Indonesia Deportasi 3 Wartawan Perancis

Wilayah Karubaga, Tolikara, Papua (foto: Wikipedia untuk ilustrasi)

Indonesia mendeportasi dua orang wartawan Perancis karena melakukan pelanggaran visa ketika membuat video dokumenter di provinsi Papua, kata seorang pejabat hari Minggu (19/3).

Kedua wartawan itu, Jean Frank Pierre dan Basile Marie Longhamp, dipulangkan hari Jumat melalui bandara Mozes Kilangin di Timika, kata juru bicara kantor imigrasi Agung Sampurno.

Keduanya sedang mengerjakan proyek "The Explorers," mengenai alam, kebudayaan dan hal-hal lain di beberapa lokasi provinsi Papua, yang terkenal atas keanekaragaman flora dan faunanya dan cadangan besar pertambangan serta gerakan separatisme yang memanas di kalangan penduduk asli dan wartawan asing menghadapi pembatasan ketika bekerja di sana.

Sampurno mengatakan kedua wartawan Perancis itu mempunyai visa biasa tanpa dokumen yang diperlukan dari lembaga-lembaga terkait.

Ia mengutip kepala imigrasi setempat Jesaya Samuel Enock mengatakan kegiatan wartawan itu wajar, karena mereka disponsori oleh maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia, tetapi mereka telah mulai bekerja pekan lalu ketika surat-surat yang mereka perlukan masih diproses. Enock mengatakan mereka dilarang masuk ke Indonesia selama 6 bulan mendatang.

Media setempat melaporkan Pierre dan Longhamp dibawa ke tahanan ketika mereka hendak mengambil gambar Cartenz dengan menggunakan helikopter sewaan. Mereka juga berencana mengambil gambar-gambar di lokasi provinsi tetangganya Papua Barat.

Fablo Maria Lopezs Costa dari Aliansi Jurnalis Independen mengecam deportasi mereka karena bertentangan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo yang mengizinkan wartawan asing meliput provinsi itu.

Pierre dan Longhamp adalah kelompok ketiga wartawan Perancis yang dideportasi atau dihukum atas liputan illegal di Papua sejak tahun 2010.

Dua orang wartawan TV ditahan tahun 2014 atas pelanggaran visa turis dan dijatuhi hukuman penjara dua setengah bulan atas laporan illegal dari Papua. Tahun 2010, dua orang wartawan ditahan, lalu dideportasi setelah merekam video demonstrasi hak asasi oleh kira-kira 100 orang mahasiswa.

Wartawan asing dilarang pada waktu itu membuat laporan dari Papua kecuali mereka mendapat izin pemerintah. [gp]