan ini merupakan satu lompatan dari FKUB Salatiga agar bisa dikenal secara nasional maupun internasional,” tambahnya lagi.

Investasi besar itu diharapkan mendorong roda ekonomi Salatiga, yang semakin dikenal masyarakat sebagai kota toleran.

“Pesona Wisata Religi ini jelas otomatis lingkungan, UMKM bergerak, hotel-hotel bergerak, kuliner-kulinernya juga bergerak, otomatis itu,” katanya berharap.

FKUB Didorong Berantas Radikalisme

Ketua FKUB Kota Salatiga, Jawa Tengah, Noor Rofiq mengatakan, dukungan dari pemerintah sangat penting. Kota Salatiga berada di posisi puncak Indeks Kota Toleran (IKT) beberapa tahun terakhir. (Foto: VOA/Rio Tuasikal)

Dengan status baru, FKUB diharapkan bisa turut mencegah radikalisme. Sekretaris Yayasan Satu Keadilan, Syamsul Alam Agus, meminta forum itu aktif dalam pencegahan di tingkat akar rumput.
“Apalagi dalam konteks ini kita mendorong bagaimana FKUB juga bisa menjadi bagian dari agenda deradikalisasi,” ujar dia.

Selama ini FKUB bertugas mencegah intoleransi sementara isu radikalisme menjadi tanggung jawab Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Namun studi Setara Institute menunjukkan bahwa intoleransi adalah tahap awal sebelum radikalisme dan terorisme. [rt/ab]