Tautan-tautan Akses

WHO Rekomendasikan Penelitian Jenis Flu Burung H5N1 Diteruskan


Pejabat WHO, Keiji Fukuda mengatakan ada banyak alasan untuk melanjutkan penelitian ilmiah mengenai jenis flu burung H5N1 yang sangat berbahaya (foto: dok).
Pejabat WHO, Keiji Fukuda mengatakan ada banyak alasan untuk melanjutkan penelitian ilmiah mengenai jenis flu burung H5N1 yang sangat berbahaya (foto: dok).

Panel Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) merekomendasikan agar penelitian mengenai jenis flu burung H5N1 yang sangat berbahaya diteruskan, sehingga para ilmuwan bisa memahami lebih baik bagaimana virus itu memicu pandemi global.

Virus flu burung H5N1 berasal dari kawanan unggas di Asia. Walaupun virus ini jarang menulari manusia, penyakit itu mengakibatkan 60 persen kematian.

Para ilmuwan di Universitas Wisconsin, Madison, dan Rumah Sakit Universitas Erasmus di Belanda merekayasa jenis flu burung H5N1 yang lebih berbahaya untuk memahami bagaimana mutasi virus itu bisa membuatnya lebih mudah menular baik kepada binatang maupun manusia – perubahan yang bisa mengakibatkan pandemi global.

Tetapi, panel Pemerintah Amerika yang menangani masalah ancaman virus, khawatir virus yang bermutasi itu bisa jatuh ke tangan teroris, dan meminta dua jurnal kesehatan terkemuka, yaitu Science dan jurnal Inggeris, Nature, agar tidak menerbitkan rincian penelitian yang peka itu.

Kedua jurnal itu setuju dan bulan lalu, para ilmuwan secara sukarela menghentikan penelitian mereka selama 60 hari.

Di Jenewa, WHO mengadakan pertemuan darurat 20 ilmuwan dan pakar kesehatan publik untuk membahas isu itu. Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Kesehatan, Keamanan, dan Lingkungan, Keiji Fukuda, mengatakan para partisipan menyimpulkan ada banyak alasan untuk melanjutkan penelitian ilmiah itu.

Petugas kesehatan di India membasmi unggas yang terjangkit virus H5N1 (foto: dok). Virus H5N1 yang berasal dari Asia mengakibatkan 60 persen kematian akibat flu burung.
Petugas kesehatan di India membasmi unggas yang terjangkit virus H5N1 (foto: dok). Virus H5N1 yang berasal dari Asia mengakibatkan 60 persen kematian akibat flu burung.

"Dalam membantu kami memahami secara lebih baik bagaimana virus H5N1 bekerja, dan juga perubahan-perubahan apa yang harus kami cari di lapangan, dalam upaya terus mengawasi perkembangan virus ini yang menjadi semakin berbahaya karena bisa menyebabkan pandemi,” paparnya.

Namun, Fukuda mengatakan panel itu juga setuju penundaan penelitian diteruskan, sampai semua risiko kesehatan umum dan keuntungannya, serta kekhawatiran masalah keamanan, bisa diketahui sepenuhnya dan diatasi.

Fukuda menekankan penelitian itu dilakukan di fasilitas laboratorium yang aman, yang berisiko kecil terhadap kesehatan umum.

Panel WHO itu juga merekomendasikan agar jurnal Science dan Nature, untuk saat ini, tidak menerbitkan artikel-artikel mengenai penelitian itu. Redaktur-redaktur jurnal Science mengatakan hari Jumat mereka akan memenuhi permintaan itu.

Bruce Alberts, kepala redaktur jurnal Science, mengatakan, sebagai hasil penelitian para ilmuwan Amerika dan Belanda itu, para peneliti sekarang tahu bagaimana mudahnya virus H5N1 bermutasi, meningkatkan risiko pandemi global.

“Ada alasan untuk curiga, bahwa dalam lingkungan alam bisa muncul virus yang bermutasi. Jutaan unggas, saya tidak tahu apakah unggas juga bersin, namun, jelas virus itu akan lebih mudah menyebar di antara unggas, seperti juga di antara manusia, jika virus itu ditularkan melalui udara,” katanya.

Panel WHO itu merekomendasikan agar penelitian mengenai virus H5N1 yang direkayasa secara genetik itu bisa disebarluaskan kepada para ilmuwan di semua negara, sehingga mereka bisa mulai mengembangkan obat-obatan dan vaksin, apabila terjadi perebakan parah atau pandemi jenis flu burung yang berbahaya ini.

XS
SM
MD
LG