Anggota DPR Ingatkan Pemerintah Soal Revisi UU Narkotika

Jumlah narapidana banyak yang melebihi kapasitas di berbagai lapas dan rutan di seluruh Indonesia (foto: Antara).

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani mengingatkan pemerintah tentang rencana revisi Undang-Undang Narkotika terkait kelebihan penghuni di Lapas-lapas.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan pemerintah dan DPR telah menyepakati revisi Undang-undang Narkotika menjadi inisiatif pemerintah. Kesepatan tersebut dilakukan ketika menyusun Program Legislasi nasional 2020-2024. Kata dia, DPR sejauh ini masih memegang kesepakatan tersebut terkait revisi Undang-Undang Narkotika.

"Tetapi kami di Komisi III telah mengingatkan Pemerintah, jika memang sulit untuk bisa mendapatkan cara pandang yang sama di antara kementerian dan lembaga pemerintah terkait, maka biarkan DPR saja yang melakukan inisiasi," jelas Arsul kepada VOA, Senin (20/9/2021).

Your browser doesn’t support HTML5

Anggota DPR Ingatkan Pemerintah Soal Revisi UU Narkotika

Arsul menambahkan terdapat sejumlah poin yang akan menjadi pembahasan revisi Undang-undang Narkotika. Antara lain penegasan bahwa pengguna narkoba akan direhabilitasi bukan dipidana penjara. Menurutnya, revisi ini akan menjadi salah satu solusi atas kelebihan penghuni di lapas-lapas Indonesia. Selain itu, Arsul berpandangan pemerintah juga perlu memberikan amnesti terhadap pengguna narkoba dan kejahatan ringan untuk mengatasi persoalan Lapas.

Lapas 1 Tangerang mengalami kebakaran pada 8 September 2021 pukul 01.45 wib. Setidaknya 41 warga binaan lapas dinyatakan meninggal dunia akibat insiden ini. (Foto: VOA/Indra Yoga)

"Hemat saya, pemerintah perlu melakukan amnesti umum terhadap terpidana pengguna narkoba dan para pelaku kejahatan ringan yang bisa dibicarakan dulu di DPR," tambahnya.

Pada lain kesempatan, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Reynhard Silitonga mengatakan rata-rata Lapas di Indonesia mengalami kelebihan penghuni hingga 102 persen. Sebagian besar merupakan narapidana kasus narkotika atau sekitar 135 ribu di seluruh Lapas Indonesia. "Dari Perkara narkotika ini arus masuknya banyak, sedangkan arus keluarnya sedikit," tutur Reynhard Silitonga.

Seorang pria keluar dari lapas setelah dibebaskan karena kekhawatiran penularan COVID-19 di Lhoknga, Aceh, 6 April 2020. (Foto: AFP)

Reynhard Silitonga mencontohkan salah satu kesulitan narapidana narkotika bebas yaitu adanya kendala Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam aturan tersebut, narapidana narkotika dengan hukuman lima tahun penjara ke atas tidak memiliki hak mendapat remisi. Hal ini berbeda dengan narapidana kasus pembunuhan yang tetap mendapat remisi meskipun dihukum 15 tahun penjara asalkan berkelakuan baik.

Reynhard mendukung opsi lain di luar pemenjaraan untuk mengurangi kelebihan penghuni Lapas, antara lain dengan pidana sosial dan denda.

Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu. (Foto: Erasmus)

Sementara itu Direktur Eksekutif Institut for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menyoroti perang terhadap narkotika yang berlebihan oleh pemerintah. Kebijakan ini memicu pemenjaraan terhadap para pengguna narkoba. Ini kemudian diperparah dengan minimnya penggunaan pidana alternatif oleh aparat hukum.

"Pada saat Presiden Joko Widodo 2014 mendukung perang terhadap narkotika. Angka pemenjaraan kita itu meningkat tajam dari 2014. Jadi overcrowding itu sudah bertahun-tahun," kata Erasmus.

BACA JUGA: Kurangi Kelebihan Narapidana, Pemerintah Didorong Berikan Amnesti Kepada Pengguna Narkotika

Erasmus mendorong pemerintah merevisi PP tentang Hak Warga Binaan khusus pada materi narkotika. Ia beralasan pemberian remisi bagi narapidana narkotika yang diputus di atas lima tahun penjara dengan sejumlah syarat sulit dipenuhi.

ICJR juga mendorong percepatan revisi UU Narkotika dengan menjamin adanya perlindungan dan pendekatan kesehatan bagi penggunaan narkotika. Caranya yaitu dengan tidak mempidana pengguna narkotika dan aparat penegak hukum fokus pada peredaran gelap narkotika atau bandar.

BACA JUGA: Kebakaran di Lapas Tangerang, ICJR Kembali Soroti Kelebihan Penghuni

Awal September (8/9) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten terbakar. Peristiwa ini mengakibatkan 41 orang tewas dan 81 luka-luka. Di antara korban tewas terdapat dua warga negara asing, yang berasal dari Portugal dan Afrika Selatan.

Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per Agustus 2021 menyebutkan jumlah penghuni Lapas di Indonesia mencapai 266.514, sementara kapasitas total hanya mencapai 135.561 penghuni. [sm/lt]