Desak Penuntasan Gangguan Keamanan di Poso, Warga Kirim Surat Kepada Jokowi

  • Yoanes Litha

Prosesi ibadah pemakaman untuk empat warga yang dibunuh kelompok MIT di Balai Desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Rabu, 12 Mei 2021. (Foto: Yoanes Litha)

Sekelompok tokoh masyarakat Tampo (Tanah) Lore Kabupaten Poso Sulawesi Tengah mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk mendesak penyelesaian masalah gangguan keamanan oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur.

Sahir Sampeali, perwakilan masyarakat Tampo Lore, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah mengatakan pihaknya mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk mendesak pemerintah agar menyelesaikan masalah gangguan keamanan yang mendera wilayah Poso selama 22 tahun terakhir.

“Kita (kami) mengambil kesimpulan berdasarkan keinginan semua masyarakat yang ada di Tampo (tanah) Lore. Kan situasi dan kondisi di Kabupaten Poso ini sudah berjalan sekitar 22 tahun dan kelihatannya sampai saat ini tidak ada jalan keluar untuk masa depan seluruh masyarakat yang ada di Kabupaten Poso,” kata Sahir Sampeali kepada VOA saat dihubungi dari Palu, Senin (17/5)

Dalam peristiwa terbaru, empat warga desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur,Selasa (11/5) dibunuh oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Peristiwa itu terjadi hanya berselang enam bulan setelah kelompok itu membunuh empat petani di desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi di akhir November 2020 silam.

Isi tuntutan surat terbuka dari Perwakilan Masyarakat Tampo (tanah) Lore yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. (Foto: istimewa)

Dalam surat yang dibacakan dalam sidang paripurna di gedung DPRD Poso pada Senin (17/5) itu, mereka juga meminta Jokowi untuk memberikan jaminan sosial dan pemberdayaan ekonomi demi kelangsungan hidup seluruh masyarakat yang bermukim dan bertani di sekitar kawasan gunung biru. Sampai saat ini, masyarakat tidak dapat beraktivitas karena situasi yang tidak aman.

“Kemudian yang keempat meminta kepada Bapak Presiden untuk memberikan santunan duka dan jaminan sosial bagi para keluarga korban tragedi kemanusiaan di tanah Poso,” kata Sahir Sampeali.

Tak Beri Rasa Aman

Adriani Badra, Direktur Celebes Institute di Sulawesi Tengah, kepada VOA mengatakan surat terbuka untuk Jokowi itu menggambarkan kegelisahan masyarakat yang terlalu lama hidup dalam ketakutan. Rangkaian operasi keamanan yang digelar di Poso tidak menjadi jaminan keamanan dan masyakarat terus menjadi korban.

Sejak MIT diburu karena membunuh empat petani di Lembantongoa, Kabupaten Sigi, pada akhir November 2020, ada harapan Satgas Madago Raya bisa segera menangkap kelompok itu. Namun, MIT kembali beraksi dengan membunuh empat petani kopi di Lore Timur.

Aktivitas Personel TNI POLRI di Pos Komando Taktis Satgas Operasi Madago Raya di desa Tokorondo, Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Selasa (12/1/2021). Foto : Yoanes Litha

“Terus, masyarakat diminta menjadi supporting system, memberikan informasi, memberikan ini, itu. Lho, jaminannya mana dulu?. Jaminan rasa amannya masyarakat beraktivitas karena kelompok ini bergerak terus di wilayah-wilayah yang menjadi sasaran mereka bisa mendapatkan logistik bahan makanan dengan mudah dan cepat,” kata Adriani, Selasa (18/5).

Celebes Institute sejak 2011 fokus pada program rehabilitasi dan reintegrasi atau penyatuan kembali mantan narapidana teroris kembali ke tengah masyarakat.

Your browser doesn’t support HTML5

Desak Penuntasan Gangguan Keamanan di Poso, Warga Kirim Surat Kepada Jokowi

Muhaimin Yunus Hadi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, berpendapat sudah saatnya TNI terlibat secara penuh untuk memburu MIT yang bergerak secara gerilya di hutan pegunungan di Poso, Sigi dan Parigi Moutong.

Muhaimin mencontohkan keberhasilan Satgas Tinombala dari personel Batalyon 515 Raider Kostrad, menyergap dan menewaskan pemimpin MIT, Santoso, pada Juli 2016.

“TNI yang miliki pengetahuan itu. Artinya, mereka (TNI.red) ada namanya antigerilya. Kan mereka (MIT) gerilya ini, itu harus dilawan dengan antigerilya,” kata Muhaimin Yunus Hadi. Menurutnya, jumlah personel TNI-POLRI dalam operasi itu perlu ditambah.

Dia menegaskan pihak berwenang harus berupaya serius untuk memastikan tidak akan ada lagi warga yang menjadi korban pembunuhan oleh kelompok MIT.

“Kalau mereka serius sebagai pengamanan negara, mereka itu pastinya sudah mendapatkan dari lalu para DPO (Daftar Pencarian Orang) itu, tapi sekarang apa? Alat-alat sudah canggih. Mana hasilnya?” tegas Yunus Hadi, anggota DPRD Sulteng dari daerah pemilihan Kabupaten Poso itu.

Buru Kelompok MIT

Wakil Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigjen Pol Hery Santoso mengungkapkan operasi keamanan Madago Raya 2021 masih melakukan pengejaran terhadap kelompok MIT Poso.

Personel Brimob yang sedang berjaga di sekitar lingkungan Pos Komando Taktis Satgas Operasi Madago Raya di desa Tokorondo, Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (23/12/2020) Foto : Yoanes Litha

“Kami mohon doa dan dukungannya, agar pengejaran kali ini bisa berhasil,” ujar Hery Santoso dalam kegiatan penyerahan bantuan kepada keluarga korban kekerasan kelompok terorisme di Desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso di Polda Sulawesi Tengah, Selasa (18/5).

Madago Raya merupakan nama sandi operasi baru yang digunakan Polri sejak 1 Januari 2021 menggantikan Tinombala yang digunakan sejak 10 Januari 2016. Dalam catatan VOA, operasi Madago Raya merupakan nama sandi operasi ke-11 yang digelar di Poso sejak 2013. [yl/ft]