Komnas HAM akan Selidiki Temuan Kerangka Manusia di Aceh

Ratusan warga masyarakat di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Timur menyaksikan proses penggalian pada tanggal 17 Juli 2012 yang terletak sekitar 1 kilometer dari jalan lintas Bireuen – Takengon Km 77 (foto dokumentasi: KontraS Aceh).

Komnas HAM memastikan untuk segera melakukan investigasi atas temuan kerangka manusia yang diduga korban konflik Aceh semasa operasi darurat militer di Aceh.
Warga Desa Bumi Ayu, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah Aceh Timur sekitar akhir bulan lalu, dihebohkan dengan temuan kerangka manusia. Temuan tulang belulang manusia itu diduga adalah korban konflik Aceh semasa operasi Daerah Operasi Militer (DOM) atau operasi darurat militer.

Komnas HAM memastikan untuk segera melakukan investigasi. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Destika Gilang Lestari kepada VOA menjelaskan, ada lima kerangka manusia yang ditemukan dalam kondisi terikat. Penggalian itu dilakukan oleh keluarga korban.

"Ada sekitar lima kerangka mayat yang ditemukan disana. Jadi keluarga korban menganggap itu adalah keluarga mereka," ungkap Destika Gilang Lestari. "Memang dalam penggalian itu tidak ada pihak yang berwenang misalnya pihak kepolisian, pihak ahli forensik, Komnas HAM itu gak ada, hanya digali oleh keluarga korban. Yang di dapat itu ada ikatan tali di tangannya. Ada juga yang badannya tidak menyatu dengan kepalanya," lanjutnya.

Destika Gilang Lestari menambahkan temuan ini sudah dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Sebelumnya Kontras pernah pula melaporkan temuan penggalian sejak 2005, sekitar 60 kerangka manusia. Umumnya menurut Destika, penggalian tersebut menemukan tiga hingga lima kerangka manusia berada dalam satu lubang.

Warga menemukan tulang belulang manusia yang diduga milik para korban penghilangan secara paksa pada masa operasi Daerah Operasi Militer (DOM) di provinsi Aceh (foto dokumentasi: Kontras Aceh).

Komnas HAM tengah mempelajari temuan kerangka manusia ini. Wakil ketua Komnas HAM Ridha Saleh mengatakan akan mengupayakan investigasi lapangan sesegera mungkin dari Komnas HAM.

"Kami akan melihat surat KontraS Aceh, mempelajari dan mengkomunikasikan dengan perwakilan kami yang ada disana. Dan meminta mereka untuk segera melakukan investigasi laporan yang disampaikan oleh Kontras, atas beberapa mayat yang ditemukan akibat konflik," kata Ridha Saleh.

Peneliti Senior Imparsial Otto Syamsudin Ishak mengatakan agak sulit untuk mengungkap kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Karena dalam perjanjian MOU Helsinki, hal itu tidak tercantum, kecuali, hal itu diselesaikan melalui prosedur Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

"Kalau kita perhatikan dalam MOU Helsinki, pengungkapan kebenaran untuk pelanggaran HAM di masa lalu ditutup. Jadi memang tidak ada didalam item MOU Helsinki masalah (terkait) pelanggaran HAM masa lalu (yang) diselesaikan. Kecuali melalui prosedur KKR yang menempel pada KKR nasional," jelas Otto Syamsudin Ishak.

Sementara itu, Direktur Solusi Untuk Negeri (SUN) Institute Andrianto menilai perlu adanya rasa keadilan untuk semua pihak dalam penyelesaian masalah pelanggaran HAM di Aceh.

"Rasa keadilan itu harus dapat menyentuh siapapun. Bisa menyentuh dari pihak TNI atau Polri, bisa juga menyentuh dari pihak ex-GAM. Jika tidak ada penyelesaian secara hukum, ini akan menimbulkan preseden yang tidak baik kedepannya. Akibatnya citra kita dimata international akan berkurang dengan sendirinya," kata Andrianto.

Menurut pengamat intelijen Wawan Purwanto, penyelidikkan seputar hal ini tetap harus dilakukan, tanpa merusak perdamaian yang sudah berjalan di Aceh.

"Kita tentu tidak ingin ini masalah lantas menggugurkan upaya damai yang ada. Tapi tetap sebagai koridor acuan bahwa pelanggaran-pelanggaran tetap harus diteliti, tanpa harus menghancurkan yang sudah dibangun bersama yaitu perdamaian di Aceh," ungkap Wawan Purwanto.