Tautan-tautan Akses

Kegemukan? Depresi? Bisa Jadi Mikroba Penyebabnya


Foto timbangan sederhana yang diambil pada tanggal 3 April 2018 di New York (foto: AP Photo/Patrick Sison)
Foto timbangan sederhana yang diambil pada tanggal 3 April 2018 di New York (foto: AP Photo/Patrick Sison)

Mikroba bisa jadi membantu menimbulkan kecemasan dan depresi pada orang yang mengalami obesitas, bila hasil dari studi baru pada tikus juga berlaku pada manusia.

Para penulis studi ini mengaitkan berbagai efek tentang cara otak bereaksi terhadap insulin, hormon yang mengatur kadar gula dalam darah.

Penelitian menimbulkan pertanyaan apakah mengubah mikroba dalam usus, atau mengubah pola diet, dapat membantu menangani semua kondisi ini.

Suasana hati, mikroba, dan metabolisme

Obesitas menyebabkan perubahan dalam metabolisme – contohnya, membuat hati, otot, lemak dan jaringan lainya tidak begitu responsif terhadap insulin. Apabila tidak diobati, semua perubahan ini dapat menyebabkan diabetes.

Orang-orang yang mengalami obesitas juga memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi.

“Orang mungkin dapat berkata, ‘Mungkin itu karena mereka menderita obesitas,’” ujar peneliti diabetes dari Harvard Medical School, Ronald Kahn,”namun yang lain bisa jadi berkata, ‘Mungkin ada kaitannya dengan metabolisme.’”

“Dan kita bertanya, ‘Mungkin kaitan dengan metabolisme paling tidak sebagian disebabkan oleh mikrobioma,’” kumpulan mikrkoba yang hidup di usus seseorang, tambahnya.

Mikroba-mikroba tersebut berubah sejalan dengan diet, dan Kahn berkata mikroba berbeda bisa beraksi berbeda tergantung dengan makanan yang kita konsumsi.

Untuk menguji teori tersebut, Kahn dan kolega-koleganya memberi makan dengan diet tinggi lemak dan mempelajari perilakunya saat hewan-hewan tersebut menjadi kegemukan.

Mereka menguji tes-tes yang biasa untuk mengukur perilaku kecemasan dan derpresi pada hewan-hewan pengerat – contohnya, berapa lama yang dihabiskan oleh hewan-hewan itu di bagian gelap sebuah kotak dibandingkan di area yang diterangi cahaya. Semakin cemas seekor tikus, semakin jarang waktu yang dihabiskan hewan itu di daerah yang diterangi cahaya.

Tikus yang kegemukan menghabiskan waktu kurang dari 25 persen di bawah cahanya dibandingkan hewan dengan diet normal, dan mereka juga mencetak angka yang lebih tinggi pada uji kecemasan dan depresi.

Kembali ke perilaku normal

Namun semua perbedaan itu musnah saat tikus yang kegemukan diberi antibiotik, meskipun berat badannya tidak berubah begitu banyak.

“Hasil uji itu benar-benar menunjukkan kemungkinan ada pengaruh dari mikrobioma,” ujar Kahn.

Para peneliti kemudian menguji bagaimana mikrobioma hewan mempengaruhi tikus yang dibesarkan dalam lingkungan steril tanpa mikroba yang biasa terdapat dalam tubuh mereka.

Bakteria dari hewan-hewan pengerat yang kegemukan membuat tikus yang bebas bakteri mengalami kecemasan yang berlebih ketimbang tikus dengan mikroba nomal.

Namun saat tikus bebas bakteri diberikan mikroba dari hewan-hewan yang kegemukan ini yang telah diberi antibiotik, maka hewan-hewan ini berperilaku sebagaimana tikus normal.

Untuk mengetahui bagian mana dari otak yang bertanggungjawab untuk menimbulkan efek ini, fokus para peneliti dipusatkan pada dua bagian yang terlibat dalam metabolisme dan reaksi terhadap hadiah yang diberikan. Mereka menemukan kedua bagian otak ini memiliki tingkat respon yang lebih lemah terhadap insulin pada tikus-tikus yang kegemukan dibandingkan dengan tikus-tikus denga berat badan normal.

Sekali lagi, antibiotik mengembalikan tingkat reaksi hewan-hewan itu ke tingkat normal.

Penelitian ini diterbitkan di jurnal Molecular Psychiatry.

“Sebenarnya ini lumayan mengejutkan,” ujar Kahn. “Bahkan meskipun kita telah melihat beberapa efek pada metabolisme di bagian tubuh lainnya, saya sangat terkejut melihat begitu dramatis dan begitu jelas efeknya pada otak dan juga pada perilaku.”

Menjelajahi yang belum terungkap

Ini bukan berarti antibiotik dapat menyembuhkan depresi, demikian peringatan Kahn. Obat-obatan membunuh mikroba baik dan buruk tanpa pandang bulu, dan mengkonsumsi obat tanpa aturan berkontribusi pada meningkatknya resistensi mikroba terhadap antibiotik.

Juga, apa yang terjadi pada tikus tidak selalu berlaku pada manusia, tambahnya, atau mungkin dampaknya terjadi pada sementara orang. Sejauh ini, tidak ada cukup bukti bahwa probiotik membantu mengatasi kecemasan pada manusia.

“Kesulitannya adalah, kedua hal ini – depresi dan obesitas – adalah hal yang rumit yang memiliki faktor berganda yang mempengaruhi kedua hal di atas,” ujar seorang peneliti kesehatan mental Gregory Simon di Kaiser Permanente Washington Health Research Institute, yang tidak menjadi bagian dari studi ini.

Mikroba kemungkinan hanya salah satu faktor, bersama dengan lingkungan, genetika, pengaruh sosial, dan lebih banyak lagi, tambah Simon.

Namun Kahn mengatakan penelitian kelompoknya menimbulkan pertanyaan yang menarik tentang bagaimana makanan mempengaruhi perilaku kita.

“Saya rasa sekarang kita dapat mengetahui ada banyak hal yang mengalami proses metabolisme oleh bakteri di usus yang dapat mempengaruhi fungsi otak,” ujarnya.

Dan katanya mungkin ada cara-cara untuk mengubah fungsi otak dengan mengubah bakteri-bakteri itu, dengan mengkonsumsi mikroba-mikroba yang bermanfaat atau dengan mengkonsumsi berbagai makanan yang dapat menjaga jumlah mikroba yang bermanfaat.

Ia dan para koleganya tengan bekerja untuk mengetahui secara pasti yang mana dari ratusan spesies bakteri di usus yang bertanggung jawab. Saat ini, semuanya masih menjadi misteri. [ww]

XS
SM
MD
LG