Tautan-tautan Akses

Kewirausahaan Salah Satu Cara Lawan Jihad


Mohamed Zied el Harizi (tengah), 37, pengangguran dari kota Kasserine, membaca koran di tengah protes dekat Kementerian Pelatihan Kejuruan dan Tenaga Kerja, menuntut lapangan pekerjaan, di Tunis, Tunisia (1/4).
Mohamed Zied el Harizi (tengah), 37, pengangguran dari kota Kasserine, membaca koran di tengah protes dekat Kementerian Pelatihan Kejuruan dan Tenaga Kerja, menuntut lapangan pekerjaan, di Tunis, Tunisia (1/4).

Dorongan dan investasi dalam perusahaan startup dan wirausahawan di daerah-daerah bermasalah dapat memberikan alternatif terhadap radikalisasi grup teror seperti ISIS.

Tunisia secara luas disebut sebagai satu-satunya "kisah sukses" dari pergolakan dunia Arab tahun 2011.

Tapi jika kita bertanya kepada para milenial negara itu, mereka akan mengatakan bahwa kemiskinan dan tingkat pengangguran sama buruknya dengan situasi di bulan Desember 2010, ketika Mohamed Bouazizi, seorang pedagang sayur berusia 26 tahun, membakar dirinya dan memicu pemberontakan di seluruh negeri.

Situasi terutama suram di bagian tengah dan selatan Tunisia, wilayah yang disebut sebagai "​titik panas" untuk perekrutan teroris; sekitar 7.000 pemuda Tunisia telah bergabung dengan kelompok Negara Islam (ISIS).

Namun beberapa anak muda Tunisia menyelesaikan masalah itu dengan tangannya sendiri.

Para anggota bekerja di Cogite, sebuah kantor bersama di ibukota Tunis.
Para anggota bekerja di Cogite, sebuah kantor bersama di ibukota Tunis.

Cogite, dari Bahasa Perancis yang berarti "berpikir" atau "merenung," merupakan ruang kantor bersama untuk umum yang pertama di Tunisia.

Terletak di sebuah vila di ibukota Tunis, tempat ini memberikan wirausahawan akses untuk meja, internet, ruang rapat dan peluang untuk berjejaring dan berbagi ide.

'Tunisia adalah Startup'

“Dalam beberapa hal, seluruh Tunisia merupakan sebuah perusahaan baru (startup)," ujar salah satu pendiri Cogite, Houssem Aoudi. “Anak-anak muda telah beralih dari kebergantungan pada pekerjaan-pekerjaan pemerintahan selama berpuluh tahun untuk membangun bisnis baru. Mereka paham peluang untuk berkembang hanya ada pada diri mereka sendiri."

Cogite mengorganisir lokakarya dan acara budaya dan baru-baru ini bermitra dengan Mercy Corps untuk meluncurkan Cogite Direction Sud (“Selatan”) untuk memupuk kewirausahaan di bagian selatan Tunisia, tempat ISIS bercokol kuat diantara anak-anak muda.

"Bayangkan Anda berusia 25 tahun tanpa pekerjaan, tanpa kepercayaan diri. Tidak ada bioskop, tidak ada musik di jalan. Lalu ada ISIS, yang menawarkan semua hal yang kita gagal tawarkan pada anak-anak muda ini," ujarnya.

ISIS menawarkan anak-anak muda mimpi yang lebih baik, ujar Aoudi, menambahkan, "Kita wajib memberi mereka mimpi baru."

Para peserta berdiskusi mengenai kewirausahaan dan peluang bisnis di Medenine, Tunisia, dalam sebuah lokakarya tiga hari yang diorganisir Cogite CoWorking Project (21/2).
Para peserta berdiskusi mengenai kewirausahaan dan peluang bisnis di Medenine, Tunisia, dalam sebuah lokakarya tiga hari yang diorganisir Cogite CoWorking Project (21/2).

Hal ini bukan hanya masalah Tunisia saja. Para milenial di mana pun rentan.

"Saya terguncang sehari setelah serangan-serangan di Paris, mencoba berpikir bukan tentang taktik kelompok radikal dalam merekrut anak-anak muda dan mengapa taktik ini sukses, tapi bertanya pada diri sendiri kekosongan seperti apa yang diciptakan masyarakat sehingga radikalisasi terjadi," ujar ​Ravi Hutheesing, salah satu pembicara utama dan diplomat budaya untuk Departemen Luar Negeri AS.

'Teka-teki Milennial'

Hutheesing menyebut apa yang ia sebut "teka-teki milenial": Milenial, secara kasar didefinisikan sebagai mereka yang saat ini berusia 20-35 tahun, telah melewati 9/11, krisis keuangan global dan revolusi.

"Karena mereka ada dalam lintasan janji yang tidak ditepati, mereka ingin mengubah nasib mereka sendiri," ujar Hutheesing. “Dan itu adalah kekosongan yang telah diciptakan yang dimanfaatkan kelompok-kelompok radikal. Hilangnya identitas, keinginan untuk menjadi motor perubahan. Kelompok-kelompok jihadis menyediakan mereka sesuatu yang membuat mereka sangat bersemangat."

Sesuatu yang menyeramkan terpikir oleh Huthessing: ISIS sendiri merupakan perusahaan kewirausahaan.

Pria-pria yang tidak punya pekerjaan duduk-duduk di atas sepeda motor di sebelah grafiti yang bertuliskan "Pemuda Termarjinalkan" (28/1).
Pria-pria yang tidak punya pekerjaan duduk-duduk di atas sepeda motor di sebelah grafiti yang bertuliskan "Pemuda Termarjinalkan" (28/1).

Elmira Bayrasli adalah salah satu anggota tamu di New America Foundation dan dosen di New York University. Ia salah satu pendiri Foreign Policy Interrupted, usaha pendidikan dan media yang menyuarakan aspirasi perempuan dalam kebijakan luar negeri. Dan ia menulis From the Other Side of the World: Extraordinary Entrepreneurs, Unlikely Places.

Bayrasli yakin kewirausahaan adalah penting di daerah-daerah bermasalah di dunia.

"Kita sering melihat konflik dan otomatis yakin solusinya adalah militer atau dana bantuan. Padahal faktanya, orang-orang yang menjadi korban konflik-konflik di lapangan tahu apa yang paling mereka perlukan," ujarnya.

Ia memberi contoh inisiatif Deplu AS, Global Innovation through Science and Technology (GIST), yang diorganisir setelah Presiden AS Barack Obama menyampaikan pidatonya tahun 2009 A New Beginning di Kairo.

GIST menawarkan pelatihan dan pembiayaan untuk wirausahawan-wirausahawan muda di seluruh dunia.

Lebih banyak lagi program semacam ini diperlukan, ujar Bayrasli.

“Namun karena semua krisis dan isu besar muncul, baik di Suriah, Irak, dan kini sayangnya di Ankara dan Belgia, saya kira para diplomat fokus pada pemadaman api, bukannya melihat wirasaha sebagai alat jangka panjang untuk mencegah jenis-jenis insiden ini," ujarnya. [hd]

XS
SM
MD
LG