Tautan-tautan Akses

Pengungsi di Hong Kong Tidak Jelas Statusnya


Seorang pengungsi Bangladesh berdiri di pintu masuk gubuknya di daerah pedesaan Ping Chi di Teritori Baru Hong Kong.
Seorang pengungsi Bangladesh berdiri di pintu masuk gubuknya di daerah pedesaan Ping Chi di Teritori Baru Hong Kong.

Krisis di Suriah telah memicu debat di Eropa dan Amerika mengenai apa yang akan dilakukan terhadap jutaan orang yang melarikan diri dari kekerasan dan pelecehan HAM di negara-negara Timur Tengah yang dikoyak perang. Tetapi nasib para pengungsi itu belum berdampak di Asia.

Dari lebih empat juta orang yang diperkirakan telah melarikan diri dari Suriah, hanya satu yang dilaporkan tiba di Hong Kong. Menurut surat kabar, South China Morning Post, seorang warga Suriah telah meminta status pengungsi dan perlindungan dari penyiksaan di negara asalnya.

Seorang profesor hubungan internasional di Universitas Hong Kong, Roland Vogt mengatakan, relatif sedikit orang datang ke Hong Kong mencari suaka.

"Jumlah pengungsi yang datang ke sini sangat terbatas, dan jumlah orang yang telah mendapat suaka sangat kecil. Ini sebagian karena Hong Kong jauh dari tempat-tempat yang sedang rusuh yang telah mendorong sejumlah besar pengungsi selama beberapa tahun terakhir, tetapi juga karena kebijakan pemerintah Hongkong yang sangat membatasi pengungsi masuk ke Hong Kong," ujarnya.

Ada lebih dari 10.000 pencari suaka sekarang ini berada di Hong Kong, tetapi kebanyakan tidak punya status yang jelas. Hong Kong tidak terikat dengan Konvensi Pengungsi 1951, tetapi terikat pada Konvensi Menentang Penyiksaan. Itu berarti pemerintah Hongkong tidak dapat mengusir orang-orang yang terancam penyiksaan, dan lari dari negara mereka. Proses untuk mendapatkan keputusan mengenai klaim pengungsi mereka bisa memakan waktu beberapa tahun, dan sebagian besarorang-orang itu tidak akan mendapat suaka, hak untuk bekerja atau bahkan ijin untuk meninggalkan Hongkong. Sejak tahun 1992, Hong Kong hanya memberikan status perlindungan kepada 31 orang.

Manager Kampanye Penyuluhan di Pusat Keadilan di Hong Kong, Victoria Wisniewski Otero mengatakan, "Mereka tidak memiliki status hukum di Hong Kong. Secara teknis mereka lebih diperlakukan sebagai warga ilegal karena tinggal lebih lama dari izin yang diberikan. Mereka tidak memiliki hak untuk bekerja. Mereka tidak memiliki penghasilan. Bantuan kemanusiaan yang mereka dapatkan adalah bantuan berupa barang dan makanan, berarti bukan uang tunai, dan itu tidak cukup bagi mereka untuk hidup di atas garis kemiskinan. Kalau kita hitung nilai paket bantuan yang diberikan, jumlahnya masih di bawah garis kemiskinan di Hong Kong."

Media Hong Kong melaporkan, kegiatan pasar gelap internasional telah menggunakan klaim suaka palsu, untuk melindungi pekerja ilegal guna mengisi kekurangan tenaga kerja dalam ekonomi Hong Kong. Laporan-laporan media ini, disertai klaim suaka palsu, mengakibatkan para pengungsi itu menderita lebih banyak diskriminasi. Juru foto Emmanuel Serna mendokumentasikan kehidupan pengungsi yang tinggal di wilayah New Territories di Hong Kong. Sebagian besar dari India, Vietnam, Indonesia dan Afrika yang tinggal di peternakan hewan yang diubah menjadi pemukiman kumuh oleh para petani yang pandai memanfaatkan situasi.

"Mereka mengeluh, karena memilih Hongkong, karena mereka pikir, Hongkong adalah kota yang kaya, dan akan mudah bagi mereka untuk mencari pekerjaan. Tapi mereka hanya menunggu dan tidak bisa bekerja. Mereka mengeluh. Kebanyakan dari mereka ingin meninggalkan Hong Kong," ujarnya.

Walaupun pengungsi yang sudah di Hong Kong terus berjuang untuk hidup,krisis pengungsi Suriah telah memicu naiknya sumbangan untuk amal. Oxfam Hong Kong membuka kembali rekening sumbangan untuk krisis Suriah, dan kelompok nirlaba lain, Crossroads Foundation, mengatakan sumbangan yang mereka terima telah meningkat. [ps/ii]

XS
SM
MD
LG