Tautan-tautan Akses

Pameran Kisah-Kisah Muslim Warga Chicago


Wanita Pakistan melakukan salat Jumat di masjid bersejarah Badshahi selama bulan puasa Ramadhan, di Lahore, Pakistan, 24 Juni 2016. (Foto: AP)
Wanita Pakistan melakukan salat Jumat di masjid bersejarah Badshahi selama bulan puasa Ramadhan, di Lahore, Pakistan, 24 Juni 2016. (Foto: AP)

Sebuah pameran di Chicago History Museum, atau Museum Sejarah Chicago, yang dibuka baru-baru ini menyoroti pengalaman warga Muslim Chicago. Melalui wawancara, lebih dari 100 orang berbagi kisah mengenai perjalanan hidup pribadi, identitas serta iman mereka.

Museum Sejarah Chicago, atau Chicago History Museum, baru-baru ini membuka pameran yang mengangkat kisah warga Muslimnya dengan tajuk “American Medina: Stories of Muslim Chicago.”

Tujuan pameran ini, sebagaimana disampaikan pihak museum, adalah merekam berbagai kisah dan pengalaman hidup Muslim di Chicago. Rekaman itu diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai komunitas Muslim yang hidup di kota Chicago dan pinggirannya, menghormati pengalaman setiap individu dengan memastikan kisah-kisah pribadi mereka akan tersimpan baik-baik untuk generasi mendatang.

Puluhan objek yang berasal dari individu setempat maupun organisasi, meluaskan wawasan pengunjung pameran mengenai bagaimana dan mengapa Chicago dikenal sebagai American Medina, atau Madinahnya Amerika. Melalui wawancara, pameran ini menggali sejarah sebagian komunitas Muslim pertama serta kisah-kisah generasi berikutnya yang menjadikan Chicago sebagai rumah mereka selama 120 tahun terakhir ini. Sekarang ini ada ribuan Muslim yang menjadi warga Chicago.

Pameran ini juga memberi informasi berupa perkenalan dasar mengenai Islam bagi warga non-Muslim Chicago.

Warga Palestina membaca Al-Quran di masjid al-Khaldi sebelum berbuka puasa selama bulan suci Ramadhan di Kota Gaza pada 30 Mei 2019. (Foto: AFP / Mohammed Abed)
Warga Palestina membaca Al-Quran di masjid al-Khaldi sebelum berbuka puasa selama bulan suci Ramadhan di Kota Gaza pada 30 Mei 2019. (Foto: AFP / Mohammed Abed)

“Sebagian dari bangunan-bangunan awal yang dimaksudkan untuk menjadi masjid di AS dibangun untuk acara Pekan Raya Dunia pada tahun 1893 di Chicago," kata Kepala Sejarawan Museum itu, Peter Alter.

Ia melanjutkan, kesultanan Utsmaniyah membangun sebuah masjid, dan para pemimpin Mesir, juga membangunnya. Bangunan-bangunan itu tentu saja dirubuhkan, atau dibakar habis pada tahun 1894. Namun hal itu yang mengawali Chicago sebagai pusat sejarah Muslim di AS.

Pameran ini mengaitkan kisah-kisah Muslim itu dengan cerita mengenai Chicago sendiri. Para pengunjung dapat mendengarkan kisah pribadi mereka, dilengkapi berbagai peraga, seperti sajadah yang berasal dari berbagai komunitas Muslim di kota itu, peta, foto-foto, video, berbagai berkas yang mendokumentasikan pengalaman para mualaf, karya seni dan berbagai benda yang digunakan sehari-hari, yang menjelaskan perjalanan hidup mereka. Di antaranya, skarf yang dikenakan Aminatu El-Mohammad-Toheed Lawal, pengemudi bus kota yang menunggu enam bulan sebelum mendapat izin mengenakan hijabnya saat bekerja.

Juga ada peralatan membuat kue milik Imani Muhammad, seorang pengusaha lokal yang terkenal dengan bisnisnya, Imani’s Original Bean Pies.

Dalam cuplikan kisahnya, Imani mengatakan, dalam Islam, ada keinginan untuk mengembangkan komunitas ke arah yang lebih baik lagi. Dan dengan mulai membangun bisnis, ia juga akan membantu komunitas.

Andrea Ortez, seorang mualaf, mengemukakan bagaimana ia tidak merasa kehilangan sesuatu, seperti tidak lagi makan babi, sewaktu memutuskan menganut Islam

Ada pula kisah Hysni Selenica, rohaniwan Muslim senior di kepolisian Chicago tentang keluarganya, keturunan imigran Albania, yang memiliki agama berbeda-beda.

Salah satu artefak yang dipamerkan adalah sebuah sorban Sufi yang dibuat Umar Northern. Ia adalah satu dari dua orang di dunia yang membuat sorban semacam itu. Northern mengatakan,

“Dalam Islam ada tradisi, yang menyebutkan, ‘tinggalkan perang kecil, yakni berperang melawan orang lain, untuk melakukan perang besar, yakni berperang melawan diri sendiri.’ Itulah yang diwakili sorban. Sorban mewakili perang di dalam diri bukan hanya untuk menjadi orang yang benar, tetapi juga untuk belajar dan berusaha menjadi sebaik-baiknya manusia," kata Umar Northern.

Northern menjelaskan sorbannya dirancang seperti yang dikenakan Nabi Muhammad SAW. Meskipun hanya perlu satu atau dua jam untuk membuatnya, Northern mengatakan menciptakan sorban-sorban unik bagi masjid komunitasnya, Masjid Al-Hafeez, telah membantunya memelihara iman yang ia anut selama 22 tahun ini.

Pada salah satu kawasan lain di pameran itu, terpampang pula foto-foto serta berbagai arsip dan artefak yang mendokumentasikan Islamofobia dan rasisme anti-Muslim di seluruh dunia, termasuk di kawasan Chicago.

Menurut Peter Alter, sebagaimana dimuat dalam artikel di Wisconsin Muslim Journal, pameran ini melacak enam momen yang menurut sejarawan itu penting bagi Chicago maupun Muslim di seluruh dunia. Di antaranya imigran Bosnia mendirikan Muslim Mutual Aid Association and Benevolent Society pada tahun 1906, organisasi Muslim tertua yang masih eksis di AS.

Pameran ini disiapkan selama tiga tahun lebih. Mulai dari riset, merekam sejarah lisan dari warga Muslim Chicago.

“American Medina” adalah yang terakhir dari tiga pameran di museum ini, yang mengeksplorasi pengaruh agama-agama samawi terhadap kota itu. Yang pertama, “Catholic Chicago”, ditampilkan pada tahun 2008. Yang ke-dua, “Shalom Chicago”, digelar pada tahun 2012. Pihak museum berharap para pengunjung akan memahami lebih baik lagi peran Muslim di Chicago dengan bantuan penyampaian sejarah secara lisan.

“Meskipun kami menampilkan kurang dari sepertiga dari keseluruhan koleksi, kami akan menyajikan lebih dari 130 wawancara sejarah di situs web. Ini merupakan arsip cerita yang akan terus bertambah. Ini warisan sejarah kita, dan inilah alasan mengapa kami memilih sejarah lisan," kata Peter Alter.

Dibuka pada 21 Oktober lalu, “American Medina: Stories of Muslim Chicago” akan digelar hingga tahun 2021. [uh/ab]

XS
SM
MD
LG