Tautan-tautan Akses

Filipina Sangkal Klaim China soal Capai Kesepakatan Sengketa Laut China Selatan


Kapal pasokan Filipina Unaizah 4 Mei, kanan, terkena semprotan air Garda Pantai China yang menyebabkan beberapa awak kapal terluka saat mereka mencoba memasuki Second Thomas Shoal, di Laut China Selatan, 5 Maret 2024. (Foto: via AP )
Kapal pasokan Filipina Unaizah 4 Mei, kanan, terkena semprotan air Garda Pantai China yang menyebabkan beberapa awak kapal terluka saat mereka mencoba memasuki Second Thomas Shoal, di Laut China Selatan, 5 Maret 2024. (Foto: via AP )

Filipina pada Sabtu (27/4) membantah klaim China bahwa kedua negara telah mencapai kesepakatan mengenai meningkatnya sengketa maritim di Laut China Selatan. Manila menyebut klaim tersebut sebagai propaganda Beijing.

Seorang juru bicara di Kedutaan Besar China di Manila mengatakan pada 18 April bahwa keduanya sepakat pada awal tahun ini mengenai “model baru” dalam mengelola ketegangan di Second Thomas Shoal, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Menteri Pertahanan Filipina Gilberto Teodoro dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (27/4) mengatakan bahwa departemennya "tidak mengetahui, atau merupakan pihak dalam, perjanjian internal apa pun dengan China" sejak Presiden Ferdinand Marcos Jr menjabat pada 2022. Ia menegaskan pejabat Departemen Pertahanan belum berbicara dengan pejabat China mana pun sejak tahun lalu.

Kedutaan Besar China di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar terkait pernyataan Teodoro itu.

Beijing dan Manila dalam beberapa bulan terakhir terlibat konflik terkait terumbu karang yang tenggelam. Menurut Filipina, terumbu karang tersebut berada dalam zona ekonomi eksklusifnya, tetapi China juga mengklaimnya.

Filipina menuduh China menghalangi manuvernya dan menembakkan meriam air ke kapal-kapalnya untuk mengganggu misi pasokan kepada tentara Filipina yang ditempatkan di kapal angkatan laut yang sengaja dikandangkan Manila pada 1999 untuk memperkuat klaim maritimnya.

China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, yang menjadi jalur perdagangan kapal dengan nilai lebih dari $3 triliun setiap tahunnya. Klaim tersebut tidak sejalan dengan klaim yang diajukan oleh Filipina dan empat negara lainnya. Pada 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag menyatakan bahwa klaim China tidak memiliki dasar hukum. Namun Beijing menolak keputusan tersebut.

Teodoro menggambarkan klaim China atas perjanjian bilateral sebagai "bagian dari propaganda China.” Ia menegaskan Filipina tidak akan pernah menandatangani perjanjian apa pun yang akan mengorbankan klaimnya di wilayah perairan tersebut.

“Narasi yang disebarkan oleh pejabat China yang tidak disebutkan namanya atau tidak disebutkan namanya adalah upaya kasar lainnya untuk menyebarkan kebohongan,” tukasnya. [ah/ft]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG