Jokowi Kecewa Stimulus Penanganan Covid-19 Baru Terserap 19 Persen

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. (Foto: Setpres RI)

Pemerintah menggelontorkan dana ratusan triliun rupiah untuk mengatasi pandemi. Namun, ternyata anggaran baru terserap 19 persen. Apa hambatannya?

Presiden Joko Widodo menginstruksikan percepatan penyerapan stimulus yang digelontorkan untuk penanganan Covid-19. Pasalnya, setelah berbulan-bulan, anggaran tersebut baru terserap 19 persen.

“Mengenai penyerapan stimulus penanganan Covid ini masih belum optimal dan kecepatannya masih kurang. Ini perlu data terakhir yang saya terima tanggal 22 Juli dari total stimulus penanganan Covid yaitu sebesar Rp695 triliun, yang terealisasi baru Rp136 triliun. Artinya baru 19 persen. Sekali lagi baru 19 persen,” ujarnya dalam Rapat Terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (27/7).

Ia menjelaskan penyerapan stimulus untuk perlindungan sosial 38 persen, untuk UMKM 25 persen, dan untuk sektor kesehatan tujuh persen. Penyerapan stimulus untuk sektoral dan pemerintah daerah tercatat 6,5 persen, sementara insentif untuk dunia usaha baru 13 persen.

Mantan Wali Kota Solo ini berharap, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), bisa membuat terobosan untuk menyelesaikan permasalahan ini.

“Saya ingatkan kalau masalahnya ada di regulasi, di administrasi segera dilihat betul. Kalau memang regulasi, ya revisi regulasi itu agar ada percepatan. Lakukan shortcut, lakukan perbaikan dan jangan sampai ada yang namanya ego sectoral, ego daerah-daerah. Saya kira penting sekali ini segera diselesaikan sehingga aura dalam menangani krisis ini betul-betul ada betul,” jelasnya.

Aura Krisis Jangan Sampai Hilang

Jokowi kembali mengingatkan kepada semua pihak agar serius dalam menangani krisis pandemi ini. Menurutnya, hal tersebut harus dilakukan setidaknya sampai vaksin untuk virus corona yang efektif ditemukan. Ia tidak ingin aura dan semangat dalam menangani permasalahan ini menjadi kendor.

“Kasus Global sudah mencapai 15,8 juta dengan angka kematian 640.000. di Amerika Serikat sendiri sudah mencapai 4,2 juta, di Brazil 2,3 juta, di India 1,4 juta. Oleh sebab itu hati-hati, hati-hati betul jangan sampai aura krisis itu sudah hilang, semangat menangani krisis ini hilang atau turun,” paparnya.

Dengan jumlah kasus positif yang setiap harinya meningkat, Jokowi menginstruksikan kepada semua pihak untuk bisa mengendalikan laju kasus, serta menekan angka kematian dan meningkatkan angka kesembuhan.

Komite Siapkan Lima Tema Kebijakan Tangani Corona

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Airlangga Hartarto mengatakan pihaknya telah membuat lima tema kebijakan guna mengatasi dampak pandemi di Indonesia.

Tema kebijakan tersebut adalah "Indonesia Aman, Indonesia Sehat, Indonesia Berdaya, Indonesia Tumbuh, dan Indonesia Bekerja."

Indonesia Aman, kata Airlangga yaitu sebuah kebijakan untuk melindungi masyarakat dari Covid-19, seperti adanya akselerasi dan perluasan tes PCR serta melakukan karantina dengan baik.

“Mempersiapkan masyarakat aman dalam menghadapi Pilkada untuk 270 daerah di tahun 2020 ini dan juga persiapan untuk pendistribusian obat-obatan vaksin antibodi dalam satu tahun ke depan,” ungkap Airlangga.

Indonesia Sehat, menurutnya, adalah melakukan reformasi dalam pelayanan kesehatan berbasis gotong royong, sementara Indonesia Berdaya adalah mendorong penyaluran bansos, program padat karya. Kartu prakerja, subsidi gaji dan kredit modal kerja serta penjaminan pemerintah dengan prioritas UMKM.

Indonesia Tumbuh, imbuh Airlangga, adalah program untuk meningkatkan tambahan penerimaan negara, sedangkan Indonesia Bekerja adalah upaya pemerintah untuk melakukan penyerapan tenaga kerja, terutama untuk mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Your browser doesn’t support HTML5

Jokowi Kecewa Stimulus Penanganan Covid-19 Baru Terserap 19 Persen

Kapan Puncak Corona di Indonesia?

Kasus positif Covid-19 di Tanah Air menembus 100.000 per hari ini. Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan puncak corona belum bisa diprediksi, dikarenakan jumlah kasus harian masih bergerak fluktuatif.

“Kenapa Indonesia belum sampai puncak? Sampai hari ini kita juga belum tahu kapan puncaknya akan tiba karena melihat perkembangan, ada daerah yang mengalami penurunan dan ada daerah yang alami peningkatan. Ini fluktuatif," ujar Doni.

Kenaikan kasus, imbuh Doni masih diakibatkan ketidakdisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Maka dari itu, sesuai instruksi dari Presiden Jokowi, pihaknya akan melakukan pendekatan berbasis komunitas di masyarakat guna mengatasi hal ini.

“Kami telah melaporkan ke Bapak Presiden dan juga telah ditugaskan tentang prioritas perubahan perilaku melalui program sosialisasi dan komunikasi yang lebih efektif. Oleh karenanya, Satgas Penanganan Covid-19 ini akan meningkatkan kolaborasi pentahelix berbasis komunitas dengan menitikberatkan peran tokoh di daerah, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, termasuk pelibatan antropolog, sosiolog, dan juga psikolog yang diprioritaskan kepada delapan provinsi," jelas Doni.

Untuk kesekian kalinya, Doni kembali mengingatkan masyarakat bahwa Covid-19 merupakan ancaman nyata yang telah merenggut banyak nyawa. Ia meminta semua pihak agar tetap waspada dan tidak lengah sedikit pun.

“Covid ini adalah ancaman yang nyata, suatu virus yang membahayakan. Dalam berbagai kesempatan saya sering mengatakan Covid ibarat malaikat pencabut nyawa. Korban di seluruh dunia sudah lebih dari 600.000 orang, semua harus sadar ini bukan konspirasi, bukan rekayasa. Sejarah flu Spanyol harus jadi pelajaran,” paparnya. [gi/ab]