Tautan-tautan Akses

Kasus Perkosaan di Kereta Api di Philadelphia Ungkap “Bystander Effect”


Sebuah kereta bawah tanah berhenti di Times Square, New York, AS. Seorang laki-laki memperkosa seorang perempuan di kereta api pinggiran kota Philadelphia pada pekan lalu. (Foto: Reuters/Ilustrasi)
Sebuah kereta bawah tanah berhenti di Times Square, New York, AS. Seorang laki-laki memperkosa seorang perempuan di kereta api pinggiran kota Philadelphia pada pekan lalu. (Foto: Reuters/Ilustrasi)

Kasus sesama penumpang kereta api yang tidak mengambil tindakan apapun untuk menghentikan seorang laki-laki memperkosa seorang perempuan di kereta api pinggiran kota Philadelphia minggu lalu menjadi contoh terbaru “bystander effect.”

Pihak berwenang di pinggiran kota Philadelphia mengatakan seorang laki-laki memperkosa seorang perempuan di dalam gerbong kereta api yang dipadati penumpang lain, yang menurut polisi “seharusnya melakukan sesuatu.”

Polisi Upper Darby baru dipanggil ke terminal 69th Street pada Rabu (13/10) malam setelah serangan itu. Polisi mengatakan seorang pegawai transit yang bertugas di sekitar kereta melaporkan “ada yang tidak beres” dengan seorang perempuan yang berada di kereta api tersebut. Video pemantauan di gerbong kereta api itu menunjukkan seluruh peristiwa pemerkosaan dan penumpang-penumpang lain yang ada di dalam gerbong itu.

Sekelompok orang mengenakan baju bertuliskan "Katakan Tidak pada Pemerkosaan". (Foto: Reuters)
Sekelompok orang mengenakan baju bertuliskan "Katakan Tidak pada Pemerkosaan". (Foto: Reuters)

Pakar psikologi di John Jay College of Criminal Justice di New York, Prof. Elizabeth Jeglic, kepada Associated Press mengatakan sebagai manusia, sebagai peneliti pencegahan kekerasan seksual, ia sangat terpukul dan sedih.

Jeglic menilai fenomena ini “mengkhawatirkan” karena banyak penelitian yang secara historis menunjukkan apa yang disebutnya sebagai “bystander effect.”

“Yaitu ketika ada banyak orang, maka orang merasa tidak perlu campur tangan,” paparnya, “baik untuk menghubungi polisi, atau mengambil tindakan untuk mencegah kejahatan tersebut.”

Menurutnya penelitian yang lebih baru menunjukkan dalam keadaan ekstrem, 90 persen kasus yang dipelajari menunjukkan orang melakukan intervensi.

“Jadi sebenarnya agak menyimpang ketika dalam kasus ini tidak ada orang yang maju untuk membantu korban,” ujarnya lirih.

Penumpang menaiki kereta Amtrak Acela Express di South Station di Boston, Massachusetts. (Foto: REUTERS/Brian Snyder)
Penumpang menaiki kereta Amtrak Acela Express di South Station di Boston, Massachusetts. (Foto: REUTERS/Brian Snyder)

“Bystander Effect”

Apa yang disebut sebagai “bystander effect,” menurut Prof. Elizabeth Jeglic muncul pada tahun 1960an setelah pembunuhan Kitty Genovese di New York.

“Saat itu dilaporkan ada 38 orang yang telah mendengar atau mengetahui bagaimana ia dibunuh dan tidak ada satu orang pun yang melakukan apa-apa. Empat puluh tahun kemudian sejumlah informasi muncul dan menunjukkan bahwa yang sebenarnya terjadi belum tentu seperti yang diasumsikan banyak pihak, dan bahwa ada beberapa orang yang menelpon polisi,” ujar Jeglic.

Tetapi, ia menambahkan, hal ini memicu kajian lebih jauh tentang apa yang disebut sebagai “bystander effect,” yaitu bahwa “ketika ada banyak orang yang menyaksikan suatu peristiwa, seakan ada pembagian tanggung jawab dan semua orang berpikir bahwa akan ada orang lain yang melakukan sesuatu sehingga mereka tidak perlu melakukannya. Dan pada akhirnya justru tidak ada satu orang pun yang melakukan sesuatu.”

Namun ada penelitian lebih baru yang menunjukkan bahwa orang benar-benar akan melakukan intervensi dalam situasi yang sangat berbahaya.

Merujuk pada peristiwa di gerbong kereta komuter di pinggiran Philadelphia minggu lalu, Jeglic mengatakan perlu ada kesadaran untuk berpikir “bagaimana jika ini saudara perempuan, ibu, atau pacar Anda? Tentu kita ingin seseorang membantu mereka jika menghadapi situasi serupa.”

Dengan menanamkan pemahaman ini maka “jika terjadi sesuatu seperti ini (perkosaan.red) di masa depan dan jika kita secara pribadi merasa tidak nyaman untuk melakukan intervensi, setidaknya (kita dapat) menghubungi pihak berwenang atau minta orang lain untuk membantu sehingga orang yang sedang dalam kesulitan itu dapat dibantu,” tambah Jeglic.

Polisi telah menangkap seorang laki-laki berusia 35 tahun yang diduga sebagai pelaku perkosaan di dalam gerbong kereta api di Philadelphia itu. Tetapi hingga laporan ini disampaikan, polisi belum merinci identitas pelaku dan informasi lainnya. [em/jm]

XS
SM
MD
LG