Tautan-tautan Akses

Roman Candy Man, Tradisi New Orleans yang Tak Lekang Waktu


Ron Kotteman melayani dua orang anak yang membeli permen dari gerobak kayu yang telah berumur hampir 100 tahun buatan kakeknya. (Foto: dok)
Ron Kotteman melayani dua orang anak yang membeli permen dari gerobak kayu yang telah berumur hampir 100 tahun buatan kakeknya. (Foto: dok)

Roman Candy Man, penjaja permen di New Orleans, telah menjadi ciri khas di kota negara bagian Louisiana tersebut, dan telah bertahan selama tiga generasi.

Kota New Orleans di negara bagian Louisiana dikenal penuh warna. Kota pelabuhan di wilayah selatan Amerika, tepatnya di teluk Meksiko ini juga dikenal penuh karakter. Di pusat kota yang pernah hancur diterjang badai Katrina tahun 2005 ini dapat dijumpai pelawak, pemain pantomim dan badut di jalan-jalan dan di alun-alun pusat yang dikenal sebagai Jackson Square.

Di kota ini banyak dijumpai anak-anak penyemir sepatu dan penari tap-dance jalanan yang bersedia menari untuk mereka yang bersedia membayar satu atau dua dolar. Setiap tahun selama musim karnaval, di kota ini juga bisa dijumpai berbagai orang eksentrik yang sebagian berpakaian aneh atau bahkan hampir sama sekali tanpa pakaian.

Salah satu ciri khas kota New Orleans yang masih bertahan hingga sekarang setelah hampir satu abad adalah yang disebut Roman Candy Man.

Pada tahun 1915, kakek Ron Kottemann bernama Sam Cortese yang ketika itu masih muda, menjual buah dan sayuran dan sedikit gula-gula Italia buatan sendiri, atau “gula-gula tarik” lunak buatan Ibu Cortese di dapurnya sendiri.

Sam Cortese menjual semua barang dagangan itu dari gerobak atau kereta putih yang ditarik seekor keledai. Dia memukul-mukul gong untuk menarik perhatian pelanggan bahwa dia sedang lewat. Tidak lama kemudian, gula-gula jenis itu terjual lebih laris daripada buah dan sayuran yang dijajakannya. Oleh karena itu ia mengecat ulang keretanya dan menyebutnya "Kereta Permen Karet Romawi," dan kembali berkeliling kota, menjajakan gula-gula Italia.

Ibu Cortese sibuk dengan pekerjaan lain di samping membuat gula-gula yang dijual oleh anaknya. Oleh karena itu Sam Cortese menemukan cara lain tanpa harus merepotkan ibunya. Dia sendiri membuat gula-gula dalam gerobaknya sambil langsung menjajakannya berkeliling kota. Untuk membuat gula-gula dia menggunakan kompor yang sangat panas dan tong pendingin.

Sam merebus gula-gula yang dijualnya dalam tiga rasa – cokelat, vanila, dan stroberi. Setelah segumpal besar gula-gula yang dimasak mendingin, Sam mengaitnya dengan lidi dan melemparkannya ke gantungan besar yang dipasang di jendela kereta. Gula-gula itu kemudian ditarik, dibuat seperti tali panjang, dipotong-potong dengan gunting, dibungkus dalam kertas lilin dan dijual kepada orang-orang yang telah antri di pinggir jalan. Saat itu, sepotong panjang gula-gula Roma dijual dengan harga lima sen.

Hampir satu abad kemudian, Ron Kottemann melakukan hal yang persis sama dengan yang dilakukan oleh kakeknya dulu. Dia telah menggeluti usaha itu selama 40 tahun dengan berbagai suka dan duka, termasuk ketika sebuah mobil menabrak kereta keledainya dan membuatnya terbalik, menumpahkan gula-gula panas ke sekujur tubuhnya. Keledai penarik gerobak yang naas itu, bernama Rosie, selamat dalam kecelakaan tersebut.

Kini, Ron menjual sepotong gula-gula dengan harga satu dolar – 20 kali lebih mahal dari harga 97 tahun lalu. Gula-gula Italia yang menjadi salah satu ciri khas kota New Orleans itu dalam perkembangannya juga diproduksi di sebuah pabrik kecil dan dijual kepada para penggemar di berbagai penjuru dunia.

Namun, di pusat kota New Orleans masih bertahan satu gerobak bertuliskan “Permen Karet Roma,” seorang penjual bernama Ron Kottemann, dan seekor keledai penarik gerobak itu bernama Patsy.
XS
SM
MD
LG