Tak kurang dari sekitar 129 gunung berapi, tersebar di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Papua. Di antara jumlah ini, 20 di antaranya masuk dalam kategori gunung berapi aktif atau tipe A. Sedangkan sisanya masuk kategori gunung berapi tipe B dan C.
Gunung berapi tipe B menyimpan potensi berbahaya sewaktu-waktu, seperti halnya yang terjadi pada Gunung Sinabung, pekan lalu. Letusan gunung berapi tertinggi di Sumatera Utara ini tidak hanya mengejutkan warga di Kapubaten Karo, tetapi juga para ahli vulkanologi.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Hery Harjono, kepada VOA mengatakan ada banyak kendala yang dihadapi, terutama masalah infrastruktur dan pendanaan.
“Kita tidak punya seismograf di gunung-gunung berapi tipe B, katakanlah kita perlu satu alat di sana, di masing-masing (gunung berapi) itu jumlahnya 29. Ini tidak banyak sebetulnya menurut saya, itu kecil dibandingkan jaringan untuk gempa bumi. Kemudian juga gunung-gunung yang letaknya di pulau-pulau dengan jumlah kepadatan penduduk tinggi di satu kota, gunung berapi tipe B seperti ini harus diamati lebih dulu, barulah yang di remotes (wilayah jauh) menjadi prioritas berikutnya,” jelas Hery Harjono.
Akibat ketiadaan stasiun pemantau, Pusat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi dan juga LIPI, sama sekali tidak memiliki data apapun mengenai aktivitas gunung berapi tipe B di Indonesia.
Hery Harjono menambahkan besar kemungkinan letusan Sinabung berkaitan dengan gempa bumi yang terjadi di Sumatera sepanjang 2004-2010. Saat gempa bumi mengguncang Pulau Nias tahun 2004, LIPI mencatat peningkatan aktivitas di Gunung Talang, yang terletak di kabupaten Solok, Sumatera Barat.
“Tetapi ketika gempa di Nias terjadi (tahun 2004), Gunung Talang langsung aktif, ada gempa-gempa kecil yang muncul di Gunung Talang. Ada juga contoh lain, misalnya letusan gunung berapi yang meletus di Amerika, itu memicu aktivitas gempa di lokasi geothermal,” ungkap Hery lebih lanjut.
Pada hari Senin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertolak menuju lokasi pengungsian di Kabupaten Karo dan Kabanjahe, dan memberikan bantuan uang tunai sebanyak tiga milyar rupiah. Beberapa hal penting yang segera dilakukan adalah pengamatan sanitasi lingkungan di tempat pengungsian dan pemantauan udara bersih. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Prof. Tjandra Yoga Aditama, kepada VOA menjelaskan perkembangan terkini.
“Pemantauan (udara bersih) selalu dilakukan dalam tiga hari berturut-turut, untuk hari ini Senin sampai Rabu, kalau yang minggu lalu hasilnya cukup baik, artinya tidak ada yang melewati nilai ambang batas,” jelas Prof. Tjandra.
Kementerian Kesehatan sudah memberikan 12.000 masker, 100 kotak makanan pengganti ASI, obat tetes mata dan obat pernafasan. RSUP Adam Malik Medan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo juga telah menyiagakan 30 dokter, 32 perawat, 6 Puskesmas dan 25 unit ambulan.