Tautan-tautan Akses

PBB: Kawasan Sub-Sahara Afrika, Pusat Baru Ekstremisme


FILE - Sepatu siswa Sekolah Menengah Ilmu Pemerintahan yang diculik terlihat di dalam ruang kelas mereka di Kankara, Nigeria, Rabu, 16 Desember 2020. Pemberontak dari kelompok ekstremis Boko Haram mengaku bertanggung jawab. (AP/Minggu Alamba, Files)
FILE - Sepatu siswa Sekolah Menengah Ilmu Pemerintahan yang diculik terlihat di dalam ruang kelas mereka di Kankara, Nigeria, Rabu, 16 Desember 2020. Pemberontak dari kelompok ekstremis Boko Haram mengaku bertanggung jawab. (AP/Minggu Alamba, Files)

Pusat global baru ekstremisme Islam sekarang ini adalah kawasan sub-Sahara Afrika. Di sana, orang-orang semakin banyak yang bergabung karena faktor ekonomi dan semakin sedikit yang bergabung karena faktor agama, kata laporan baru yang dikeluarkan badan pembangunan internasional PBB, UNDP.

Sebanyak 92 persen anggota baru ke berbagai kelompok ekstremis itu adalah karena alasan mata pencaharian yang lebih baik. Ini adalah peningkatan signifikan dibandingkan dengan motivasi mereka yang diwawancarai dalam laporan terdahulu yang dirilis pada tahun 2017, kata laporan UNDP yang dilansir hari Selasa (7/2). Jumlah orang yang bergabung dengan kelompok ekstremis karena alasan agama berkurang 57 persen, kata laporan UNDP.

Banyak kehidupan warga Afrika yang sangat terpengaruh oleh pandemi COVID-19, inflasi tinggi, dan perubahan iklim, kata laporan itu.

Hampir 2.200 orang di delapan negara Afrika: Burkina Faso, Kamerun, Chad, Mali, Niger, Nigeria, Somalia, dan Sudan, diwawancarai untuk laporan itu. Lebih dari 1.000 orang yang diwawancarai adalah mantan anggota kelompok ekstremis dengan kekerasan, baik yang direkrut secara paksa maupun yang bergabung secara sukarela.

Menurut laporan UNDP, sedikitnya 4.155 serangan di berbagai penjuru Afrika didokumentasikan sejak 2017. Serangan itu mengakibatkan 18.417 kematian di Afrika, dengan Somalia yang mencatat jumlah kematian terbesar.

Pemerintah Somalia sekarang ini melancarkan apa yang disebut sebagai ofensif paling signifikan dalam satu dekade lebih terhadap kelompok ekstremis al-Shabab.

FILE - Tentara Nigeria melewati sekolah menengah Ilmu Pemerintahan di Kankara , Nigeria, Rabu, 16 Desember 2020. (AP/Minggu Alamba, File)
FILE - Tentara Nigeria melewati sekolah menengah Ilmu Pemerintahan di Kankara , Nigeria, Rabu, 16 Desember 2020. (AP/Minggu Alamba, File)

Mereka yang diwawancarai berasal dari berbagai kelompok ekstremis di Afrika, di antaranya Boko Haram di Nigeria, al-Shabab di Somalia yang bersumpah setia kepada al-Qaeda, dan Jama’at Nusrat al-Islam wal Muslimeen (JNIM) Afrika Barat yang bersekutu dengan ISIS.

“Sub-Sahara Afrika telah menjadi pusat global baru ekstremisme dengan 48 persen kematian akibat terorisme global pada tahun 2021,” kata administrator UNDP Achim Steiner dalam jumpa pers menjelang peluncuran laporan tersebut.

Lonjakan ekstremisme di Afrika “bukan hanya berdampak negatif bagi kehidupan, keamanan, dan perdamaian, tetapi juga berpotensi akan membalik kemajuan pembangunan yang diraih dengan susah payah untuk generasi mendatang,” lanjutnya.

Kampanye militer untuk menumpas ekstremisme terbukti tidak berhasil, kata Steiner. “Tanggapan kontraterorisme yang digerakkan oleh situasi keamanan sering kali berbiaya mahal dan efektivitasnya minimal, sementara investasi dalam pendekatan preventif terhadap ekstremisme sangat tidak memadai,” lanjutnya. “Kontrak sosial antara negara dan rakyat harus dihidupkan kembali untuk mengatasi akar penyebab ekstremisme dengan kekerasan.”

Sekitar 71 persen dari mereka yang bergabung dengan kelompok ekstremis dipengaruhi oleh pelanggaran HAM yang dilakukan pasukan keamanan pemerintah, seperti pembunuhan atau penangkapan anggota keluarga, kata laporan itu.

Pasukan keamanan di beberapa negara di sub-Sahara telah dituduh melakukan kekejaman dan pembunuhan di luar proses hukum, sementara sistem peradilan yang lemah membuat para korban hanya memiliki harapan kecil untuk mendapatkan keadilan, lanjut laporan itu.

Boko Haram di Nigeria dan cabangnya, ISIS di Provinsi Afrika Barat, telah berkembang pengaruhnya karena menggunakan uang untuk membujuk masyarakat miskin, kata Hassan Chibok, tokoh masyarakat di negara bagian Borno, Nigeria, di mana konflik terkonsentrasi, kepada kantor berita AP dalam wawancara terpisah.

Mereka yang meninggalkan kelompok ekstremis menyebut harapan yang tidak terpenuhi, terutama kurangnya tunjangan finansial yang berkelanjutan, dan tidak adanya kepercayaan di kalangan pemimpin ekstremis sebagai alasan untuk keluar kelompok.

“Riset menunjukkan bahwa mereka yang memutuskan untuk melepaskan diri dari ekstremisme lebih kecil kemungkinannya untuk bergabung kembali dan merekrut orang lain,” kata laporan itu.

“Itu sebabnya mengapa sangat penting untuk menginvestasikan insentif yang memungkinkan orang melepaskan diri,” kata Nirian Kiplagat, spesialis UNDP dalam mencegah ekstremisme dengan kekerasan di Afrika. “Komunitas setempat memainkan peran penting dalam mendukung jalur keluar dari ekstremisme yang berkelanjutan, bersama dengan program amnesti pemerintah nasional.”

Laporan UNDP itu merekomendasikan layanan dasar yang lebih baik, di antaranya kesejahteraan anak, pendidikan, dan mata pencaharian berkualitas untuk mencegah orang-orang secara sukarela bergabung dengan kelompok ekstremis. UNDP juga mendesak pembentukan lebih banyak kesempatan untuk keluar dari kelompok kekerasan itu serta investasi dalam rehablitasi dan layanan berbaur kembali yang berbasis komunitas. [uh/lt]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG