Tautan-tautan Akses

Thaksin Desak Rekonsiliasi di Thailand


Dari kiri ke kanan: Anwar Ibrahim, Thaksin Sinawatra, Jose Ramos-Horta dan mantan menlu Hassan Wirajuda. (Photo: VOA)
Dari kiri ke kanan: Anwar Ibrahim, Thaksin Sinawatra, Jose Ramos-Horta dan mantan menlu Hassan Wirajuda. (Photo: VOA)

Berkeinginan kembali ke Thailand, Thaksin Sinawatra memohon semua pihak untuk memaafkan dan bergerak maju dalam kerangka demokrasi.

Mantan perdana menteri Thailand yang sedang menjadi buronan, ThaksinShinawatra, mendesak semua pihak di negara asalnya untuk berekonsiliasi dan bergerak maju dalam kerangka demokrasi.

Berbicara dalam sebuah forum diskusi di Jakarta (17/7), Thaksin mengatakan bahwa selama konflik di Thailand terus berjalan, akan terus ada perlakuan yang tidak adil sehingga rekonsiliasi adalah hal pertama yang harus dilakukan.

“Kita harus bergerak maju dengan mekanisme yang dapat diterima semua pihak. Kita tidak ingin maju tapi menciptakan lebih banyak konflik. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana semua itu dilakukan dalam proses demokrasi. Saya memohon agar Thailand melepaskan beban masa lalu dan belajar memaafkan,” ujarnya pada diskusi bertema rekonsiliasi di Asia Tenggara di Hotel Shangri-La.

Thaksin hidup dalam pelarian setelah digulingkan dari tampuk kepemimpinan dalam kudeta militer 2006, setelah dituduh menyalahgunakan kekuasaan dan tidak menghormati Raja Bhumibol Adulyadej. Thaksin mengklaim dirinya tidak bersalah meski pengadilan Thailand menyatakan ia terlibat korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Saat ini adikThaksin, Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, sedang berusaha mendorong legislasi parlemen dan proses amnesti untuk dapat membawa abangnya pulang tanpa harus dihukum di Thailand.

Thaksin mengatakan ia sangat ingin dapat pulang, namun tidak ingin melihat kekacauan dan konflik. Sementara kebenaran dan keadilan adalah bagian penting dari kedamaian dan rekonsiliasi, stabilitas juga tidak kalah penting, tambahnya.

“Saya kira kebenaran memang diperlukan, tapi kebenaran tidak harus mengarah pada konflik. Kita perlu keadilan, tapi rekonsiliasi harus ada untuk semua pihak. Jadi keadilan, kebenaran dan rekonsiliasi harus ada, tidak penting mana yang duluan,” ujarnya.

Thaksin berbicara dalam forum diskusi yang menandai peluncuran resmi jurnal Indonesia berbahasa Inggris, Strategic Review. Dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, forum ini juga menghadirkan mantan perdana menteri Timor Leste yang juga pemenang Nobel perdamaian Jose Ramos-Horta, dan tokoh oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim.

Presiden Yudhoyono mengatakan rekonsiliasi dan resolusi konflik adalah salah satu bagian penting dalam proses transformasi sebuah negara. Proses ini membutuhkan kepemimpinan yang tepat untuk mengarahkan dan mendorong proses politik.

“Kepemimpinan berarti memiliki keberanian untuk membuat keputusan sulit, terkadang melawan arus. Tanpa kepemimpinan proses damai tidak akan memiliki energi, tanpa arah dan tidak akan terwujud,” ujarnya.

Selanjutnya, menurut Presiden, penting pula mempromosikan rekonsiliasi itu dan upaya yang paling kritis dalam negosiasi ini adalah kepercayaan diantara para pihak yang terlibatdalam konflik, sambil menyebutkan salah satu contoh yang dialami Indonesia dalam mengupayakan perdamaian di Aceh pada 2005 pasca-tsunami.

“Dalam negosiasi Aceh, terdapat momen kritis, yaitu titik balik, ketika yang bernegosiasi mulai mendengarkan satu sama lain, daripada berbicara. Munculnya kepercayaan ini sangat memajukan proses negosiasi tersebut. Hal ini meruntuhkan dinding pemisah dan membuat mereka dapat mengambil risiko yang lebih besar. Sampai saat ini bahkan pihak yang terlibat dalam negosiasi itu tetap bersahabat, “ jelas Presiden Yudhoyono.

Anwar Ibrahim mengatakan bahwa dalam proses rekonsiliasi yang paling penting adalah proses memaafkan dan bergerakmaju.

“Memang tidak mudah, apalagi jika Anda disiksa sampai hampir tewas, menghabiskan waktu enam tahun di penjara, dan setiap hari menerima cemoohan dan demonisasi. Tidak mudah memaafkan mereka yang menyiksa saya dan mempermalukan saya dan keluarga. Tapi saya harus bergerak maju. Tidak ada waktu untuk balas dendam. Kita harus memaafkan dan melangkah maju,” ujarnya.

Menyuarakan hal yang sama, Ramos-Horta mengatakan keadilan yang restoratif adalah lebih baik daripada keadilan yang berdasarkan balas dendam.

“Terkadang kita harus menelan isu keadilan yang bersifat retributif atau balas dendam. Keadilan yang lebih besar adalah kebebasan,” ujarnya.

Recommended

XS
SM
MD
LG