Konferensi Iklim PBB di Durban Berlangsung di Luar Jadwal

  • Gabe Joselin

Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim di Durban berlangsung melebihi waktu yang sudah ditetapkan (10/12).

Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim di Durban, Afrika Selatan berlangsung melebihi waktu yang sudah ditetapkan, sewaktu para delegasi yang bertemu hari Sabtu berupaya mencapai kesepakatan mengenai beberapa hal untuk mengatasi perubahan iklim.

Para perunding yang mewakili hampir 200 negara bekerja sepanjang malam sampai dini hari Sabtu, berharap bisa meninggalkan Durban dengan mencapai kesepakatan kuat.

Di antara isu-isu utama yang dibahas adalah apakah mereka akan menerima komitmen mengenai perpanjangan Protokol Kyoto yang akan diberlakukan sedikitnya lima tahun. Protokol Kyoto merupakan perjanjian yang diberlakukan tahun 2007 yang secara hukum mengikat negara-negara dalam pengurangan emisi.

Usul yang sekarang sedang dipertimbangkan adalah memperpanjang periode pemberlakuan Protokol Kyoto, apabila, sebagai imbalan, Amerika, Tiongkok, dan negara-negara besar lainnya yang tidak menandatangani perjanjian itu, setuju untuk merundingkan penggantian kesepakatan untuk mengurangi emisi setelah tahun 2020.

Tetapi, walaupun kesepakatan itu bisa dicapai di Durban, sebagian pengamat mengatakan syarat-syarat perjanjian itu masih belum cukup untuk mengatasi perubahan iklim.

Alden Meyer dari Union of Concerned Scientists mengatakan, “Baik memang membahas perjanjian-perjanjian jangka panjang pasca-2020. Itu sangat penting dan kami mendukungnya. Kami ingin mendapat keputusan mengenai bagaimana melakukan proses untuk melakukan itu. Kami juga membutuhkan proses jangka pendek untuk meningkatkan sasaran yang hendak dicapai bersama, baik oleh negara-negara maju maupun berkembang, agar benar-benar meningkatkan upaya untuk mencapai apa yang disebut kesenjangan gigaton, yang merupakan kesenjangan antara pengurangan emisi yang kami usulkan dengan yang harus dilakukan agar peningkatan suhu tetap di bawah dua derajad.”

Dua derajad Celcius adalah angka, yang menurut para ilmuwan, apabila dilampaui bisa membuat sistem kehidupan Bumi mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.

Isu besar lainnya adalah membentuk Green Climate Fund, untuk menyediakan dana bagi proyek-proyek lingkungan di negara-negara berkembang.

Negara-negara mengalami kesulitan menyepakati tentang sumber-sumber pendanaan apa yang akan digunakan bagi badan itu, dan tentang aspek-aspek teknik lainnya.

Harjeet Singh dari ActionAid mengatakan kelihatannya kecil kemungkinan untuk membentuk badan itu sebelum konferensi perubahan iklim mendatang di Qatar.

Singh mengatakan Amerika, yang telah meminta agar perusahaan-perusahaan swasta bisa mendapat bantuan dari dana itu, adalah penyebab utama tertundanya pembentukan badan itu.

Waktu hampir habis bagi kesepakatan untuk mengatasi perubahan iklim, dan banyak menteri lingkungan yang terlibat dalam pertemuan itu telah bertolak kembali ke negara masing-masing.

Sebagian petugas di pusat konfrensi diminta agar bersedia lagi bekerja pada hari Minggu, karena perundingan masih belum usai.