Tautan-tautan Akses

Keprihatinan atas Dukungan pada Israel Berdampak ke Pemilu AS


Anggota komunitas Yahudi AS memprotes operasi militer Israel di Gaza dan menuntut gencatan senjata segera, dalam aksi protes di dalam gedung Kongres AS "Capitol" di Washington, DC (18/1).
Anggota komunitas Yahudi AS memprotes operasi militer Israel di Gaza dan menuntut gencatan senjata segera, dalam aksi protes di dalam gedung Kongres AS "Capitol" di Washington, DC (18/1).

Para pengunjuk rasa yang marah atas konflik Israel-Hamas turun ke jalan-jalan di Amerika, dan beberapa di antaranya mengganggu kinerja kampanye Presiden Joe Biden.

Konflik di Jalur Gaza yang terus membara telah ikut memicu suasana panas di kalangan pemilih Amerika yang tak terhitung jumlahnya, dan ikut menimbulkan dampak pada upaya Presiden Joe Biden agar terpilih kembali untuk masa jabatan kedua.

Kampanye Biden kali ini sedianya tentang hak-hak aborsi, tetapi pidato Biden pada hari Selasa (23/1) kerap diinterupsi oleh demonstran yang marah karena dukungan Biden pada kampanye militer Israel. Interupsi berulangkali itu membuat Biden frustrasi.

Aksi protes itu diorganisir oleh Die-In For Humanity. Sekitar 700an anggota kelompok itu telah datang di hampir 100 acara yang dihadiri Biden. Mereka juga datang ke Kongres, berdiri di luar rumah anggota-anggota kabinet pemerintahan Biden, dan bahkan saat demonstrasi besar di Washington DC minggu lalu.

Pemimpin Die-In For Humanity, Hazami Barmada mengatakan, "Kami melihat adanya pergeseran arus di Amerika dengan gerakan penolakan total, yang pada dasarnya, terhadap Joe Biden. Dia tidak akan mendapatkan suara dari komunitas Arab-Amerika ketika masih terus menerus mengabaikan suara komunitas Arab-Amerika yang berulangkali menyerukan agar ketidakadilan dan kekejaman di Gaza segera dihentikan."

Gedung Putih pada hari Rabu (24/1) mengatakan presiden mendukung protes damai.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby menjawab hal itu dengan mengatakan, “Dia [Biden] juga percaya bahwa merupakan hal yang sangat penting bagi Israel untuk memiliki hak dan kemampuan mempertahankan diri, yang masih terus mendapat ancaman dari Hamas. Namun, bukan berarti kami akan berhenti mendesak mitra-mitra kami di Israel agr lebih fokus meminimalisir korban sipil dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan."

Beberapa analis politik mengatakan Biden kini berada dalam posisi sulit.

Norm Ornstein, senior fellow emeritus di American Enterprise Institute mengatakan, "Tak diragukan lagi bahwa situasi di Gaza adalah masalah politik bagi Biden. Jika Anda mundur sejenak dan melihat secara obyektif, Biden telah menangani masalah ini dengan tangkas, sebaik yang bisa dilakukan oleh presiden mana pun. Ia memahami sejak awal bahwa dengan merangkul erat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, maka ia dapat mencegah hal-hal terburuk terjadi di Gaza. Namun, kini dia semakin dekat untuk menyingkirkan Netanyahu. Dan itu langkah awal yang akan membuat banyak pemilih menjauhi Biden, tidak hanya pemilih Arab Amerika, tetapi juga kaum muda progresif. Bahkan jika ia benar-benar mendorong atau mengesampingkan Netanyahu maka bisa jadi sebagian pendukung terkuatnya, para pendukung pro-Israel, akan merasa tidak senang."

Para analis mengatakan isu kebijakan luar negeri jarang sekali menimbulkan dampak pada pemilu, namun dapat membuat perbedaan ketika persaingan berlangsung sangat ketat. Dalam pemilihan pendahuluan New Hampshire Selasa lalu, yang dimenangkan oleh Biden dan calon dari Partai Republik, Donald Trump, para pemilih yang masih ragu-ragu mengatakan keputusan mereka bermuara pada satu hal.

Isaac Geer, pemilih independen di New Hampshire, mengatakan ia belum menentukan pilihan.

"Hal terbesar yang saya menjadi pertimbangan utama saya dalam pemilu kali ini adalah kebijakan luar negeri. Sangat penting bagi saya agar kita tidak terlibat dalam perang di luar negeri, menekan pengeluaran militer, dan membawa pulang atau mempertahankan pasukan kita di Amerika saja."

Rencana Trump untuk menyelesaikan krisis Gaza masih belum jelas, dan tindakannya ketika menjabat sebagai presiden, termasuk "larangan" imigran Muslim, masih tetap dikecam. VOA beberapa kali menghubungi kampanye Trump, namun mereka tidak memberikan tanggapan.

Bagi para aktivis Muslim, ini adalah pilihan yang sulit.

Salah seorang penggagas gerakan “Abandon Biden” di kalangan pemilih Muslim adalah Hassan Abdel Salam. Warga negara Kanada yang tinggal di Minnesota ini mengatakan.

“Trump melarang teman, kolega dan keluarga kami memasuki Amerika. Tetapi Biden justru membunuh mereka. Empat tahun di bawah pemerintahan Republik tidak sebanding dengan satu hari di Gaza, ini argumen yang muncul di dalam komunitas kami. Bahwa kami selalu harus berkorban," ujarnya.

Ini berarti para pemilih di Amerika memiliki dua piranti untuk menunjukkan perasaan tentang apa yang sedang terjadi yaitu suara mereka, dalam berbagai demonstrasi, dan tentu saja suara mereka di kotak suara pada bulan November nanti. [em/jm]

Forum

XS
SM
MD
LG