Tautan-tautan Akses

China Kirim Kapal ke Pasifik, Tanggapi Langkah Keamanan Jepang


FILE - Kapal induk Liaoning China dengan armada yang menyertainya di area Laut China Selatan, Desember 2016. (REUTERS/Stringer)
FILE - Kapal induk Liaoning China dengan armada yang menyertainya di area Laut China Selatan, Desember 2016. (REUTERS/Stringer)

Satu skuadron kapal Angkatan Laut China berlayar melalui selat dekat Jepang ke Pasifik Barat pekan ini, sementara Beijing, Jumat (16/12), mengecam penerapan strategi keamanan nasional baru Tokyo yang menempatkan diri pada pijakan yang lebih ofensif dalam menanggapi ancaman yang dirasakan dari Beijing.

Kapal-kapal perusak Lhasa dan Kaifeng, serta sebuah kapal tambahan, berlayar melalui Selat Osumi di Jepang Selatan, sementara kapal pengintai kelas Dongdiao dengan nomor lambung 796 berlayar melalui Selat Miyako di selatan Okinawa. Semuanya tiba di Pasifik Barat pada hari Kamis.

Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan kapal-kapal itu dibayangi oleh kapal-kapal dan pesawat-pesawat Jepang.

Surat kabar Partai Komunis China, Global Times, pada hari Jumat mengutip para ahli yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan bahwa misi tersebut “untuk mengirimkan sinyal yang menanggapi gerakan militeristik Jepang baru-baru ini''. Misi tersebut, menurut mereka, untuk mempertunjukkan “kemampuan Tentara Pembebasan Rakyat dalam menjaga kedaulatan nasional, integritas teritorial, dan kepentingan pembangunan China.”

China secara rutin mengirim kapal perang melalui selat di antara pulau-pulau Jepang, meski China dengan keras menolak kehadiran kapal angkatan laut asing di Selat Taiwan. Semuanya diklasifikasikan sebagai perairan internasional.

Akhir bulan lalu, pesawat-pesawat pengebom strategis Rusia dan China juga terbang di atas Laut Jepang dan Laut China Timur selama misi delapan jam untuk menunjukkan hubungan pertahanan yang semakin dekat antara kedua negara.

Menghadapi tantangan dari Korea Utara, China dan Rusia, Jepang pada hari Jumat mengadopsi strategi keamanan nasional yang menyatakan rencana untuk memiliki kemampuan serangan pendahuluan dan rudal jelajah dalam beberapa tahun.

Strategi tersebut menyebut China sebagai “tantangan strategis terbesar'' bagi upaya Jepang untuk memastikan perdamaian, keamanan, dan stabilitas bagi dirinya sendiri dan masyarakat internasional.

Kebijakan Jepang pasca-Perang Dunia II memprioritaskan pertumbuhan ekonomi sambil menjaga keamanannya dengan mengandalkan pasukan Amerika yang ditempatkan di Jepang di bawah perjanjian keamanan bilateral kedua negara.

Tetapi para ahli mengatakan pengaruh China yang berkembang, invasi Rusia ke Ukraina dan ketakutan akan keadaan darurat Taiwan mendorong banyak orang Jepang untuk mendukung peningkatan kemampuan dan pengeluaran. China juga mengatakan sekelompok pulau kecil tak berpenghuni di Laut China Timur yang dikontrol oleh Tokyo dan Beijing secara teratur memicu kebencian atas pendudukan brutal Jepang di sebagian besar China lebih dari 75 tahun lalu.

Jepang berencana untuk menghabiskan 5 triliun yen ($37 miliar) untuk memiliki rudal-rudal buatan luar negeri pada awal 2026, termasuk Tomahawk dan JASSM yang diproduksi Lockheed Martin, sementara Mitsubishi Heavy Industry Jepang mengembangkan rudal darat-ke-kapal yang dipandu peluru kendali.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menegaskan kembali tuduhan bahwa Jepang “mengabaikan fakta, menyimpang dari komitmennya terhadap hubungan China-Jepang dan saling pengertian antara kedua negara, dan tanpa dasar mendiskreditkan China.”

“Menggembar-gemborkan apa yang disebut ancaman China untuk mencari alasan untuk pembangunan militernya pasti akan gagal,” kata Wang pada sebuah jumpa pers harian. [ab/uh]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG