Tautan-tautan Akses

Banyak Negara Terkejut dengan 'Aliansi Anti-Terorisme' Saudi


Seorang tentara penjaga perbatasan Saudi mengawasi tembok perbatasan di Saudi utara, dekat perbatasan Irak (foto: dok).
Seorang tentara penjaga perbatasan Saudi mengawasi tembok perbatasan di Saudi utara, dekat perbatasan Irak (foto: dok).

Proposal aliansi militer 34 negara mayoritas Muslim untuk memerangi terorisme yang diusulkan Saudi Selasa (15/12) tidak menjelaskan rincian kerjasama, dan mengejutkan banyak negara, termasuk Indonesia.

Kebingungan melanda pemerintah negara-negara mayoritas Muslim atas rencana Arab Saudi, yang diumumkan hari Selasa (15/12), bahwa 34 negara Islam telah membentuk aliansi bersama guna memerangi terorisme.

Sementara rencana tersebut mendapat sambutan positif dari negara-negara anggota koalisi baru yang diusulkan, muncul pertanyaan mengenai sejauh mana pelaksanaan kerjasama tersebut. Selain itu, belum jelas mengenai seberapa jauh negara-negara aliansi tersebut akan terlibat secara militer dalam memerangi terorisme.

Keraguan juga muncul tentang motif Saudi dan adanya keterkaitan yang kuat antara Kerajaan Saudi dengan bentuk aliran Sunni Islam puritan (paham Wahabi, red.) yang menurut para pengritik merupakan bahan bakar bagi gerakan militan seperti kelompok Negara Islam atau ISIS. Arab Saudi adalah anggota koalisi pimpinan AS - yang sebagian besar terdiri dari negara-negara Barat - dalam pertempuran melawan ISIS, tapi partisipasi Saudi pun masih terbatas.

Aliansi 34 negara Muslim yang diumumkan Saudi hari Selasa ditujukan untuk memerangi terorisme di wilayah tersebut, menurut para pejabat Saudi, namun mereka tidak memberikan rincian lebih jauh tentang bagaimana aliansi itu akan bekerja.

Proposal yang diumumkan Saudi tersebut membuat terkejut para pejabat AS dan pejabat Rusia, karena mereka mengetahui hal tersebut sebagian besar justru dari laporan media, bukan dari sumber resmi pemerintah Saudi.

"Kami berharap akan mendapatkan beberapa informasi lebih rinci dari negara-negara utama yang menjadi sponsor rencana ini," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri AS John Kerry di Moskow awal pekan ini.

Namun, beberapa negara anggota aliansi baru tersebut mengatakan bahwa mereka juga terkejut melihat nama negara mereka masuk dalam daftar yang diumumkan Riyadh.

Pakistan Belum Memutuskan untuk Bergabung

Menteri Luar Negeri Pakistan Aizaz Chaudhry mengatakan kepada wartawan bahwa ia terkejut saat membaca berita bahwa Arab Saudi telah menyebut Pakistan sebagai bagian dari aliansi baru melawan terorisme.

Mahasiswa Pakistan meneriakkan slogan-slogan menentang kelompok radikal ISIS dalam aksi unjuk rasa di Islamabad (foto: dok).
Mahasiswa Pakistan meneriakkan slogan-slogan menentang kelompok radikal ISIS dalam aksi unjuk rasa di Islamabad (foto: dok).

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan, Qazi Khalil Ullah, mengatakan negaranya belum memutuskan apakah akan bergabung dalam koalisi tersebut.

"Kami belum membuat keputusan akhir apakah Pakistan akan jadi bagian dari aliansi tersebut, dan Pakistan akan mengumumkan keputusan (soal aliansi) secara resmi," katanya kepada VOA.

Para pejabat Pakistan mengukuhkan bahwa Islamabad telah memutuskan kebijakan untuk tidak menggelar pasukan di luar negeri, kecuali untuk misi PBB.

Indonesia Juga Terkejut

Sementara itu di Indonesia, negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia - seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, mengatakan bahwa negaranya juga terkejut dengan pengumuman Saudi.

Dia mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa Menteri Luar Negeri Arab Saudi menghubungi seorang pejabat Indonesia pada hari Jumat (11/12), memberitahukan mengenai keputusan untuk "mendirikan sebuah pusat koordinasi guna memerangi ekstremisme dan terorisme, (tapi) bukan aliansi militer."

Indonesia telah menyatakan solidaritas terhadap pembentukan aliansi tersebut, namun belum memutuskan untuk bergabung menjadi anggota.

Polisi khusus anti-teror Indonesia (Densus-88) mengawal para petugas yang membawa barang-barang bukti dari rumah seorang pria yang diduga terlibat dalam kegiatan kelompok ISIS di Tangerang selatan, Banten (foto: dok)
Polisi khusus anti-teror Indonesia (Densus-88) mengawal para petugas yang membawa barang-barang bukti dari rumah seorang pria yang diduga terlibat dalam kegiatan kelompok ISIS di Tangerang selatan, Banten (foto: dok)

Aliansi Hanya Melibatkan Negara Muslim Sunni

Aliansi 34 negara yang diumumkan Saudi hanya melibatkan negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim Sunni. Iran, sebuah negara Muslim Syiah, menyatakan keengganan terhadap inisiatif Saudi tersebut, kata seorang analis.

Di Mesir, yang merupakan bagian dari aliansi tersebut, lembaga Islam yang paling bergengsi di dunia "Al-Azhar" menyambut baik keputusan Saudi tersebut dan mendesak semua negara Muslim untuk bergabung ke dalam aliansi.

Universitas yang berbasis di Kairo itu menyebut pembentukan aliansi ini sebuah langkah "bersejarah" dalam upaya untuk mengalahkan "kejahatan terorisme."

Di wilayah Kurdistan Irak, di mana pejuang Kurdi sedang berjuang dalam memerangi ISIS, banyak warga skeptis dengan aliansi baru tersebut.

"Aliansi baru ini akan membawa lebih banyak komplikasi terhadap situasi yang ada," kata Jabar Qadir, seorang ahli kebijakan Kurdi di Irbil, kepada VOA.

Dia menambahkan bahwa aliansi Islam melawan ISIS tidak mungkin akan efektif, "karena itu didorong oleh motif sektarian (Sunni) dan itu merupakan cara untuk menanggapi perluasan Iran dan milisi Syiah di wilayah tersebut."

Meski demikian, Turki dan Afghanistan menyambut baik inisiatif Saudi tersebut.

"Jika aliansi ini (benar-benar) terbentuk, akan menjadi pukulan psikologis bagi para teroris," kata Nasrullah Stanikzai, seorang profesor di Universitas Kabul.

"Sebuah aliansi dari negara-negara Muslim, yang berusaha untuk mengalahkan teroris, akan mampu memainkan peran yang efektif," katanya kepada VOA. [pp]

XS
SM
MD
LG