Tautan-tautan Akses

'Quantitative Easing' Stabilkan Ekonomi AS di Tahun 2014


Ketua Bank Sentral AS atau Federal Reserve, Janet Yellen (foto: dok). Kebijakan 'Quantitave Easing' Bank Sentral AS membantu menstabilkan ekonomi AS sepanjang 2014.
Ketua Bank Sentral AS atau Federal Reserve, Janet Yellen (foto: dok). Kebijakan 'Quantitave Easing' Bank Sentral AS membantu menstabilkan ekonomi AS sepanjang 2014.

Putaran terakhir “Quantitave Easing” Bank Sentral Amerika – atau disebut QE3 – berakhir Oktober tahun ini. Tetapi stimulus keuangan bank sentral itu kemungkinan akan menimbulkan dampak pada ekonomi dunia tahun 2015.

Meski sebagian besar pakar ekonomi mengatakan program pembelian obligasi besar-besaran telah membantu menstabilkan ekonomi Amerika, Program itu juga menyuntikkan miliaran dolar ke negara-negara berkembang.

Tetapi dengan hampir berakhirnya tahun 2014, sebagian uang itu mulai kembali ke Amerika, dan memberikan dampak pada ekonomi global.

Sejak tahun 2008 Bank Sentral Amerika telah menggelontorkan hampir empat trilyun dolar untuk perekonomian dunia. Selain mendorong likuiditas, “quantitative easing” – atau kebijakan moneter dimana bank sentral membeli sekuritas pemerintah dari pasar guna menurunkan suku bunga dan meningkatkan pasokan uang – juga telah menurunkan suku bunga hingga ke tingkat terendah dalam sejarah.

Tetapi bukannya menimbulkan inflasi sebagaimana yang dikhawatirkan banyak kalangan, uang itu justru mengalir ke negara-negara yang memberi bunga keuntungan lebih besar.

Catherine Mann – Kepala Ekonom di Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi OECD mengatakan, “Pasar negara-negara berkembang telah memperoleh keuntungan dari investor yang ingin mendapat keuntungan lebih besar”.

Di antara mereka yang memperoleh keuntungan itu adalah negara-negara BRIC – Brazil, Rusia, India dan China. Tetapi kini dengan rencana kenaikan suku bunga Amerika tahun depan, Brad McMillan dari Commonwealth Financial Network mengatakan sebagian uang itu akan mulai mengalir kembali ke Amerika.

“Dengan mulai meningkatnya suku bunga Amerika, ketertarikan pada Amerika sebagai tujuan investasi juga meningkat. Kita akan melihat banyak modal yang sebelumnya mengalir ke pasar negara-negara berkembang, kembali ke Amerika,” ujarnya.

Hal itu tidak berarti buruk – ujar Catherine Mann.

“Mengapa demikian? Sebagian karena kenaikan tingkat suku bunga itu terjadi bersamaan dengan percepatan ekonomi Amerika. Jadi negara-negara berkembang – bahkan setelah modal dialokasikan kembali – dari sudut pandang eksportir, hasil akhirnya tetap lebih baik,” papar Catherine.

Ini karena dolar yang lebih kuat membuat ekspor asing lebih murah. Sebaliknya ini juga meningkatkan kerentanan – naik turunnya pasar-pasar keuangan.

Ketua Penasehat Tim Ekonomi di perusahaan Allianz Mohamed El-Erian mengatakan.“Mengapa ketidakstabilan kembali terjadi di pasar valuta asing? Karena dari sistem bank sentral yang sangat cepat, kita beralih ke bank sentral dengan beragam jalur. Sebelumnya semua pihak melakukan hal serupa, hanya dengan skala berbeda. Kini kita memiliki dua bank sentral yang melonggarkan kebijakan yaitu Bank of England dan Bank Sentral Amerika, serta dua bank sentral yang memperketat kebijakannya yaitu European Central Bank dan Bank of Japan.”

Para pakar mengatakan ketidakstabilan itu merupakan bagian integral dari normalisasi ekonomi. Konsultan keuangan internasional James Berkeley mengatakan hal itu mungkin akan menjadi titik balik ekonomi global.

“Saya kira pemerintah seharusnya benar-benar memusatkan perhatian pada upaya memaksimalkan perdagangan internasional dan memperoleh manfaat dari periode pasca pemulihan ini. Kini kita menuju pada periode yang saya sebut sebagai pertumbuhan berkelanjutan yang serius,” kata Berkeley.

Meski terjadi perlambatan ekonomi di beberapa bagian dunia, pakar-pakar ini mengatakan penguatan ekonomi Amerika dan lebih rendahnya harga minyak tampaknya akan mendorong konsumsi. Ketika konsumen membeli lebih banyak, pasar negara-negara berkembang yang memproduksi lebih dari 35% barang dunia tampaknya juga akan memperoleh keuntungan pada tahun 2015.

XS
SM
MD
LG