Tautan-tautan Akses

Kelompok Kemanusiaan: 2 Anggota Tewas dalam Kekerasan Myanmar


Seorang pengunjuk rasa anti-kudeta mengacungkan hormat tiga jari di tangannya yang dicat merah untuk mengenang para pengunjuk rasa yang kehilangan nyawa selama demonstrasi di Yangon, Myanmar pada Selasa, 6 April 2021. (Foto: AP)
Seorang pengunjuk rasa anti-kudeta mengacungkan hormat tiga jari di tangannya yang dicat merah untuk mengenang para pengunjuk rasa yang kehilangan nyawa selama demonstrasi di Yangon, Myanmar pada Selasa, 6 April 2021. (Foto: AP)

Dua pekerja bantuan kemanusiaan Save the Children termasuk di antara mereka yang tewas di timur Myanmar dalam serangan pada malam Natal, kata kelompok itu pada Selasa (28/12).

Kelompok itu menyalahkan militer negara Asia Tenggara itu atas insiden yang menewaskan sedikitnya 35 orang di negara bagian Kayah.

“Kekerasan terhadap warga sipil tak berdosa termasuk para pekerja bantuan tidak dapat ditoleransi. Serangan tidak masuk akal ini merupakan pelanggaran hukum bantuan kemanusiaan internasional,” kata kepala eksekutif kelompok itu, Inger Ashing, dalam sebuah pernyataan.

“Ini bukan peristiwa yang terisolasi. Orang-orang Myanmar terus menjadi sasaran dengan meningkatnya kekerasan dan peristiwa ini menuntut tanggapan segera,” kata Ashing.

Militer Myanmar mengatakan pasukannya diserang ketika berupaya menghentikan tujuh mobil yang dikatakan mengemudi dengan "cara-cara yang mencurigakan."

Kepada kantor berita Prancis, juru bicara militer Zaw Min Tun mengatakan tentara membunuh beberapa orang dalam bentrokan berikutnya.

Sebuah milisi anti-pemerintah yang beroperasi di daerah itu, Pasukan Pertahanan Nasional Karenni, mengatakan mereka yang tewas bukanlah anggota milisi melainkan warga sipil yang melarikan diri dari konflik.

Pengunjuk rasa anti-kudeta berhadapan dengan barisan polisi anti-huru hara di Yangon, Myanmar, Jumat, 19 Februari 2021. (Foto: AP)
Pengunjuk rasa anti-kudeta berhadapan dengan barisan polisi anti-huru hara di Yangon, Myanmar, Jumat, 19 Februari 2021. (Foto: AP)

Menanggapi serangan itu, Save the Children menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk menerapkan embargo senjata terhadap pemerintah Myanmar.

Kedutaan Besar AS di Myanmar menggambarkan serangan itu sebagai tindakan "biadab."

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga mengutuk serangan itu.

"Menarget orang-orang tak bersalah dan pekerja bantuan kemanusiaan tidak dapat diterima. Kekejaman militer yang meluas terhadap rakyat Burma menggarisbawahi urgensi untuk menuntut pertanggungjawaban anggotanya," Blinken menegaskan dalam sebuah pernyataan. [mg/jm]

Recommended

XS
SM
MD
LG